Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons Polri

Kasus Soenarko dan Kivlan dikaitkan dengan kerusuhan 22 Mei

Jakarta, IDN Times - Beberapa purnawirawan TNI harus diringkus oleh pihak kepolisian karena diduga terlibat dalam beberapa kasus. Salah satunya, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) TNI Kivlan Zen sebagai tersangka makar serta kepemilikan senjata api ilegal.

Bahkan, Kivlan juga diduga sebagai dalang dari rencana aksi pembunuhan empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei dalam aksi demo yang berakhir ricuh pada 21-22 Mei 2019 lalu.

Selain itu, masih ada mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen (Purn) TNISoenarko sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata ilegal.

Polisi lantas disebut-sebut menggiring opini publik, untuk menyalahkan seorang purnawirawan TNI melakukan perencanaan pembunuhan dalam aksi kerusuhan tersebut. Lantas, bagaimana tanggapan Polri ?

1. Polri: penyelidikan dilakukan berdasarkan fakta hukum

Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons PolriIDN Times/Axel Jo Harianja

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan, pemikiran seperti itu tidaklah tepat. Hal ini dikarenakan, dalam melakukan penyelidikan polisi kata Asep, selalu berlandaskan fakta-fakta hukum.

"Ada pendapat menggiring opini saya kira tidak tepat karena ini semua berdasarkan dari fakta-fakta hukum," kata Asep di Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (12/6).

"Ini merupakan bentuk akuntabilitas Polri kepada masyarakat dan juga akuntabilitas. Itu harus dilandasi dari sebuah proses-proses yang benar dan penegakan hukum berdasarkan aturan-aturan yang ada," sambungnya.

Ia pun menambahkan, tugas kepolisian adalah menegakkan hukum. Maka dari itu, penetapan beberapa purnawirawan TNI sebagai tersangka tersebut, didasari atas fakta-fakta yang ada.

"Apa yang sudah disampaikan beberapa waktu lalu terkait dengan penegakan hukum pada peristiwa 21 dan 22 Mei itu merupakan bagian dari upaya penyelidikan dan penyidikan dari pengembangan fakta-fakta hukum yang ada," jelas Asep.

Baca Juga: Moeldoko Sebut Ada Kemungkinan Dalang Kericuhan di Atas Kivlan Zen

2. Polri klaim asas praduga tak bersalah selalu dikedepankan

Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons PolriIDN Times/Axel Jo Harianja

Pihak kepolisian, lanjut Asep, selalu mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menindaklanjuti suatu kasus. Dengan begitu, penetapan tersangka menurutnya, tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

"Ini merupakan bentuk akuntabilitas Polri kepada masyarakat, dan juga akuntabilitas itu harus dilandasi dari sebuah proses-proses yang benar atau istilah kita due process of law," ungkapnya.

3. Gatot Nurmantyo menuding Polri menggiring opini publik soal Purnawirawan TNI

Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons PolriANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Mantan Panglima (Purn) TNI Gatot Nurmantyo menuding bahwa, pihak kepolisian menggiring opini publik untuk menyalahkan beberapa purnawirawan TNI terkait aksi 21-22 Mei 2019. Salah satunya, Kivlan Zen. Ia pun meminta agar Polri tidak menggiring opini masyarakat bahwa para purnawirawan TNI berperan dalam aksi 21-22 Mei tersebut.

"Jangan sampai opini publik menuduh bahwa purnawirawan-purnawirawan TNI lah yang menjadi dalang, kemudian yang menemvak-nembaki," ujar Gatot seperti dikutip dalam acara di salah satu stasiun televisi swasta, Selasa (11/6) kemarin.

4. Soenarko jadi tersangka kepemilikan senjata api ilegal

Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons PolriWikipedia.org

Nama Soenarko ikut terseret kasus penyelundupan senjata yang diduga digunakan pada kerusuhan 21-22 Mei lalu. Kasus ini masih didalami oleh pihak yang berwewenang. Selain nama Soenarko, tim juga menangkapn mama lain. Satu orang lainnya juga berstatus militer, yakni Praka BP. Soenarko saat ini ditahan di Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, Jakarta Selatan.

Kasus lain yang ikut menyeret nama Soenarko adalah kasus makar terkait isu people power yang dilakukan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Sebuah video viral di media sosial menunjuka Soenarko dinilai memprovokasi dan mengadu domba. Soenarko dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan makar. Soenarko itu dilaporkan dengan Pasal 110 juncto 108 UU Nomor 1 Tahun 1946 KUHP tentang Makar dan Pasal 163 bisjuncto 146 KUHP tentang Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.

Baca Juga: Menhan Ryamizard: TNI Tak Ada Kaitannya dengan Tim Mawar

5. Kivlan diduga menjadi dalang kerusuhan aksi 21-22 Mei

Disebut Giring Opini Publik Soal Purnawirawan TNI, Ini Respons PolriANTARA FOTO/Reno Esnir

Sebelumnya, Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary Syam Indradi, membeberkan pengakuan para tersangka kepemilikan senjata api ilegal serta merencanakan pembunuhan empat tokoh nasional serta pimpinan lembaga survei dalam aksi unjuk rasa 22 Mei 2019 yang lalu.

Dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, dua tersangka berinisial HK alias Iwan dan TJ alias Udin, mengaku mendapatkan perintah pembunuhan tersebut dari Kivlan Zen.

"(Kivlan Zen) memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada tersangka HK untuk pembelian senjata api. Memberikan TO (Target Operasi) yang akan dibunuh yaitu 4 orang tokoh nasional dan 1 orang pimpinan lembaga survei," jelas Ade di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6) kemarin.

Dalam video yang diputar dalam konferensi pers kemarin, tersangka HK alias Iwan menjelaskan dirinya ditangkap pada 21 Mei 2019 lalu di wilayah Bogor, Jawa Barat. Ia pun mengaku sempat mengadakan pertemuan dengan Kivlan dan menerima uang Rp150 juta dalam pertemuan tersebut untuk membeli senjata api.

Berikut pengakuan HK selengkapnya.

"Saya H Kurniawan, biasa dipanggil Iwan, domisili Cibinong, Bogor. Saya diamankan polisi tanggal 21 Mei pukul 13.00 WIB terkait ujaran kebencian, kepemilikan senjata api, dan ada kaitannya dengan senior saya, Jenderal saya yang saya hormati dan saya banggakan, yaitu Bapak Mayor Jenderal Kivlan Zen.

Di mana pada bulan Maret, sekitar Maret, saya dan saudara Udin (TJ) dipanggil Bapak Kivlan untuk ketemuan ke Kelapa Gading. Di mana dalam pertemuan tersebut saya diberi uang Rp. 150 Juta untuk pembelian alat, senjata, yaitu senjata laras pendek dua pucuk, dan laras panjang 2 pucuk.

Uang tersebut Rp. 150 juta dalam bentuk dolar Singapur dan langsung saya tukarkan di money changer. Karena saya belum mendapatkan senjata yang dimaksud, saya dikejar-kejar dan ditagih oleh Bapak Kivlan Zen.

Dan saat ditangkap saya membawa satu pucuk senjata jenis revolver 38 magnum, dengan mengisi sekitar seratus butir, yang saya bawa memang untuk ke lokasi demo, yang tujuan saya adalah untuk apabila menemukan massa tandingan dan akan membahayakan anak buah saya, maka saya akan bertanggung jawab untuk mengamankan seluruh anak buah saya. Dan tanggal 21 itu adalah aksi pemanasan demo di KPU, cuma karena memang massanya belum ramai saya segera kembali ke pangkalan yaitu di Jalan Proklamasi Nomor 36. 

Adapun senjata yang saya miliki itu saya dapatkan dari seseorang ibu-ibu juga yang kebetulan juga masih keluarga besar TNI. Seharga, saya ganti, atau saya bawa dengan jaminan untuk beliau itu uang Rp50 juta.

Sedangkan senjata yang Mayer kaliber 22 dan Ladies Gun kaliber 22 yang saya dapatkan dari saudara Admil, yang Mayer saya percayakan kepada saudara Armi yang di sini Armi adalah sebagai pengawal, ajudan, sekaligus drivernya Bapak Kivlan Zen.

Dan satu lagi yang Ladies Gun saya percayakan kepada saudara Udin untuk alat pengamanan pribadi selama melakukan aktivitas pemantauan dan pengamanan adapun sesuai TO yang diberikan bapak Kivlan Kepada saya dan saya sampaikan kepada Udin adalah Bapak Wiranto dan Bapak Luhut".

Baca Juga: Pengakuan Perusuh Aksi 22 Mei yang Dijanjikan Liburan oleh Kivlan Zen

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya