ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan Dalami

Ada tiga jaksa penyidik yang dilaporkan ICW

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simanjuntak mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), terkait dugaan pelanggaran kode etik jaksa.

ICW diketahui melaporkan tiga jaksa penyidik, yang menangani kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus buron kelas kakap, Joko Tjandra.

"Kami akan mendalami dan menelaah dulu substansi laporan tersebut," kata Barita kepada IDN Times, Rabu (14/10/2020).

Baca Juga: Persatuan Jaksa Indonesia Ogah Kasih Bantuan Hukum ke Jaksa Pinangki

1. Komjak bakal meminta keterangan dari ICW

ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan DalamiPeneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Barita mengatakan, rencana selanjutnya Komjak bakal memanggil perwakilan ICW,  guna meminta keterangan lebih detail mengenai apa yang dilaporkan lembaga masyarakat pemantau korupsi itu.

"Karena saat ini kasus tersebut juga sudah berjalan di pengadilan, kami akan ikuti dan monitoring perkembangan persidangannya," ucap dia.

2. Ada tiga jaksa penyidik yang dilaporkan ICW

ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan DalamiPinangki Sirna Malasari mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9/2020) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, tiga jaksa penyidik itu berinisial SA, WT, dan IP. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pelaporan tersebut.

Pertama, penyidik diduga tidak menggali kebenaran materiil berdasarkan keterangan Pinangki. Kurnia menjelaskan, pada 12 November 2019 ada pertemuan di kantor Joko Tjandra yang dihadiri Pinangki dan Rahmat.

Saat itu, berdasarkan pengakuan Pinangki, Joko Tjandra percaya begitu saja terhadap jaksa yang hanya mengemban jabatan sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung, untuk mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kalau teman-teman lihat dalam dakwaan Pinangki, disebutkan Joko Tjandra hanya melihat foto Pinangki menggunakan seragam Jaksa, maka dari itu Joko Tjandra percaya. Itu menurut kami kejanggalan yang cukup serius dalam konteks menggali kebenaran materiil," jelas Kurnia dalam konferensi pers virtual di laman Facebook Sahabat ICW, hari ini.

3. Fatwa MA hanya bisa diajukan oleh lembaga negara

ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan DalamiJaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Kurnia melanjutkan, secara kasat mata, tidak mungkin buronan kelas kakap yang melarikan diri selama 11 tahun itu, bisa langsung percaya dengan seorang jaksa yang tidak mengemban jabatan penting di Kejagung. Permohonan fatwa, kata dia, tidak bisa diajukan individu masyarakat, melainkan lembaga negara.

"Fatwa itu harus ada persetujuan dari pimpinan instansi terkait, dalam hal ini adalah Jaksa Agung. Itu juga tidak digali oleh para penyidik di Kejaksaan Agung," ucapnya.

Selain itu, para penyidik diduga tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan bidang pengawasan di Kejaksaan Agung. Di mana, berdasarkan pemberitaan media massa, Pinangki memberitahukan kepada atasannya terkait pertemuannya dengan Joko Tjandra.

"Kita tidak melihat ada upaya dari penyidik ketika perkara ini awalnya di Jaksa Muda Agung Pengawasan, berpindah ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Tidak ada pendalaman dari temuan Jaksa Agung Muda pengawasan, terkesan penyidik hanya mensandarkan bukti atau keterangan hanya dari pengakuan dari Pinangki," kata Kurnia.

4. Penyidik diduga tak mendalami pihak lain yang terlibat kasus Pinangki

ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan DalamiPinangki Sirna Malasari, mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020) (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Kurnia berujar, jaksa penyidik diduga tidak mendalami peran pihak-pihak yang selama ini sempat diisukan dalam kasus Pinangki.

"Misalnya pertama tadi saya sudah sampaikan atasan Pinangki, atasan bagian mana itu harus dijelaskan oleh penyidik. Apakah atasan hierarki di internal Kejaksaaan Agung Muda Bidang Pembinaan? Atau mungkin atasan paling tingginya yaitu Jaksa Agung?" ujar dia.

Terkait permohonan fatwa, Kurnia mempertanyakan apakah penyidik pernah mencari tahu siapa oknum intenal MA yang bekerja sama dengan Pinangki, Anita Kolopaking maupun Andi Irfan Jaya.

"Itu kan tidak pernah kita lihat. Jadi semacam ada hal yang putus dari pemeriksaan di Jaksa Agung Muda Pengawasan sampai pada hal-hal yang tertulis dalam surat dakwaan," katanya.

Selain itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, sempat membeberkan percakapan Pinangki dengan pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking, seperti 'Bapakmu' dan 'Bapakku'.

"Itu kan belum didalami oleh Kejaksaan Agung. Bahkan, sampai kelompok tersebut melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat didalami lebih lanjut," kata Kurnia.

5. Kejagung diduga tidak berkoordinasi dengan KPK

ICW Laporkan Penyidik Kasus Jaksa Pinangki, Komjak: Kami Akan DalamiIlustrasi gedung KPK. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Kurnia menuturkan, penyidik atau Kejagung sendiri diduga tidak berkoordinasi dengan KPK pada saat proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Berdasarkan Pasal 6 huruf D juncto Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019, KPK berwenang melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.

Pada 4 September 2020, KPK resmi menerbitkan surat perintah supervisi terkait kasus Pinangki. Bahkan, gelar perkara dilaksanakan di Kejagung dan KPK.

"Pertanyaan lebih lanjut, pasca gelar perkara tersebut, ketika ada niat untuk melimpahkan perkara atau istilah Kejaksaannya P21 ke Pengadilan Tipikor, apakah pernah ada koordinasi dengan KPK?" tutur Kurnia.

"Bahkan, ICW sudah menyuarakan bahwa perkara ini lebih baik ditangani oleh KPK, tetapi sudah terlambat. Karena, perkara sudah masuk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," sambungnya.

Dalam laporannya, ketiga jaksa penyidik itu diduga melanggar Pasal 5 huruf A Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Tahun 2012, tentang Kode Perilaku Jaksa.

"Kalau memang ditemukan adanya pelanggaran kode etik, maka kami mendesak agar Komisi Kejaksaan segera mengambil tindakan untuk merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung, agar terlapor dijatuhi hukuman sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia," ujar Kurnia.

Baca Juga: Bantah Dakwaan, Jaksa Pinangki Klaim Tak Kenal Jaksa Agung 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya