Curhat Dokter: Masyarakat Indonesia Percaya Mitos daripada Medis

Pemerintah diminta tegas terhadap stigmatisasi nakes

Jakarta, IDN Times - Salah satu dokter pasien COVID-19 dari RS di Jawa Timur, dr. Tri Maharani, mengatakan masyarakat di Indonesia lebih banyak percaya mitos ketimbang apa yang disampaikan secara medis terkait COVID-19. Hal itu membuat masyarakat menjadi salah dalam menilai tenaga medis atau tenaga kesehatan (nakes).

"Karena pemahaman yang dangkal akan profesi medis. Mereka lebih percaya mitos yang membelenggu bangsa kita berpuluh tahun," kata Tri Maharani dalam acara Mata Najwa bertajuk Siap-siap Rem Darurat, Rabu (9/9/2020).

1. Tri Maharani: kita bertaruh nyawa untuk orang lain

Curhat Dokter: Masyarakat Indonesia Percaya Mitos daripada MedisIlustrasi tenaga medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Tri mengatakan dirinya bersama tenaga kesehatan lainnya bekerja bukan untuk mencari keuntungan atau uang.

"Waktu kami dididik di sekolah, kami semua dididik bahwa nyawa itu harganya tidak terbatas. Kita dokter bertaruh nyawa untuk orang lain," katanya.

Tri mengungkapkan, ada 15 dokter dan dua perawat yang dia kenal, wafat karena COVID-19. Kesedihannya bertambah karena tidak bisa melihat mereka ketika wafat.

“Saya paham karena mereka (orang-orang yang menyepelekan jumlah dokter yang wafat karena COVID-19) tidak ikut menghitung dan melihat dan merawat orang yang sakit itu,” katanya.

“Sedangkan, saya sejak Januari sudah ikut terlibat dalam penanganan medik COVID. Bahkan, saya sempat kena COVID,” kata dia lagi.

Baca Juga: Kisah Dokter Penyintas COVID-19, Langsung Pakai Hazmat setelah Sembuh

2. Tidak mudah melawan stigma dari masyarakat

Curhat Dokter: Masyarakat Indonesia Percaya Mitos daripada MedisIlustrasi tenaga medis mengenakan APD. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Suatu ketika, kata dia, ada orang yang berkomentar mengapa dokter bisa terpapar COVID-19. Tri pun menjawab, sebab dokter terlibat dan berkontak langsung dalam menangani pasien COVID-19.

“Dibutuhkan edukasi dan pemahaman yang benar soal ini. Karena itu saya berpikir bagaimana kita bisa melawan stigma ini? Itu memang gak mudah," ucapnya.

Tri menilai, semua dokter yang meninggal karena COVID-19 adalah aset negara. Mereka adalah sumber daya manusia dengan ilmu yang tidak mudah ditemukan. Menurutnya, jika satu dokter meninggal, negara sudah kehilangan aset negara.

“Kita akan kehilangan banyak hal kalau kita membiarkan nakes meninggal begitu saja karena hal-hal yang seharusnya bisa kita cegah. Karena, perjuangan nakes ini berbeda. Kami bekerja di bawah sumpah. Kami bekerja bukan hanya untuk uang dan jabatan, tapi untuk nyawa manusia," ucapnya.

3. Pemerintah diminta bersikap tegas terhadap stigmatisasi nakes

Curhat Dokter: Masyarakat Indonesia Percaya Mitos daripada MedisIlustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Sementara itu, inisiator Lapor COVID-19, Ahmad Arif mengatakan, sebagian besar nakes mengalami stigmatisasi melalui pengusiran, dilarang naik angkutan umum dan lain-lain.

"Pemerintah harus punya sikap tegas dan tidak bisa membiarkan nakes harus berhadapan dengan masyarakat yang tidak punya pengetahuan cukup. Bahkan, saat meninggal saja ditolak. Ini krisis yang terjadi," kata Ahmad Arif.

Juru bicara Satgas Nasional Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menambahkan, stigmatisasi muncul karena pemahaman masyarakat yang belum lengkap.

"Belum menyentuh akar rumput, stigmatisasi masih terjadi," kata Wiku Adisasmito.

Baca Juga: Mereka yang Melawan Stigma COVID-19: Harus Berani Bersuara

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya