ICW: Juliari dan Edhy Lebih Baik Dimiskinkan Ketimbang Dihukum Mati

Setuju gak koruptor dimiskinkan dan penjara seumur hidup?

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo layak dihukum mati.

Namun, menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, koruptor lebih tepat dihukum penjara seumur hidup agar memberikan efek jera.

"Serta diikuti pemiskinan koruptor, pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/2/2021).

1. Ada dua hal mengapa ICW tak setuju koruptor dihukum mati

ICW: Juliari dan Edhy Lebih Baik Dimiskinkan Ketimbang Dihukum MatiPeneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Kurnia mengatakan, untuk hukuman mati, ICW menitikberatkan pada dua hal. Pertama, praktek itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Kedua, sampai saat ini belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

ICW, kata Kurnia, memahami tuntutan publik, termasuk apa yang diinginkan Wamenkumham Eddy Hiariej terhadap Juliari dan Edhy.

"Sebab, korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut memang sangat keji dan terjadi di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot tajam karena pandemik COVID-19," ucapnya.

Baca Juga: Wamenkumham Nilai Juliari dan Edhy Layak Dihukum Mati, Ini Kata KPK

2. Pemerintah lebih baik mendorong KPK menuntaskan kasus Juliari dan Edhy

ICW: Juliari dan Edhy Lebih Baik Dimiskinkan Ketimbang Dihukum MatiMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021) (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Kurnia mengatakan, hukuman mati pada dasarnya hanya diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia pun menyoroti, Juliari dan Edhy hingga saat ini belum dijerat dengan pasal tentang kerugian negara.

"Melainkan baru terkait penerimaan suap Pasal 11 dan atau Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Kurnia menuturkan, KPK lebih baik fokus mengusut kasus keduanya. Misalnya, untuk perkara yang menjerat Juliari, alih-alih mengenakan pasal terkait kerugian negara, sampai saat ini KPK seperti enggan memproses beberapa orang yang sebenarnya berpotensi kuat menjadi saksi.

"Maka dari itu, daripada berbicara mengenai tuntutan hukuman mati, lebih baik pemerintah mendorong agar KPK berani untuk membongkar tuntas dua perkara tersebut," tuturnya.

3. Jika ada bukti yang cukup, ancaman hukuman mati bisa diterapkan

ICW: Juliari dan Edhy Lebih Baik Dimiskinkan Ketimbang Dihukum MatiPlt Jubir Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri (Dok. Humas KPK)

Plt Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, dalam UU Tipikor Pasal 2 ayat 2 memang hukuman mati bisa diterapkan. Namun untuk menuntut hukuman mati, seluruh unsur Pasal 2 ayat 1 juga harus terpenuhi.

"Penanganan perkara oleh KPK dalam perkara dugaan suap benur di KKP dan bansos di Kemensos, saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup," ujar Ali saat dikonfirmasi, hari ini.

Ali menjelaskan, seluruh perkara hasil tangkap tangan yang dilakukan KPK diawali dengan penerapan pasal-pasal terkait dugaan suap. Dia tak memungkiri, Pasal 2 atau 3 UU Tipikor bahkan TPPU, bisa diterapkan selama ada bukti yang kuat.

"Kami tegaskan, tentu sejauh ditemukan bukti-bukti permulaan yang cukup untuk penerapan seluruh unsur pasal-pasal dimaksud," ucapnya.

"Kami memastikan, perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," katanya lagi.

4. Ini alasan Juliari dan Edhy dinilai layak dihukum mati

ICW: Juliari dan Edhy Lebih Baik Dimiskinkan Ketimbang Dihukum Mati(Wamenkumham), Edward Omar Syarief Hiariej) ANTARA FOTO/Aprilia Akbar

Sebelumnya, Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, ada dua alasan yang membuat Juliari dan Edhy layak dituntut pidana mati. Pertama, mereka melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat, yakni darurat COVID-19. Kedua, mereka melakukan kejahatan itu dalam jabatan.

Hal itu dia ungkapkan dalam Seminar Nasional 'Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakan Hukum di Masa Pandemi', yang berlangsung secara virtual di Yogyakarta, Selasa (16/2/2021).

"Bagi saya, mereka layak dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati," katanya seperti dikutip dari ANTARA.

Hukuman mati untuk pelaku korupsi tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Pasal itu menyatakan, dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

"Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi," demikin bunyi penjelasan UU Tipikor Pasal 2 ayat 2.

Juliari dan Edhy sama-sama dijerat dengan pasal suap. Juliari terkait kasus suap bansos COVID-19, sedangkan Edhy terkait kasus suap izin ekspor benih lobster.

Baca Juga: Agus Rahardjo: Hukuman Mati untuk Juliari dan Edhy Bisa Diterapkan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya