Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi Semanggi

Kejagung nilai putusan PTUN keliru

Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dipastikan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Burhanuddin sebelumnya dinyatakan melawan hukum karena menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono mengatakan, banding itu diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

"Saya baru dapat kabar dari JPN (Jaksa Pengacara Negara), sudah menyatakan banding 9 November (2020)," kata Hari saat dikonfirmasi, Kamis (12/11/2020).

Baca Juga: PTUN Kabulkan Gugatan Korban Semanggi, Jaksa Agung Tak Etis Menggugat

1. Banding biasanya hanya memeriksa berkas

Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi SemanggiKepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Hari menjelaskan saat ini pihaknya tengah menanti penunjukkan majelis hakim yang bertugas. Menurutnya, banding biasanya hanya akan memeriksa berkas.

"Tapi tidak menutup kemungkinan juga memanggil para pihak (terkait)," kata dia.

2. Kejagung menilai putusan PTUN keliru

Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi SemanggiDokumentasi - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Pada Rabu November 2020, PTUN mengabulkan gugatan keluarga korban tragedi Semanggi I dan II, terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung Feri Wibisono menilai, putusan PTUN tidak tepat.

"Dalam pertimbangan Hakim PTUN, kami melihat banyak sekali kekeliruan dalam putusan tersebut," katanya di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 5 November 2020.

Feri mengatakan, tindakan Burhanuddin yang menginformasikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, dipandang PTUN Jakarta sebagai tindakan konkret pemerintah. Namun, Feri menilai, ucapan Burhanuddin bukan termasuk kategori tindakan pemerintah.

Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan pemerintah berarti pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Sedangkan ucapan Jaksa Agung dalam rapat Komisi III adalah pemberian informasi, bukan suatu tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan," jelas Feri.

Feri mengatakan, tindakan Jaksa Agung yang bisa dikategorikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan antara lain terkait penanganan perkara, memproses penanganan perkara, tahapan, termasuk P19 atau P21.

"Jika pernyataan dan jawaban dalam suatu rapat kerja DPR dikategorikan sebagai tindakan penyelenggaraan pemerintahan, maka akan banyak sekali pernyataan jawaban yang merupakan objek sengketa," ucap dia.

3. Keputusan PTUN dinilai tidak berlandaskan alat bukti

Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi SemanggiIlustrasi Persidangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam pertimbangannya, hakim PTUN menyatakan Burhanuddin tidak menguraikan proses penyelidikan serta menyembunyikan fakta tragedi Semanggi I dan II. Feri pun membantah dan menuding PTUN Jakarta mengabaikan alat bukti, yakni video rekaman rapat kerja Jaksa Agung dengan Komisi III DPR.

"Dalam rekaman tersebut, jaksa agung juga sudah menjelaskan tentang proses penyelidikan, kendala dan penyebab bolak-baliknya perkara antara Kejagung- Komnas HAM," kata dia.

Feri mengklaim, dalam rekaman tersebut Burhanuddin tidak menyembunyikan fakta. Burhanuddin hanya menyampaikan informasi berdasarkan laporan khusus DPR pada 28 Juni 2001 dan 9 Juli 2001.

"Sehingga penyembunyian fakta, kebohongan, itu tidak ada apabila pengadilan melihat kepada bukti rekaman itu. Tapi PTUN Jakarta tidak mau melihat bukti rekaman itu," ujar dia.

4. Burhanuddin sebut tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat

Jaksa Agung Ajukan Banding Vonis PTUN soal Tragedi SemanggiInstagram/sumarsihmaria

Diketahui, keluarga korban tragedi Semanggi I dan II melayangkan gugatan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin ke PTUN Jakarta pada 22 Mei 2020. Gugatan diajukan bertepatan dengan 22 tahun peringatan peristiwa Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998.

Keluarga korban diwakili Maria Katarina Sumarsih, ibunda dari almarhun Realino Norma Irmawan bersama Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Ha, bersama Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II sebagai kuasa hukum.

Gugatan berawal saat rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada 16 Januari 2020. Saat itu, Burhanuddin mengatakan, tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Burhanuddin bahkan menilai, Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden, untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca Juga: Keluarga Korban Tragedi Semanggi  Menang Lawan Jaksa Agung di PTUN

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya