ICW: Ada 6 Kejanggalan dalam Proses Masuk Djoko Tjandra ke Indonesia

Tim eksekusi Kejaksaan dinilai gagal meringkus Djoko Tjandra

Jakarta, IDN Times - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, pihaknya mencatat enam kejanggalan terkait proses masuknya buronan kelas kakap, Djoko Soegiarto Tjandra ke Indonesia.

"Pertama, Imigrasi seakan membiarkan begitu saja Djoko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia, padahal yang bersangkutan merupakan buronan," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/7/2020).

1. Kejaksaan dinilai tak serius mendeteksi keberadaan Djoko Tjandra

ICW: Ada 6 Kejanggalan dalam Proses Masuk Djoko Tjandra ke IndonesiaPeneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Kedua, ada dugaan penghapusan nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice Interpol. Ketiga, Imigrasi juga lalai lantaran menerbitkan paspor Djoko Tjandra.

"Keempat, Kejaksaan tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan termasuk aset yang harus dikembalikan kepada Negara," ujarnya.

Selanjutnya yang kelima, administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Djoko Tjandra mengurus dan mendapatkan e-KTP.

"Keenam, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan pengajuan peninjauan kembali, tanpa menginformasikan kepada penegak hukum yang bertanggung jawab melakukan eksekusi (Kejaksaan)," ungkapnya.

2. Tuntutan ICW kepada penegak hukum terkait kasus Djoko Tjandra

ICW: Ada 6 Kejanggalan dalam Proses Masuk Djoko Tjandra ke IndonesiaIlustrasi buron Djoko Tjandra (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelumnya, Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri, Brigjen Pol. Prasetyo Utomo diduga turut serta membantu pelarian Djoko Tjandra dengan mengeluarkan surat jalan. Kapolri telah menerbitkan surat mutasi terhadap Prasetyo, untuk kepentingan pemeriksaan.

"Kapolri harus segera memecat Brigjen Prasetyo Utomo dari anggota Kepolisian dan meneruskan persoalan ini ke ranah hukum," kata Kurnia.

Kemudian, KPK harus menyelidiki indikasi tindak pidana korupsi atau suap yang diterima pihak-pihak tertentu.

"Yang membantu pelarian dan memfasilitasi buronan Djoko Tjandra untuk bisa mondar-mandir ke Indonesia tanpa terdeteksi," ucapnya.

Selanjutnya, Kejaksaan Agung kata Kurnia, harus mendeteksi keberadaan sekaligus menangkap Djoko Tjandra, serta melacak dan merampas uang ratusan miliar yang harus dikembalikan ke negara.

"Evaluasi serta merombak tim eksekusi kejaksaan karena terbukti gagal meringkus Djoko Tjandra," kata Kurnia.

3. Lembaga terkait harus memeriksa terkait kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia

ICW: Ada 6 Kejanggalan dalam Proses Masuk Djoko Tjandra ke IndonesiaANTARA FOTO/Maha Eka Swasta dan MAKI

Kurnia menuturkan, lembaga terkait diminta memeriksa berbagai kejanggalan soal kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia. Di antaranya adalah Direktorat Jenderal Imigrasi harus memeriksa petugas-petugas yang bertanggung jawab menjaga di lokasi kedatangan Djoko Tjandra dan menerbitkan paspor buronan tersebut.

"Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil menelusuri kemungkinan peran-peran lain yang membantu proses administrasi data kependudukan Djoko Tjandra," tuturnya.

Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus memeriksa oknum kepegawaian yang menerima berkas permohonan peninjauan kembali (PK) atas nama Djoko Tjandra.

Untuk kepolisian, diminta menyelidiki oknum polisi lainnya, yang diduga terlibat dalam proses pembuatan surat jalan serta penghapusan data red notice interpol.

"Mahkamah Agung harus menolak upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan oleh Djoko Tjandra. Selain itu, majelis hakim harus menunda proses persidangan karena tidak dihadiri secara langsung oleh terpidana," ujar Kurnia.

4. Djoko Tjandra diduga kabur ke Papua Nugini usai divonis dua tahun penjara

ICW: Ada 6 Kejanggalan dalam Proses Masuk Djoko Tjandra ke IndonesiaRekam jejak Djoko Tjandra selama berada di Indonesia. (IDN Times/Arief Rahmat)

Djoko Tjandra divonis bebas ketika persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008 lalu. Namun, Kejaksaan Agung tidak terima atas vonis itu. Mereka kemudian mengajukan PK ke Mahkamah Agung. 

Hasilnya, Djoko dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali dan dijatuhi vonis dua tahun bui. Hakim agung ketika itu juga memerintahkan agar Djoko membayar denda Rp15 juta dan uangnya senilai Rp546 miliar di Bank Bali dirampas untuk negara. 

Namun, sehari setelah vonis dari MA, Djoko sudah tidak lagi ditemukan di Indonesia. Ia diduga kabur ke Papua Nugini. 

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya