Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona 

"Kalau kita gak keluar, gaji kita gak seperti biasanya."

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengimbau masyarakat bekerja dan belajar di rumah agar penyebaran virus corona atau COVID-19 bisa dicegah. Namun tak semua orang bisa memenuhi imbauan tersebut, salah satunya Meirul Abdul Azis.

Sebab Meirul bekerja sebagai wartawan lepas di salah satu stasiun televisi. Tugasnya membuat ia mau tidak mau harus turun ke lapangan untuk meliput dan mereportase serta mewawancarai narasumber.

"Menjadi jurnalis kalau untuk televisi bisa dihitung sekitar dua atau sampai tiga tahunan. Kalau untuk saat ini, status saya sebagai Kontributor," katanya saat dihubungi IDN Times di Jakarta, Senin (6/4) malam.

1. Tipe orang yang pekerja keras

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona Ilustrasi kerja jurnalistik. IDN Times/Arief Rahmat

Azis mengatakan, dia terinspirasi dari pamannya yang sudah menjadi Kontributor selama 20 tahun. Dia juga mempelajari segala hal yang berkaitan dengan wartawan, baik di media cetak hingga televisi.

"Saya emang pengen jadi kontri aja, biar jadi orang lapangan, pakai kaos biasa. Saya tipe orang yang kerja keras dan makanya, kenapa gue memilih menjadi kontributor," ucapnya.

Pria asal Mandailing Natal, Sumatera Utara, mengatakan dia selalu ditugaskan di kawasan Jakarta Selatan. Pada umumnya, Azis meliput berita-berita di Kepolisian. Untuk setiap berita yang berhasil dikirim dan ditayangkan, Azis akan mendapat upah sebesar Rp300 ribu.

2. Tetap ke lapangan meski virus corona tengah mewabah

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona Ilustrasi penanganan pasien virus corona. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Azis mengatakan menjadi kontributor merupakan satu-satunya pekerjaan yang dia jalani. Karena itu mau tidak mau ia harus turun ke lapangan. Karena wartawan televisi harus mendapatkan gambar untuk melengkapi liputannya. 

"Semua orang juga tahu kalau untuk media online, seperti teman-teman kita yang online mungkin bisa (wawancara) by phone atau WhatsApp. Kalau televisi kan butuh audio visual, kita butuh datang, kita butuh wawancara langsung. Kan itu gak bisa dikerjakan dari rumah," kata Azis.

Azis melanjutkan, tidak semua instansi membuat video yang yang akan dikirimkan kepada wartawan televisi. Jika dia tak ke lapangan, hal itu akan berimbas kepada upahnya

"Kalau kita gak keluar, gaji kita gak seperti biasanya atau sedikitlah. Karena kan kita dibayar per berita. Jadi mau gak mau kita kan harus ke luar (ke lapangan)," jelas pria berusia 28 tahun ini.

3. Pihak perusahaan tetap memberikan perlindungan untuk antisipasi COVID-19

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona Ilustrasi (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Meski harus meliput ke lapangan, perusahaan tempatnya bekerja memberikan perlindungan kepada dirinya. Azis mencontohkan perusahaan membekali dirinya dengan masker, hand sanitizer, bahkan sarung tangan karet.

Pihak redaksi juga tak menuntut Azis mengirimkan berita dengan cepat. Kini, dia lebih fleksibel untuk mengatur jam kerjanya. "Untuk sekarang agak longgar lah. Kita juga pulang lebih cepat," katanya.

Azis memastikan saat ini belum ada keterlambatan pembayaran ataupun pemangkasan upah. Namun dia tak memungkiri akibat wabah virus corona berita yang dia buat tak sebanyak seperti biasanya.

"Ya kan kadang juga kalau kantor nyuruh saya ke RS Fatmawati ada pasien COVID-19 meninggal. Serem, mending nunggu berita lain," katanya.

4. Akibat COVID-19 berita lain sulit ditayangkan

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona Ilustrasi kerja jurnalistik. IDN Times/Arief Rahmat

Hal yang sama berlaku pada Bima. Sebagai kontributor di televisi, dia juga harus tetap ke lapangan. Kebijakan bekerja dari rumah menjadi hal yang sulit diterapkan bagi dirinya.

Bima mendapatkan upah sebesar Rp100 ribu untuk satu berita yang berhasil tayang. Bima khawatir, COVID-19 bisa berimbas kepada upahnya.

"Beritanya monoton. Contoh, biasanya ada plotingan (penugasan) lain. Sekarang sudah gak ada dikarenakan sistem WFH (work from home). Jadi misalkan kita ambil gambar penyemprotan disinfektan mulu, susah tayang juga," ujar Bima.

Hal berbeda terjadi pada Fauzan. Virus corona justru menjadi berkah untuk kontributor fotografer dari media yang dimiliki pemerintah ini.

Pria yang masih berusia 22 tahun itu juga tetap terjun ke lapangan. Untuk setiap foto yang berhasil tayang, dia dibayar sebesar Rp75 ribu. Dalam sehari, Fauzan biasanya mengirimkan tiga foto.

"Malah naik di musim corona ini. Karena foto (peristiwa) banyak. Sehari bisa mengirim tiga sampai lima foto," ungkapnya.

5. Pasien positif COVID-19 di Indonesia bertambah jadi 2.491 orang

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona Juru Bicara Pemerintah COVID-19, Achmad Yurianto. Dok BNPB

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona atau COVID-19 Achmad Yurianto melaporkan, jumlah pasien positif virus corona di Indonesia bertambah menjadi 2.491 kasus per Senin (6/4). Angka tersebut naik dari data sebelumnya, 2.273 kasus.

"Pada pencatatan hari ini kita dapatkan penambahan kasus baru konfirmasi positif COVID-19 dari pemeriksaan dengan menggunakan metode PCR, bukan rapid test sebanyak 218 kasus baru, sehingga total 2.491 kasus,” kata Yuri dalam siaran langsung channel YouTube, Senin.

Yuri menjelaskan, jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona bertambah 11 orang. Sementara, jumlah sebelumnya sebanyak 198 orang. Dengan demikian, angka kematian akibat virus corona di Indonesia mencapai 209 kasus.

“Dan masih ada 11 orang yang meninggal, hingga jumlahnya menjadi 209,” ujar Yuri.

Ia juga mengumumkan bahwa pasien virus corona di Indonesia yang sembuh telah bertambah sebanyak 28 orang. Untuk itu, total yang sembuh dari virus corona sebanyak 192 orang. Hal ini memberi harapan di tengah meningkatnya angka kematian akibat virus corona di Tanah Air.

"Kemudian yang sembuh 28 orang, sehingga total menjadi 192 orang,” kata Yuri.

6. Pasien positif COVID-19 di Indonesia tersebar di 32 Provinsi

Cerita Pekerja Media: Tetap Meliput Meski Takut Terpapar Virus Corona (Ilustrasi) ANTARA FOTO/ ICom/AM IMF-WBG/Nicklas Hanoatubun

Saat ini virus corona sudah menyebar ke 32 provinsi. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan penyumbang kasus terbanyak, yaitu 1.232 kasus. Lalu, peringkat kedua diduduki Jawa Barat 263 kasus dan dilanjutkan Banten 187 kasus. 

Berikut data lengkap penyebaran virus corona di 32 provinsi di Indonesia:

1. Aceh 5 kasus
2. Bali 43 kasus 
3. Banten 187 kasus 
4. Bangka Belitung 2 kasus
5. Bengkulu 2 kasus
6. Yogyakarta 40 kasus 
7. DKI Jakarta 1.232 kasus 
8. Jambi 2 kasus
9. Jawa Barat 263 kasus 
10. Jawa Tengah 132 kasus 
11. Jawa Timur 189 kasus 
12. Kalimantan Barat 12 kasus 
13. Kalimantan Timur 31 kasus 
14. Kalimantan Tengah 20 kasus 
15. Kalimantan Selatan 18 kasus 
16. Kalimantan Utara 15 kasus
17. Kepulauan Riau 9 kasus
18. Nusa Tenggara Barat 10 kasus
19. Sumatera Selatan 16 kasus
20. Sumatera Barat 18 kasus
21. Sulawesi Utara 5 kasus 
22. Sulawesi Tenggara 7 kasus
23. Sumatera Utara 26 kasus 
24. Sulawesi Selatan 113 kasus 
25. Sulawesi Tengah 4 kasus
26. Lampung 12 kasus 
27. Riau 12 kasus
28. Maluku Utara 1 kasus
29. Maluku 1 kasus
30. Papua Barat 2 kasus
31. Papua 26 kasus
32. Sulawesi Barat 2 kasus

Dalam proses verifikasi di lapangan 34 kasus.

Baca Juga: Virus Corona: Apa Itu Virus? Ini Asal Muasal dan Cara Terbentuknya

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya