Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 M

Ada kode 'titipan buat menteri' di suap untuk Edhy Prabowo

Jakarta, IDN Times - Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Suharjito merupakan terdakwa yang diduga menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, terkait kasus suap izin ekspor benih lobster. Suharjito pun didakwa menyuap Edhy Prabowo.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya 103 ribu dolar AS (setara Rp1.439.636.150) dan Rp706.055.440 atau setidak- tidaknya sekitar jumlah-jumlah tersebut, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Siswhandono di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Baca Juga: Profil Edhy Prabowo, Tangan Kanan Prabowo Subianto yang Ditangkap KPK

1. Suap diberikan melalui lima pihak

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MTersangka mantan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misata berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/2/2021) (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Siswhandono mengungkapkan, suap itu tidak diberikan langsung kepada Edhy. Melainkan, melalui pihak-pihak lainnya. Mereka adalah Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Edhy, serta Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy.

Kemudian, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy) dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI), sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

"Yaitu dengan maksud supaya Edhy Prabowo melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budi daya, sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor benih bening lobster  kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama," ungkap Siswhandono.

Siswhandono menjelaskan, pada 4 Mei 2020 Edhy Prabowo menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP-RI) Nomor : 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp), yang isinya antara lain mengizinkan budi daya dan ekspor BBL.

"Bahwa atas kebijakan Edhy Prabowo yang memberi izin dilakukannya budi daya dan ekspor BBL tersebut, terdakwa melalui PT DPPP berkeinginan untuk melakukan kegiatan budi daya dan ekspor BBL," jelasnya.

Pada hari yang sama, bertempat di rumah dinas Menteri KKP di Jalan Widya Chandra Nomor 26 Jakarta Selatan, Suharjito menemui Edhy dan menyampaikan keinginannya tersebut. Edhy lantas memperkenalkan Suharjito dengan Safri dan membahas terkait pengurusan permohonan izin budi daya ekspor BBL.

"Selanjutnya Safri mengarahkan terdakwa agar berkoordinasi dengan Dalendra Kardina selaku sekretaris pribadi Safri, untuk mengurus dokumen yang dibutuhkan terkait dengan izin tersebut," katanya.

2. Begini proses PT DPPP memperoleh izin ekspor benih lobster di KKP

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MDirektur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Setelah pertemuan tersebut, pada 5 Mei 2020 Suharjito menyampaikan kepada Agus Kurniyawanto selaku Manager Operasional Kapal PT DPPP, bahwa ia sudah bertemu dengan Edhy. Suharjito lalu meminta Agus berkoordinasi dengan Safri sebagaimana arahan Edhy Prabowo.

Pada 6 Mei 2020, Agus menghubungi Safri  menanyakan proses permohonan izin budi daya BBL PT DPPP. Selanjutnya, Safri mengarahkan AGUS agar menghubungi Esti Marina selaku sekretaris pribadi Andreau Misanta Pribadi terkait presentasi business plan BBL PT DPPP kepada KKP.

Selain itu, Agus juga berkoordinasi dengan Dalendra Kardina terkait pengurusan izin budi daya BBL PT DPPP dengan mengirim copy dokumen persyaratan izin budi daya BBL PT DPPP melalui WhatsApp (WA).

"Di mana Dalendra meminta agar PT DPPP mempersiapkan presentasi business plan BBL PT DPPP yang akan disampaikan di depan Tim Uji Tuntas (Due Diligence) yang akan dibentuk oleh Edhy Prabowo," kata Siswhandono.

Agus kemudian melaporkan hal itu kepada Suharjito. Kemudian Suharjito memerintahkan Ardi Wijaya selaku Manager Impor dan Ekspor PT DPPP untuk menyiapkan materi paparan business plan BBL PT DPPP.

Pada 14 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan Keputusan Menteri KP-RI (Kepmen KP-RI) Nomor : 53/KEPMEN-KP/2020 tanggal 14 Mei 2020, tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster (Panulirus spp).

"Dengan menunjuk Andreau Misanta Pribadi selaku ketua dan Safri selaku wakil ketua yang bertugas antara lain memeriksa kelengkapan administrasi dan validitas dokumen yang diajukan oleh calon eksportir BBL yang akan melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri, melakukan wawancara dan me-review kelayakan usaha calon eksportir BBL, serta memberikan rekomendasi proposal usaha yang memenuhi persyaratan untuk melakukan usaha budi daya lobster," bebernya.

Baca Juga: KPK Usut Dugaan Uang Suap Ekspor Benur Mengalir ke Istri Edhy Prabowo

3. Suharjito memberikan uang komitmen Rp5 miliar agar dapat izin ekspor BBL

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021) (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Pada pertengahan Mei 2020, Ardy Wijaya dan Agus Kurniyawanto mempresentasikan business plan BBL PT DPPP melalui zoom meeting di hadapan Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

Presentasi juga dihadiri Andreau, Esti, Trian Yunanda selaku Direktur Sumber Daya Ikan/anggota Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan Dian Sukmawan selaku Sub Koordinator Kelompok Ikan Air Tawar Direktorat Produksi dan Usaha Budidaya/anggota Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

"Kesimpulan hasil presentasi tersebut adalah materi presentasi business plan BBL PT DPPP diterima dengan catatan ada yang harus direvisi," katanya.

Setelah PT DPPP merevisi business plan BBL PT DPPP, Agus Kurniyawanto mengirimkan revisi business plan BBL PT DPPP melalui WA kepada Dalendra Kardina. Dalendra kemudian melaporkannya kepada Safri.

Selanjutnya, Safri menyampaikan agar Dalendra tidak mengirimkan revisi business plan BBL PT DPPP tersebut kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, sampai menunggu arahan darinya atau Andreau.

Pada 12 Juni 2020, Suharjito memerintahkan Agus untuk menanyakan perkembangan permohonan izin budi daya BBL yang belum juga keluar dari KKP. Padahal, perusahaan lain sudah mendapatkannya. Menindaklanjuti perintah Suharjito, pada 18 Juni 2020 Agus dan Ardy menemui Dian di kantor Kementerian KKP.

Dalam pertemuan itu, Agus menanyakan apa alasan Kementerian KKP belum menerbitkan izin budi daya BBL PT DPPP. Dian lantas mengarahkan Agus dan Ardy menemui Andreau dan Safri karena tanpa persetujuan dari Andreau dan Safri izin tidak bisa keluar.

Atas perintah tersebut, pada pertengahan Juni 2020 Agus dan Ardy menemui Safri di Kantor Kementerian KKP menanyakan perkembangan perizinan budi daya BBL PT DPPP.

"Dan mendapatkan jawaban bahwa untuk mendapatkan izin dimaksud, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp5 miliar yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan. Selanjutnya Agus Kurniyawanto dan Ardy Wijaya melaporkan kepada terdakwa. Di mana, terdakwa menyanggupinya," ucap Siswhandono.

4. Ada kode 'titipan buat menteri' di suap untuk Edhy Prabowo

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MDirektur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito berada di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Pada16 Juni 2020 bertempat di Kantor Kementerian KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16, Suharjito dan Agus bertemu kembali dengan Safri. Tujuannya, agar izin budi daya BBL PT DPPP dipercepat penerbitannya.

"Dalam pertemuan itu, terdakwa kemudian menyerahkan uang kepada Safri sejumlah USD 77 ribu dolar AS sambil mengatakan 'ini titipan buat menteri'. Selanjutnya, Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin untuk disampaikan kepada Edhy Prabowo," ucap Siswandono.

Pada 17 Juni 2020, Safri memerintahkan Dalendra melanjutkan proses permohonan izin budi daya BBL dari PT DPPP ke tahapan berikutnya, guna diverifikasi dan identifikasi oleh tim verifikator perikanan budi daya dan karantina. Hasil verifikasi berupa berita acara verifikasi kemudian dilaporkan kepada Safri dan Andreau, guna proses penerbitan izin budi daya PT DPPP tersebut.

Pada 26 Juni 2020 Kementerian KKP menerbitkan izin budi daya BBL berupa surat penetapan pembudi daya lobster atas nama PT DPPP yang ditandatangani oleh Slamet Subjakto, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya.

Pada 6 Juli 2020, Kementerian KKP menerbitkan izin ekspor BBL berupa surat penetapan calon eksportir BBL atas nama PT DPPP yang ditandatangani oleh Zulfikar Mochtar, selaku Dirjen Perikanan Tangkap.

"Bahwa terkait dengan ekspor BBL, pada sekira bulan April 2020, Amiril Mukminin atas permintaan Edhy Prabowo menyampaikan kepada Deden Deni Purnama selaku Direktur PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI), bahwa Kementerian KKP membutuhkan perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang akan digunakan untuk
project ekspor BBL," katanya.

Deden Deni kemudian menyampaikan kepada Siswadhi Pranoto Loe selaku pemilik PT PLI, jika Amiril Mukminin membutuhkan perusahaan untuk pengiriman jasa kargo ekspor BBL.

Siswadhi melalui Deden lantas menawarkan PT Aero Citra Kargo (PT ACK) yang juga perusahaan milik Siswadhi kepada Amiril, serta menyerahkan akta perusahaan guna dilakukan perubahan struktur kepengurusan dan komposisi kepemilikan saham.

Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin lalu mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri. Keduanya merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dan disematkan dalam struktur kepenguruan PT ACK.

Rinciannya Nursan selaku Komisaris dengan saham sebanyak 41,65 persen, Amri selaku Direktur Utama dengan saham sebanyak 40,65 persen, Yudi Surya Atmaja selaku Komisaris dengan saham sebanyak 16,7 persen, serta PT Detrans Interkargo dengan saham sebanyak 1 persen.

"Padahal senyatanya, Nursan dan Amri hanya dipinjam namanya sebagai pengurus perusahaan (nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK," ujar Siswhandono.

5. Ini proses penentuan biaya pengiriman ekspor BBL

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MMantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/12/2020) (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Setelah akta perusahaan diubah, PT ACK bekerja sama dengan PT PLI. Di mana, PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor BBL tersebut. Sedangkan PT ACK, hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan pengekspor

BBL dan menerima keuntungannya. Atas kerjasama tersebut, PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 per ekor BBL dan PT ACK menetapkan biaya sebesar Rp1.450per ekor BBL.

"Sehingga, biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp1.800 per ekor BBL. Selanjutnya biaya yang telah ditetapkan dan diterima PT ACK dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase
kepemilikan sahamnya," ungkap Siswhandono.

Pada Juli 2020, Andreau bertemu dengan Deden Deni di Kantor Kementerian KKP. Selain itu, ada perusahaan-perusahaan calon eksportir BBL yang juga turut dihadiri Agus Kurniyawanto, Ardy Wijaya dan Habrin selaku Kepala Karantina Jakarta 1.

Dalam pertemuan tersebut, Deden memaparkan persyaratan dokumen untuk ekspor BBL, prosedur pengurusan dokumen ekspor BBL dan pengiriman kargo ekspor BBL yang menggunakan PT ACK dengan biaya kargo Rp1.800 per ekor BBL.

Pada 11 Agustus 2020, Amiril Mukminin meminta DEDEN mengubah komposisi pemegang saham PT ACK dikarenakan Nursan meninggal dunia. Amiril mengajukan nama Achmad Bachtiar yang juga sebagai nominee.

Sejak September hingga November 2020, PT DPPP telah mengekspor BBL ke Vietnam sebanyak 642.684 ekor dengan menggunakan jasa kargo PT ACK. Biaya seluruhnya, dikeluarkan PT DPPP yang dikirim melalui transfer kepada PT ACK melalui bank BCA Cabang KCP Pondok Gede Plaza Bekasi senilai Rp940.404.888.

Setelah dipotong pajak dan biaya materai, kemudian diberikan kepada PT PLI sebesar Rp224.933.400 sebagai bagian dari kerja sama PT ACK dan PT PLI.

"Sehingga, uang yang diterima oleh PT
ACK adalah sejumlah Rp706.055.440," kata Siswhandono.

6. Uang yang diduga suap digunakan untuk keperluan Edhy dan istrinya

Kasus Izin Ekspor Benur, Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo Rp2,1 MAnggota DPR Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi(tengah) menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/12/2020) (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pada 8 Oktober 2020 bertempat di ruang kerja Safri di Kantor Kementerian KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16, Suharjito dan Agus Kurniyawanto memberikan uang senilai 26 ribu dolar AS kepada Safri untuk memenuhi kekurangan uang komitmen  perizinan budi daya dan ekspor BBL PT DPPP.

Pada Juli 2020 sampai dengan November 2020 bertempat di Kantor PT ACK di Ruko Great Western Resort Blok AA 2 Nomor 22 Kota Tangerang, Nini selaku Finance PT ACK setiap satu bulan sekali
membagikan uang yang diterima dari Suharjito dan perusahaan- perusahaan eksportir BBL lainnya.

Uang diberikan secara bertahap melalui transfer kepadap emilik saham PT ACK seolah-olah sebagai dividen.

"Yaitu Achmad Bachtiar dengan total sebesar Rp12.312.793.625 melalui bank BNI nomor Rekening 0983082815, Amri dengan total sebesar Rp12.312.793.625 melalui bank BNI Nomor rekening 0983086161, Yudi Surya Atmaja dengan total sebesar Rp5.047.074.000 melalui bank BCA Nomor rekening 7090055083," beber dia.

Uang-uang itu, kata Siswhandono, dikelola oleh Amiril Mukminin dan diketahui oleh Edhy Prabowo. Selanjutnya, Amiril mengirimkan uang tersebut ke rekening BNI atas nama Ainul Faqih ke nomor rekening 917678599. "Dan kemudian Ainul Faqih menggunakan uang tersebut sesuai dengan arahan Amiril Mukminin untuk kepentingan Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi," katanya.

Atas perbuatannya, Suharjito dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Suharjito terancam hukuman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. Atas dakwaan tersebut, Suharjito tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis, 18 Februari 2021.

Baca Juga: Dalami Mahar Izin Ekspor Benur, KPK Periksa Penyuap Edhy Prabowo

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya