Kejagung Sebut PTUN Keliru Vonis Jaksa Agung Melawan Hukum

Kejaksaan Agung ajukan banding atas putusan PTUN

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Rabu, 4 November 2020, mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, terhadap Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. Di mana, majelis hakim memutuskan tindakan Burhanuddin yang menyebut Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, sebagai perbuatan melawan hukum.

Terkait hal ini, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ferry Wibisono menilai, putusan PTUN tidaklah tepat.

"Dalam pertimbangan Hakim PTUN, kami melihat banyak sekali kekeliruan dalam putusan tersebut," katanya di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2020).

Baca Juga: Keluarga Korban Tragedi Semanggi  Menang Lawan Jaksa Agung di PTUN

1. Pernyataan Jaksa Agung di Komisi III DPR bukan termasuk kategori tindakan pemerintah

Kejagung Sebut PTUN Keliru Vonis Jaksa Agung Melawan HukumANTARA FOTO/Wahyu Putro

Ferry mengatakan, pernyataan Burhanuddin di rapat kerja bersama Komisi III DPR itu, yang dipandang PTUN Jakarta sebagai tindakan konkret pemerintah, bukan termasuk kategori tindakan pemerintah. 

Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan pemerintah berarti pejabat pemerintahan yang melakukan tindakan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan.

"Sedangkan ucapan Jaksa Agung dalam rapat Komisi III adalah pemberian informasi, bukan suatu tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan," jelasnya.

Ferry mengatakan, tindakan Jaksa Agung yang bisa dikategorikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan antara lain terkait penanganan perkara, memproses penanganan perkara, tahapan, termasuk P19 atau P21.

"Jika pernyataan dan jawaban dalam suatu rapat kerja DPR dikategorikan sebagai tindakan penyelenggaraan pemerintahan, maka akan banyak sekali pernyataan jawaban yang merupakan objek sengketa," ucap Ferry.

2. Keputusan PTUN dinilai tidak berlandaskan alat bukti

Kejagung Sebut PTUN Keliru Vonis Jaksa Agung Melawan HukumIlustrasi sidang di pengadilan, IDN Times/ istimewa

Dalam pertimbangannya, hakim PTUN menyatakan Burhanuddin tidak menguraikan proses penyelidikan serta menyembunyikan fakta peristiwa Semanggi I dan II. Ferry pun membantah dan menuding PTUN Jakarta mengabaikan alat bukti, yakni video rekaman rapat kerja Jaksa Agung dengan Komisi III DPR.

"Dalam rekaman tersebut, Jaksa Agung juga sudah menjelaskan tentang proses penyelidikan, kendala dan penyebab bolak-baliknya perkara antara Kejagung- Komnas HAM," katanya.

Ferry mengklaim, dalam rekaman tersebut Burhanuddin tidak menyembunyikan fakta. Burhanuddin hanya menyampaikan informasi berdasarkan laporan khusus DPR pada 28 Juni 2001 dan 9 Juli 2001.

"Sehingga penyembunyian fakta, kebohongan, itu tidak ada apabila pengadilan melihat kepada bukti rekaman itu. Tapi, PTUN Jakarta tidak mau melihat bukti rekaman itu," ujar dia.

Ferry kembali menegaskan, berdasarkan hal-hal yang ia jabarkan, putusan PTUN Jakarta yang menyatakan perbuatan Jaksa Agung melawan hukum, tidaklah benar.

"Dan kami harus melakukan banding atas suatu putusan yang tidak berdasarkan kepada hukum acara yang seharusnya dilakukan," tuturnya.

3. Pakar hukum nilai tidak etis jika Jaksa Agung ajukan banding

Kejagung Sebut PTUN Keliru Vonis Jaksa Agung Melawan HukumDokumentasi - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Jaksa Agung memang bisa melakukan upaya hukum atas putusan PTUN. Upaya hukum itu berupa banding yang diajukan ke tingkat lebih tinggi yaitu Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta.

"Namun tidak etis jika Jaksa Agung mengajukan banding. Karena, Kejaksaan sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang berada di ranah eksekutif dan gajinya dibayar oleh uang rakyat," kata Fickar kepada IDN Times, hari ini.

Sebelumnya pada Rabu 4 November kemarin, dalam putusan yang diunggah di halaman ptun.jakarta.go.id, majelis hakim PTUN memutuskan tindakan Burhanuddin sebagai perbuatan melawan hukum.

Majelis hakim PTUN yang diketuai oleh Andi Muh. Ali Rahman pun mewajibkan Burhanuddin membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II. Selain itu, Burhanuddin harus membayar biaya perkara sebesar Rp285 ribu.

"Maka seharusnya (Jaksa Agung) melaksanakan putusan PTUN Jakarta sebagai bagian pelayanan pada masyarakat yang membayar gajinya," ucap  Andi.

Fickar berujar, Komnas HAM sebagai penyelidik telah menyatakan ada pelanggaran HAM berat dari peristiwa itu. Sebagai penyidik, Kejaksaan kata Fickar, harus menindaklanjuti laporan dari Komnas HAM.

"Jika Kejaksaan menghentikan pelanggaran HAM Semanggi, maka langkah ini bisa ditafsirkan sebagai pengkhianatan terhadap rakyat yang harus dilayaninya sebagai aparatur negara," ujar Fickar.

4. Jaksa Agung sebut peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat

Kejagung Sebut PTUN Keliru Vonis Jaksa Agung Melawan HukumInstagram/sumarsihmaria

Diketahui, keluarga korban Semanggi I dan II melayangkan gugatan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin ke PTUN Jakarta pada 22 Mei 2020. Gugatan diajukan bertepatan dengan 22 tahun peringatan peristiwa Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998 silam.

Keluarga korban diwakili oleh Maria Katarina Sumarsih, ibunda dari almarhun Realino Norma Irmawan bersama Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Ha, bersama Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II sebagai kuasa hukum.

Gugatan berawal saat rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung pada 16 Januari 2020. Saat itu Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Burhanuddin bahkan menilai, Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden, untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Baca Juga: Pusham UII: Jaksa Agung Tak Punya Kewenangan Putuskan Kasus Semanggi 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya