Jubir Jokowi: Demokrasi seperti Kuburan kalau Tidak Ada Kritik

Pemerintah tegaskan tidak pernah menangkap kritikus

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan pemerintah khususnya Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, mempersilahkan rakyat untuk aktif mengkritik. Menurutnya, tanpa kritik, maka tidak akan ada demokrasi.

Hal itu diungkapkan Fadjroel dalam acara Ngobrol Seru yang bertajuk 'Revisi UU ITE, Akankah Beri Keadilan?' yang disiarkan IDN Times, Jumat (19/2/2021).

"Kritik itu jantungnya demokrasi. Demokrasi kita seperti kuburan kalo tidak ada kritik, jadi jangan takut mengkritik," kata Fadjroel.

Baca Juga: Gegara UU ITE, Masyarakat Ogah Kritik Pemerintah

1. Peningkatan pemakai internet diklaim jadi penyebab banyaknya kasus UU ITE

Jubir Jokowi: Demokrasi seperti Kuburan kalau Tidak Ada KritikIDN Times/Arief Rahmat

Fadjroel menjelaskan, UU ITE diteken oleh mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 April 2008. Jokowi kala itu menjadi salah satu orang yang berinisiatif membuat usulan untuk perubahan pertama, yang kini dikenal dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2016.

Namun dalam perjalanannya, muncul banyak masalah. Selama 2008 hingga 2014, Fadjroel mengklaim ada 72 kasus terkait UU ITE. Contohnya kasus Prita Mulyasari, hingga kasus Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok pada 2016.

"Nah dari 2015 sampai 2020 ada 251 kasus. Kenapa? Karena menurut kami 2008 sampai 2014 itu pengguna internet di Indonesia baru 385,1 juta, kemudian 2014 sampai sekarang itu naik 113,15 persen, (menjadi) 820,83 juta," katanya.

"Jadi, ada peningkatan juga pada pemakaian internet. Sehingga, kasusnya pun saling adu antara masyarakat memakai UU ITE," sambungnya.

2. Kurangnya literasi digital jadi penyebab banyak orang terjerat UU ITE

Jubir Jokowi: Demokrasi seperti Kuburan kalau Tidak Ada KritikIDN Times/Arief Rahmat Sumber : Berbagai Sumber

Fadjroel menilai, kurangnya literasi digital masyarakat juga menjadi penyebab mengapa banyak orang yang terjerat UU ITE. "Jadi literasi hukum penting, literasi digital penting, literasi hak asasi manusia penting. Sehingga, kita terus bersama-sama memperdalam dan memperluas demokrasi," kata dia.

Dia mengatakan literasi digital juga harus dibantu oleh pers agar masyarakat bisa ikut membuat informasi yang akurat.

"Di titik ini, media massa mesti menjadi buruh bangsa juga dalam upaya mendidik, dalam upaya kultur hukum atau habitus hukumnya. Nah, ini kalau pun ada UU (ITE) itu nanti sudah berubah, ini kompabilitasnya dengan struktur dan kultur. Ini juga khusus kita perjuangkan bersama-sama," ucap dia.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Lindungi Kebebasan Warga Sampaikan Kritik

3. Pemerintah tegaskan tidak pernah menangkap kritikus

Jubir Jokowi: Demokrasi seperti Kuburan kalau Tidak Ada KritikIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Fadjroel menuturkan, Jokowi sebelumnya juga telah meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, agar selektif menangani laporan masyarakat terkait UU ITE. Jika memang nantinya masih dinilai tak memberikan keadilan, Jokowi meminta DPR merevisi UU ITE.

"Karena di sinilah hulunya, supaya ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika dan produktif," katanya.

Lebih lanjut, ia memastikan, pemerintah tidak pernah menangkap orang yang mengkritik. "Pemerintah tidak pernah menangkap para kritikus. Tidak ada orang yang mengkritik ditangkap oleh pemerintah, kecuali di masa lalu," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Minta Masyarakat Kritik Pemerintah, Begini Reaksi JK

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya