Keberatan dengan Dakwaan, Joko Tjandra Ajukan Eksepsi Pekan Depan

Brigjen Prasetijo yang mengatur terbitnya surat jalan palsu

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur hari ini menggelar sidang perdana terkait terbitnya kasus surat jalan palsu yang menjerat Joko Soegiarto Tjandra, Anita Kolopaking, dan eks Kepala Biro Korwas PPNS Polri, Brigjen Pol. Prasetijo Utomo.

Ketiga terdakwa tidak dihadirkan langsung di pengadilan. Mereka berada di tahanan dan menjalani sidang secara virtual. Jaksa Penuntut Umum (JPU) lebih dulu membacakan dakwaan Joko. Pihak Joko pun akan mengajukan nota keberatan atas dakwaan Jaksa.

"Kami akan mengajukan keberatan atau eksepsi 1 minggu ke depan. Eksepsi itu adalah keberatan yang poin-poinnya nantilah tentunya ketika eksepsi kami ajukan," kata kuasa hukum Joko Tjandra, Soesilo Aribowo di PN Jakarta Timur, Selasa (13/10/2020).

1. Awal mula munculnya rencana pembuatan surat jalan palsu

Keberatan dengan Dakwaan, Joko Tjandra Ajukan Eksepsi Pekan DepanDjoko Tjandra. (ANTARA FOTO/Maha Eka Swasta dan MAKI)

Jaksa Yeni Trimulyani menjelaskan, terbitnya surat jalan palsu bermula karena Joko tak ingin keberadaannya diketahui di Indonesia dan takut ditangkap. Hal ini karena pada April 2020 lalu, Joko mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke PN Jakarta Selatan melalui kuasa hukumnya, Anita Kolopaking.

Namun, PK itu ditolak karena Joko tak kunjung hadir.

"Selain itu, dengan kondisi adanya pandemik COVID-19 yang mengharuskan beberapa persyaratan jika akan melakukan penerbangan melalui Bandar Udara di Indonesia, yaitu harus dilengkapinya dengan syarat tertulis berupa surat hasil pemeriksaan bebas COVID-19 dan surat pernyataan kesehatan. Maka, terdakwa Joko Soegiarto Tjandra meminta saksi Anita Dewi A. Kolopaking untuk mengatur segala urusannya, termasuk mengatur kedatangan dan segala sesuatu di Jakarta," ungkap Yeni.

Baca Juga: Dua Tersangka Kasus Joko Tjandra Tidak Ditahan, Ini Alasan Polri

2. Brigjen Prasetijo yang mengatur terbitnya surat jalan palsu Joko Tjandra

Keberatan dengan Dakwaan, Joko Tjandra Ajukan Eksepsi Pekan DepanBrigjen Prasetijo Utomo (tengah). (satpolppkalteng.go.id)

Singkat cerita, Joko Tjandra meminta Anita untuk menghubungi seorang pengusaha yang juga menjadi tersangka dalam kasus penghapusan red notice bernama Tommy Sumardi. Tommy dipercaya Joko bisa mengurus kedatangannya ke Indonesia. Joko kala itu masih berada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Tommy ternyata sudah lebih dulu mengenal Brigjen Prasetijo Utomo. Lantas, Tommy memperkenalkan Anita kepada Prasetijo. Di sana, Anita menjelaskan permasalahan hukum yang tengah dihadapi Joko Tjandra. Pertemuan Anita dan Prasetijo berlangsung di Lantai 12 Kantor Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada 29 April 2020.

Pada 24 Mei 2020, Joko kembali menghubungi Anita dan mengatakan akan kembali ke Jakarta. Anita lantas menghubungi Prasetijo untuk meminta agar ada anggota polisi di Pontianak membantu dan menemani Joko mencari rumah sakit. Hal itu guna kepentingan surat bebas COVID-19 dan surat keterangan kesehatan. Saat Anita menanyakan kejelasan perihal itu, Brigjen Prasetijo justru menjawab demikian.

"Udahlah nanti kita siapin aja," ujar Jaksa Yeni mencontohkan perkataan Prasetijo.

"Siapin apa pak?" tanya Anita.

"Udah kita aja yang keluarin untuk surat jalan dan rapid test bapak," kata Prasetijo.

Bapak yang dimaksud adalah Joko Tjandra. Prasetijo kemudian meminta Anita mengirimkan foto KTP Joko lewat WhatsApp, untuk selanjutnya membuat dokumen yang dibutuhkan terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) bank Bali itu.

3. Surat jalan palsu juga ditandatangani Prasetijo

Keberatan dengan Dakwaan, Joko Tjandra Ajukan Eksepsi Pekan DepanSurat yang menyatakan Djoko Tjandra Bekerja di Bareskrim Polri (Dok. Istimewa)

Setelah menerima foto Joko, pada 3 Juni 2020 Prasetijo memerintahkan saksi bernama Dodi Jaya untuk membuat surat jalan ke Pontianak, Kalimantan Barat, dengan keperluan bisnis tambang.

"Namun di dalam surat jalan tersebut, Brigjen Pol. Prasetijo Utomo memerintahkan saksi Dodi Jaya agar mencantumkan keperluan tersebut diganti menjadi monitoring pandemik di Pontianak dan wilayah sekitarnya," ucap Yeni.

Setelah surat selesai dibuat, Prasetijo meminta Dodi merevisinya. Dodi diminta mencoret kop surat bertuliskan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Badan Reserse Kriminal, menjadi Badan Reserse Kriminal Polri Biro Korwas PPNS.

"Untuk pejabat yang menandatangani sebelumnya, tertulis Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Dicoret dan diganti menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, termasuk nama Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo dicoret dan diganti menjadi saksi Brigjen Pol. Prasetijo Utomo. Dan pada bagian tembusan, dicoret atau tidak perlu dicantumkan tembusan," beber dia.

4. Joko Tjandra didakwa palsukan surat jalan untuk masuk ke Indonesia

Keberatan dengan Dakwaan, Joko Tjandra Ajukan Eksepsi Pekan DepanJoko Tjandra saat masih berstatus buronan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis (30/7/2020) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Prasetijo dianggap menyalahgunakan profesinya karena menerbitkan surat jalan palsu itu. Bahkan, dalam surat tersebut, identitas Anita dan dan Joko Tjandra dipalsukan. Salah satunya, nama Joko Tjandra ditulis sebagai Joko Soegiarto. Tak hanya itu, jabatan Joko dan Anita diganti sebagai konsultan di Biro Korwas Mabes Polri.

"Telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian," jelas Yeni.

"Bahwa terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mengetahui dokumen atau surat-surat berupa surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19 dan surat rekomendasi kesehatan tersebut isinya tidak benar karena bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Namun, terdakwa Joko Seogiarto Tjandra tetap menggunakan dokumen atau surat-surat tersebut sebagai persyaratan penerbangan dari Jakarta ke Pontianak dan sebaliknya dari Pontianak ke Jakarta," kata Yeni lagi.

Dalam perkara ini, Joko Tjandra disangkakan melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP dan Pasal 221 KUHP. Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) bank Bali ini, diancam hukuman 5 tahun penjara.

Kemudian, Brigjen Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP. Jenderal bintang satu itu diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Sedangkan Anita Kolopaking, dijerat Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan. Anita terancam hukuman penjara paling lama 6 tahun.

Baca Juga: Surat Jalan Palsu Joko Tjandra, Prasetijo Coret Nama Kabareskrim

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya