HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin Mengerikan

Idham Azis dinilai gagal membawa Polri ke wilayah promoter

Jakarta, IDN Times - Sejak 1946, setiap tanggal 1 Juli diperingati sebagai hari lahirnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atau hari Bhayangkara. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane memberikan sejumlah catatan terkait hari Bhayangkara yang ke-74 ini.

"Pada hari Bhayangkara 2020 ini Indonesia Police Watch (IPW) melihat organisasi Polri makin mengerikan. Ada tujuh fakta yang membuat IPW merasa ngeri melihat perkembangan Polri," kata Neta kepada IDN Times, Rabu (1/7).

1. Anggaran Polri naik 2.000 persen lebih

HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin MengerikanIlustrasi anggaran (IDN Times/Arief Rahmat

Pertama, dibandingkan dengan era Orde Baru, di era reformasi saat ini anggaran Polri naik 2.000 persen lebih. Menurutnya, Polri selalu merasa kekurangan anggaran.

Dari penelusuran IDN Times, anggaran Polri memang selalu naik setiap tahunnya. Pada 2020, anggaran Polri mencapai angka Rp104,7 triliun. Namun, anggaran itu dipangkas Rp8 triliun untuk penanganan COVID-19 dan kini menjadi Rp96 triliun. Kemudian pada tahun 2019, anggaran Polri berada di angka 94,3 triliun.

"Namun, seberapa besar anggaran ideal yang dibutuhkan, tidak satu pun elite Polri yang bisa menjelaskan. Polri tidak tahu persis berapa sesungguhnya anggaran idealnya," katanya.

Kedua, organisasi Polri saat ini semakin obesitas dan menjadi raksasa yang sulit bergerak. Alhasil, Polri juga sulit melayani masyarakat.

"Jumlah Jenderal, Kombes, dan AKBP makin membludak. Akibatnya, limpahan Jenderal Polri mengalir ke mana-mana, termasuk ke wilayah sipil dan menjadi gangguan bagi karier pejabat ASN," ujarnya.

Baca Juga: Idham Azis: Kapolri Berikutnya Lebih Baik, Saya Cuma Pecahan Beling

2. Polri terus menambah jumlah polisi berpangkat Jenderal

HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin MengerikanPelantikan Perwira Tinggi Polri, Jumat (8/5) (Dok. Humas Polri)

Neta menilai, elite Polri makin sering menambah jumlah polisi berpangkat Jenderal. Dia mencontohkan, pada masa orde baru, di daerah sangat sulit menemukan Jenderal polisi. Namun kini, di setiap daerah, sedikitnya ada tiga atau empat Jenderal polisi.

"Mulai dari Kapolda, Wakapolda, Kepala BNN Daerah, dan Kabinda. Jika di era orba (orde baru) total jumlah Jenderal polisi hanya 65 orang, saat ini jumlah jenderal polisi hampir 300 orang. Akibatnya, anggaran Polri banyak tersedot untuk membiayai para Jenderal, yang sesungguhnya keberadaan Jenderal polisi yang membludak itu tidak ada manfaatnya buat masyarakat," ucap Neta.

Keempat, semua Polda dijadikan Tipe A. Strategi Polri dalam hal ini dianggap tidak jelas dan tidak promoter.

"Bayangkan, Polda Bengkulu disamakan dengan Polda Metro Jaya, sama-sama Tipe A. Artinya, tolok ukur Polri makin ngaco dalam menjalankan tugas profesionalnya," kata Neta.

Atas kebijakan ini, membuat tidak adanya proses magang dan belajar yang signifikan bagi perwira Polri untuk menjadi seorang Kapolda. Sehingga, perwira yang tidak pernah menjadi Wakapolda atau tidak pernah menjadi Kapolda di daerah kecil, tiba-tiba bisa menjadi Kapolda di Jawa.

"Gengsi Kapolda Metro Jaya pun punah karena posisinya sama dengan Kapolda Bengkulu. Jadi jangan heran, jika nanti Kapolda Bengkulu tiba-tiba bisa menjadi Wakapolri atau Kapolri. Karena, tidak jelasnya sistem karier di Polri," ujar Neta.

3. Belum pernah ada audit yang komprehensif terhadap sistem Alkom dan Jarkom Polri

HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin MengerikanIlustrasi polisi (Dok. Humas Polri)

Selanjutnya, sejak reformasi, anggaran yang dikeluarkan Polri untuk membangun sistem alat komunikasi (Alkom) dan jaringan komputer (Jarkom) mencapai ratusan triliun. Akan tetapi, belum pernah ada audit menyeluruh yang komprehensif terhadap sistem Alkom dan Jarkom Polri.

"Sehingga, sistem Alkom-Jarkom Polri tambal sulam dan selalu bermasalah. Ratusan triliun anggaran kepolisian untuk membangun sistem Alkom-Jarkom yang representatif tidak pernah terjadi sejak awal reformasi. Anggaran itu seperti membuang garam ke laut, yakni sia-sia," katanya.

Tak hanya itu, audit komprehensif yang transparan tidak pernah dilakukan Polri terhadap sarana, prasarana maupun persenjataan atau alutsista.

"Tidak ada grand desain yang menjadi landasan untuk mengukur sudah sampai tahap mana sarana, prasarana, dan alutsista yang dicapai Polri dan saat ini posisinya di mana dan pada periode kapan semua itu mencapai titik ideal," ujarnya.

Ketujuh, Polri tidak pernah melakukan audit komprehensif terhadap organisasinya. Sehingga, tidak seorang pun di Polri yang tahu persis seperti apa organisasi dan jumlah personel ideal di Kepolisian.

"Tolok ukur yang dipakai hanya rasio PBB yang sudah ditinggalkan negara-negara demokratis. Sebab di banyak negara, Kepolisiannya sudah mengarah ke era 4.0 di mana keberadaan polisi manusia sudah digantikan dengan teknologi," kata Neta.

"Sementara, Polri masih sibuk dengan penambahan Jenderal di sana sini dan mendorong Jenderal- jenderalnya masuk ke wilayah karier pejabat sipil," sambungnya.

4. Idham Azis dinilai gagal membawa Polri ke wilayah promoter

HUT Bhayangkara ke-74, IPW Nilai Polri Makin MengerikanKapolri Jenderal Polisi, Idham Azis (Dok. Humas Polri)

Dari tujuh hal yang dijelaskan Neta, IPW menilai Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis gagal membawa Polri ke wilayah promoter yang sesungguhnya. Promoter seharusnya, menuntut Polri yang efisien, efektif dan lincah dalam menjalankan fungsinya.

Menurut Neta, yang terjadi saat ini Polri menjadi obesitas serta terjebak pada banyaknya polisi berpangkat Kombes dan AKBP yang menganggur.

"Strategi Idham Azis menjadikan semua Polda menjadi tipe A adalah sebuah kesalahan fatal yang membuat sistem pembinaan perwira untuk memegang wilayah menjadi absurd," kata dia.

Selain itu, kata dia, keberadaan organisasi Polri yang semakin obesitas ini harus dicegah. Langkah yang perlu segera dilakukan Polri adalah moratorium penerimaan Akpol hingga tiga tahun ke depan.

"Perbanyak rekrut SPN (Sekolah Pendidikan Kepolisian Negara). Tawarkan pensiun dini kepada Pamen (Perwira Menengah) ke atas. Buat roadmap organisasi, Alkom Jarkom, alutsista dan sarana prasarana agar diketahui secara persis sudah di titik mana capaian Polri saat ini," tuturnya.

"Berantas mafia proyek dengan mengedepankan Propam (Profesi dan Pengamanan), Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) dan bantuan KPK sebagai pengawas. Lalu Polri segera memasuki era Kepolisian modern yang promoter dengan 4.0," katanya lagi.

Baca Juga: 7 Instruksi Jokowi untuk Polri di HUT Bhayangkara ke-74

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya