Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah 

Dewas KPK terima apa pun kritik dari publik

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Dewan Pengawas KPK karena dinilai lamban menangani dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK, Firli Bahuri.

Menanggapi hal ini, anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Sjamsuddin Haris mengatakan, pihaknya bekerja secara profesional.

"Kita tidak mau gegabah dan tergesa-gesa. Dewas tidak akan begitu saja menetapkan seseorang melanggar etik tanpa fakta, bukti, dan keterangan pendukung yang cukup," ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (6/8/2020).

Baca Juga: Kritik Dewas, ICW: Keberadaan Lembaga Itu Gak Dibutuhkan di KPK

1. Dewas tak mempermasalahkan jika dikritik

Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah Jajaran Dewan Pegawas KPK menyampaikan konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sjamsuddin menjelaskan, penetapan seseorang melanggar etik atau tidak harus melalui persidangan etik. Dia meminta, agar semua pihak bersabar.

"Jika ada pihak yang menilai Dewas bekerja lamban dalam menangani laporan dugaan pelanggaran etik, ya silakan saja. Apa pun kritik publik tentu harus kami terima sebagai masukan untuk perbaikan kinerja Dewas dan KPK pada umumnya ke depan," kata dia.

2. Dewas dinilai lamban memproses dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK

Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan saat Ketua KPK Firli Bahuri, menggunakan helikopter mewah di Sumatera Selatan. Secara kasat mata, kata Kurnia, tindakan Firli sudah dapat dipastikan melanggar kode etik, lantaran menunjukkan gaya hidup hedonisme.

"Bahkan lebih jauh, tindakan Firli juga berpotensi melanggar hukum jika ditemukan fakta bahwa fasilitas helikopter itu diberikan oleh pihak tertentu sebagai bentuk penerimaan gratifikasi. Namun, Dewas sampai saat ini tidak kunjung menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran tersebut," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya hari ini.

Dengan dasar argumentasi di atas, Kurnia menilai kinerja Dewas tidak lebih baik dibandingkan dengan Deputi Pengawas Internal KPK pada era UU KPK lama. Sebab, berkaca pada pengalaman sebelumnya, Kedeputian itu terbukti pernah menjatuhkan sanksi pada dua orang pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.

"Namun, Dewas sampai saat ini di tengah ragam dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK, tidak kunjung menjatuhkan sanksi terhadap yang bersangkutan," ucap Kurnia.

Kurnia menambahkan, melihat kinerja Dewas yang tidak maksimal, hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru dinilai tidak menciptakan situasi yang baik pada lembaga anti rasuah.

"Di luar itu, ICW berharap agar uji formil UU KPK baru dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Agar kelembagaan Dewas itu segera ditiadakan dan mengembalikan fungsinya pada kedeputian pengawas internal," tuturnya.

3. Jika terbukti melanggar, Firli Bahuri bakal jalani sidang etik

Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah Jajaran Dewan Pegawas KPK menyampaikan konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sebelumnya, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya sudah meminta keterangan Firli Bahuri serta pihak penyedia jasa helikopter, terkait dugaan pelanggaran etik. Firli diketahui berkunjung ke Baturaja, Sumsel dengan menggunakan helikopter, untuk ziarah ke makam kedua orang tuanya.

"Tinggal Dewas akan melakukan pemeriksaan pendahuluan tentang itu, dan apabila nanti Dewas dalam pemeriksaan pendahuluan (menemukan) ada pelanggaran etik, maka akan kita sidang," kata Tumpak dalam konferensi pers Kinerja Semester I Dewan Pengawas KPK, seperti dilansir dari YouTube KPK, Selasa, 4 Agustus 2020.

Tumpak mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menyampaikan hasil pemeriksaan Firli. Namun, hasil pemeriksaan baru bisa diungkap usai persidangan dilakukan.

"Tetapi percaya saja, kami akan tetap menyampaikan itu kalau sudah selesai persidangannya," ujar dia.

4. Tidak semua pengaduan langsung disidangkan

Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah Ilustrasi Persidangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam kesempatan itu, Tumpak membeberkan prosedur pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik. Usai menerima laporan, Dewas KPK akan meminta keterangan ke kelompok kerja fungsional terkait. Keterangan bisa diperoleh dari pelapor, maupun pihak lain.

Setelah keterangan diperoleh, maka disusun laporan hasil klarifikasi. Dari situ, baru disimpulkan dan dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh Dewas KPK.

Pemeriksaan pendahuluan, kata Tumpak, mengkaji kembali apa yang disampaikan Kelompok Kerja Fungsional. Jika Dewas berkesimpulan cukup bukti, maka akan disidangkan. Jika tidak, perkara tersebut akan ditutup.

"Kita tidak akan menyidangkan setiap ada pengaduan langsung disidangkan, akan dikelompokkan dalam masa tertentu," ujarnya.

"Bulan Agustus mungkin kita lakukan sidang etik, mungkin nanti Desember selesai semua. Tapi mudah-mudahan tidak ada pelanggaran etik," sambungnya.

Di tempat yang sama, anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, sidang kode etik dilaksanakan tertutup. Namun dia memastikan, Dewas KPK bakal menyidangkannya secara maksimal dan seobyektif mungkin.

"Tapi tidak perlu khawatir pada waktu putusan akan dilaksanakan terbuka. Jadi siapa saja bisa melihat, tapi dalam persidangan tertutup," ucapnya.

5. Biaya sewa helikoper per jamnya mencapai Rp19 juta

Dinilai Lamban Tangani Kasus Etik Firli, Dewas KPK: Tak Mau Gegabah (Ketua KPK Firli Bahuri tengah menumpang helikopter) Dokumentasi MAKI

Menurut temuan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), helikopter yang digunakan oleh Firli tergolong helimousine dan pelayanan mewah. Bahkan, pernah digunakan oleh motivator kenamaan Tung Desem Waringin.

MAKI turut melampirkan foto Tung Desem Waringin yang pernah menumpang helikopter jenis yang sama dengan nomor registrasi PK-JTO. Ketika dicek, helikopter yang sempat ditumpangi Tung dimiliki oleh PT Air Pacific Utama, salah satu unit perusahaan Lippo Group.

Pemberitaan yang pernah ditulis harian Inggris The Guardian, turut menyebut PT Air Pacific Utama memang menyiapkan tiga helikopter khusus bagi pimpinan Lippo Group. Biaya sewa per jamnya tidak main-main yakni berkisar US$1.400 - US$1.500 atau setara Rp19 jutaan. Sedangkan, tarif penerbangan dari area Jakarta Pusat menuju landasan helipad yang berkisar tujuh menit mencapai US$300 atau setara Rp4,2 juta.

Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, jarak dari Palembang ke Baturaja, OKU, sekitar empat jam dan bisa ditempuh menggunakan mobil lewat jalur darat. Sehingga, ia mengaku bingung mengapa harus menyewa helikopter dari perusahaan swasta.

Baca Juga: Gegara Sewa Helikopter, Ketua KPK Firli Bahuri Terancam Disidang Etik

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya