Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Joko Tjandra

Eksepsi Joko dinilai tak beralasan dan patut dikesampingkan

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan Joko Soegiarto Tjandra, terkait kasus dugaan penerbitan surat jalan palsu. Agenda sidang hari ini adalah replik atau tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi.

Dalam sidang tersebut, Jaksa Yeni Trimulyani meminta Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi Joko Tjandra.

"Menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Melanjutkan pemeriksaan perkara pidana atas nama terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Soegiarto alias Joko Chan bin Tjandra Kusuma. Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Yeni di PN Jakarta Timur, Jumat (23/10/2020).

1. Eksepsi Joko Tjandra dinilai tak beralasan dan patut dikesampingkan

Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Joko TjandraJoko Tjandra saat masih berstatus buronan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis (30/7/2020) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Dalam eksepsi yang dibacakan Penasihat Hukum Joko Tjandra, JPU dinilai tidak cermat, korektif, dan teliti dalam menuliskan nama Joko. JPU juga dinilai tidak menuliskan nama Joko yang sebenarnya. Menanggapi hal ini, Yeni mengatakan pihaknya tidak sependapat.

"Justru identitas yang kami tuliskan dalam surat dakwaan kami merupakan ketelitian dan kecermatan kami dalam melihat identitas dari terdakwa. Hal ini dikarenakan penulisan bin pada nama terdakwa menambah keyakinan dan kejelasan bahwa yang dihadirkan di persidangan adalah benar Joko Soegiarto Tjandra alias Joko Soegiarto alias Joe Chan, yang merupakan anak dari Tjandra Kusuma," jelas Yeni.

Selain itu, pada persidangan pertama pada Selasa 13 Oktober 2020, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini juga sudah menanyakan secara langsung tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan Joko. Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) bank Bali itu, juga diklaim sudah membenarkan identitas yang dijabarkan Jaksa.

"Dengan demikian penulisan nama lengkap, tempat tinggal dan pekerjaan terdakwa sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan tidak membuat surat dakwaan menjadi ”dapat dibatalkan”. Sehingga, eksepsi atau keberatan semacam ini tidak beralasan dan patut untuk dikesampingkan," kata Yeni.

Baca Juga: Sidang Eksepsi, Pengacara Joko Tjandra Sebut Dakwaan Jaksa Tidak Tepat

2. PN Jakarta Timur berwenang mengadili perkara Joko

Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Joko TjandraIlustrasi Joko Tjandra (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelumnya, Joko Tjandra dalam eksepsinya juga menilai PN Jakarta Timur tidak berwenang mengadili kasusnya. Hal ini karena, penentuan tempat terjadinya dugaan tindak pidana (locus delicti) dianggap tidak tepat.

Menanggapi hal ini, Yeni menjelaskan, menurut ketentuan hukum acara dikenal dua macam kompetensi atau kewenangan peradilan, yakni kewenangan absolute dan kewenangan relatif.

Kompetensi absolut berhubungan dengan lingkungan peradilan mana yang berwenang mengadili suatu persoalan hukum. Sedangkan kompetensi relatif, menyangkut kewenangan pengadilan mana dalam lingkungan peradilan, yang berwenang mengadili suatu persoalan hukum.

Yeni melanjutkan, pihaknya dalam dakwaan telah menguraikan tempat kejadian perkara. Di mana, Joko bersama Anita Kolopaking dan Brigjen Pol. Prasetijo Utomo pada 3 Juni-20 Juni 2020, melakukan dugaan tindak pidana di Mabes Polri Jalan Trunojoyo No.3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur dan Bandar Udara Supadio Pontianak.

"Atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain di daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Pontianak. Akan tetapi, Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," jelas Yeni.

Yeni menambahkan, pelimpahan perkara Joko ke PN Jakarta Timur juga sudah tepat. Hal ini karena, locus dan tempus delicti-nya, ada di wilayah hukum PN Jakarta Timur.

"Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara dimaksud, maka sejak awal setelah menerima pelimpahan perkara dimaksud, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan menetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara dimaksud," tutur Yeni.

3. Penasihat Hukum Joko Tjandra tak puas dengan replik yang dibacakan JPU

Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Joko TjandraLayar menampilkan terdakwa kasus dugaan pembuatan dokumen perjalanan palsu Djoko Tjandra saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan secara virtual di PN Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (13/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sementara, Penasihat Hukum Joko Tjandra, Soesilo Aribowo, merasa tak puas dengan tanggapan JPU. Replik yang dibacakan JPU, kata Soesilo, juga terlampau singkat.

"Kami sebenarnya kurang puas berkaitan dengan locus. Karena Pasal 84 Ayat (4) KUHAP itu gak bisa dipakai untuk persidangan yang pemilihan secara relatifnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur," katanya usai persidangan.

Soesilo meminta agar persidangan selanjutnya digelar secara langsung atau offline. Dia menilai, sidang yang selama ini digelar secara online sangat mengganggu dan merugikan pihaknya.

Namun, itu semua harus menunggu persetujuan dari Majelis Hakim. PN Jakarta Timur akan menggelar sidang selanjutnya pada Selasa 27 Oktober 2020, dengan agenda putusan sela.

"Karena tidak bisa menggali secara keseluruhan secara komprehensif dari terdakwa kepada saksi. Atau misalkan mengkonfrontir saksi dengan terdakwa. Yang ada kan hanya tanggapan-tanggapan, tidak bisa kita memberikan pertanyaan-pertanyaan atau bertanya yang faktanya sebenarnya seperti apa," ucapnya.

4. Joko Tjandra didakwa membuat surat jalan palsu

Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi Joko TjandraDok. IDN Times/MAKI dan IPW

Sebelumnya, Joko Tjandra didakwa memalsukan surat jalan palsu. Tak hanya itu, dua terdakwa lainnya yakni Brigjen Pol. Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking juga didakwa dengan hal yang sama.

Dalam perkara ini, Joko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP dan Pasal 221 KUHP. Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) bank Bali ini, diancam hukuman 5 tahun penjara.

Kemudian, Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP. Jenderal bintang satu itu diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Sedangkan Anita Kolopaking, dijerat Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan. Anita terancam hukuman penjara paling lama 6 tahun.

Baca Juga: 2 Jenderal Kasus Joko Tjandra Dijamu, Komjak Panggil Kajari Jaksel

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya