Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang Diperiksa

Kasus ini naik ke proses penyidikan

Jakarta, IDN Times - Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Ferdy Sambo mengatakan, pihaknya terus mendalami kasus dugaan perbudakan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 milik Tiongkok. Hari ini, Imigrasi dari Tanjung Priok dan Pemalang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan secara virtual.

"Melakukan gelar perkara guna menaikkan status perkara. Dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan dengan membuat LP (laporan polisi) model A," kata Sambo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (12/5).

Baca Juga: Menlu Retno Temukan Dugaan Pelanggaran HAM pada WNI ABK Kapal Tiongkok

1. Sebanyak 14 ABK mendapatkan paspor dari dua kantor Imigrasi

Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang DiperiksaABK Kapal Tiongkok ditelepon Menlu Retno Marsudi (Tangkap Layar Video Dubes RI di Korsel, Umar Hadi)

Pada Jumat (8/5) lalu, 14 ABK WNI yang diduga dieksploitasi di Kapal Tiongkok kembali ke Tanah Air. Setibanya mereka langsung menjalani karantina dan diperiksa secara virtual. Hasilnya, diketahui mereka mendapatkan paspor dari dua Imigrasi tersebut.

"Imigrasi Pemalang 10 paspor dan Tanjung Priok empat paspor," katanya.

2. Perekrut tenaga kerja ABK dilaporkan

Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang Diperiksa(Salah satu ABK Long Xing 629 Ari) Istimewa

Salah satu pendiri dari Margono-Surya and Partners (MSP), David Surya, sebelumnya melaporkan kasus terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana perlindungan pekerja migran di kapal Long Xing 629.

"Jadi kita melaporkan perekrut tenaga kerjanya di sini (Indonesia). Almarhum kan direkrut oleh salah satu perusahaan di sini untuk dikirim ke kapal. Nah, kami sudah mempelajari perjanjian kerja lautnya," ujar David saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (8/5).

3. Sudah berkomunikasi dengan pengacara publik di Korea Selatan

Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang DiperiksaJenazah ABK Indonesia di atas kapal Tiongkok hendak dilarung (Youtube/MBC News Korsel)

David menjelaskan, pada 30 April 2020 lalu, dia dihubungi oleh pengacara publik Korea Selatan yang bernama Jong Chul Kim dari organisasi APIL (Advocates for Public Interest Law). Jong Chul kala itu, berkonsultasi kepada MSP mengenai tragedi tewasnya empat ABK asal WNI yang bekerja di kapal Long Xing 629.

"Tiga ABK meninggal dan dilarung jenazahnya di perairan Samoa. Dan satu meninggal di Korea Selatan setelah almarhum pindah kapal dan pergi ke rumah sakit," jelas David.

Jong Chul, kata David, mengirimkan Perjanjian Kerja Laut dari almarhum Effendi Pasaribu melalui email. David kemudian memberikan pendapatnya dari aspek hukum internasional seperti Konvensi ILO mengenai seafarer dan seaman, serta hukum nasional Indonesia.

"Saya menilai, ini ada kesalahan dari hukum internasional dan ada kesalahan dalam hukum nasional," katanya.

"Saya melaporkan sebagai saksi, jadi saya bukan kuasa hukum dari keluarga atau almarhum. Saya sebagai warga negara Indonesia yang pertama kali tahu tentang peristiwa ini dan dimintai pendapat oleh Jong Chul," ungkapnya lagi.

4. Memiliki bukti kuat untuk membantu proses penyelidikan polisi

Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang DiperiksaIlustrasi Gedung Mabes Polri (polri.go.id)

Setelah tanggal 30 April 2020, Jong Chul Kim diliput oleh MBC News Korea Selatan. Dia kemudian menyampaikan pendapatnya sebagaimana pendapat hukum yang telah disampaikan David.

Pada Kamis (7/5) dan keesokan harinya, David kembali dihubungi oleh Jong Chul Kim, salah satu pengacara dari Law Firm di Korea Selatan yang mewakili SPPI. Saat ini, investigasi di Korea Selatan sedang berlangsung.

"Saya tadi juga memberikan bukti permulaan yang polisi belum punya. Itu berupa Perjanjian Kerja Laut atas nama alm. Effendi Pasaribu, email saya dengan Jong Chul, dan law firm di Korea," jelasnya.

Saat ditanyai apakah perekrut ABK itu dari perusahaan PT. Lakemba Perkasa Bahari, David tak menyangkalnya. Namun, dia menegaskan, proses penyelidikan ada di Polri.

"Saya gak bisa konfirmasi, tapi saya tidak bisa menyangkal," ucapnya.

5. Ada beberapa dugaan pelanggaran yang dilaporkan

Kasus Perbudakan ABK, Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang Diperiksa(Ilustrasi kapal) IDN Times/Sukma Shakti

Dalam kasus ini, David melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran. Pertama, dugaan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007.

Kemudian, ada beberapa tindak pidana perlindungan pekerja migran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017. Menurutnya,
Perjanjian Kerja Laut (PKL) almarhum dibuat secara bertentangan dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 42/2016, antara lain Pasal 11 ayat 1.

"Karena, PKL tersebut sepertinya belum diperiksa oleh perwakilan negara Indonesia di Tiongkok," jelasnya.

Kedua, upah almarhum dalam PKL disebutkan sebesar USD 300 dolar per bulan, dengan uraian yang dikirim kepada keluarga USD 150, USD 100 disimpan oleh Delian atau pemilik kapal Long Xing dan USD 50 diambil di atas kapal setelah kapal sandar.

"Kemudian, ada jaminan sebesar USD 800 yang harus dibayarkan almarhum kepada recruitment agency di Indonesia," kata David.

Tak cukup hanya itu, ada biaya USD 600 yang harus dikurangi dari upah almarhum. Hal itu untuk membayar penggantian biaya dokumen kepada agen rekrutmen di Indonesia.

"Selain itu, ada ancaman denda sebesar USD 1.600 jika berhenti kerja dan USD 5.000 jika almarhum pindah kapal," tuturnya.

Baca Juga: Meninggal di Kapal Longxing 629, Jenazah TKI Asal Tapteng Dikebumikan

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya