Ketua Komisi A DPRD DKI Usul PSBB Diperpanjang Hingga 18 Juni, Kenapa?

PSBB di DKI diperpanjang dengan menerapkan masa transisi

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono mengatakan, meski Jakarta memasuki masa transisi pemberlakuan new normal atau normal baru, pemerintah harus memperhatikan dampak dari momen lebaran Idulfitri.

Menurutnya, Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah urban tempat berkumpulnya para pendatang dari berbagai daerah. Jika lengah, bukan tidak mungkin kurva COVID-19 akan menanjak kembali.

"Menurut pandangan saya, PSBB harus dilanjutkan saja selama periode 2 minggu ke depan, sampai dengan 18 Juni 2020. Perpanjangan PSBB harus dilakukan dengan pengawasan yang lebih ketat," jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/6).

1. Pemprov DKI juga harus fokus mencegah penyebaran COVID-19 di transportasi umum

Ketua Komisi A DPRD DKI Usul PSBB Diperpanjang Hingga 18 Juni, Kenapa?Jakarta berstatus PSBB. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pemprov DKI juga harus mencegah penyebaran wabah COVlD-19 di tempat kerja dan sarana transportasi umum oleh pekerja komuter dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

"Setelah permasalahan ini dapat kita identifikasi dan dikendalikan, barulah kita bisa berbicara untuk melakukan pelonggaran atau relaksasi pemberlakukan PSBB," jelasnya.

2. Persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan PSBL di tingkat RW

Ketua Komisi A DPRD DKI Usul PSBB Diperpanjang Hingga 18 Juni, Kenapa?Ilustrasi penerapan new normal di restoran (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Baca Juga: Susul DKI Jakarta Kota Bogor Perpanjang PSBB 1 Bulan, Apa Alasannya?

Mujiyono menjelaskan, salah satu fase transisi penting menuju new normal adalah Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) di tingkat RW. PSBL di tingkat RW, akan efektif dijalankan apabila Pemprov DKI dapat mengendalikan penularan COVID-19 baru, yang berasal dari luar wilayah Provinsi DKI Jakarta.

"Selama penyebaran antar wilayah belum dapat dikendalikan, maka jumlah RW Zona Merah akan terus bertambah dan Pelaksaaan PSBL tidak akan efektif dilaksanakan," jelas Mujiyono.

Berikut ini hal yang harus dipersiapkan Pemprov DKI menurut Mujiyono, sebelum PSBL diterapkan.

Pertama, pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus dapat mengendalikan dampak penularan wabah COVID-19 yang berasal dari luar daerah.

Kelurahan dengan melibatkan RT/RW melakukan pemantauan para pemudik yang kembali ke Jakarta. baik yang ber-KTP DKI Jakarta mau pun Non-KTP DKI Jakarta. Untuk memudahkan pemantauan, di setiap rumah warga yang mudik dipasang stiker yang menyatakan bahwa rumah tangga tersebut berada dalam status pengawasan.

Selain itu, seluruh anggota keluarga di rumah tersebut diwaiibkan untuk menjalani test PCR/TCM. Selama menunggu hasil tes, dilakukan karantina mandiri. Mengingat bahwa tidak semua rumah warga layak dijadikan sebagai tempat karantina mandiri, maka perlu dipersiapkan aset atau gedung pemerintah sebagai tempat karantina mandiri warga yang melakukan mudik lebaran.

Kedua, pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus dapat mengendalikan dampak penularan COVID-19 di tempat kerja dan pada sarana transportasi komuter.

Hal ini penting dilakukan untuk mencegah terbentukanya cluster baru yang bersumber dari penularan di tempat kerja dan sarana transportasi publik. Karena, ada begitu banyak pekerja yang berasal dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang bekerja di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menugaskan Dinas Tenaga Keria dan Transmigrasi untuk meminta seluruh perusahaan untuk mendata pegawai atau karyawannya yang melakukan mudik lebaran dan melakukan tes PCR/TCM kepada karyawan tersebut sebelum dapat beraktivitas kembali.

Selama hasil tes belum dapat mengkonfirmasi status kesehatan pegawai atau karyawan tersebut, maka dilakukan karantina mandiri di rumah dan tidak diperbolehkan beraktivitas di kantor. Setiap perusahaan waiib melakukan pengawasan terhadap kesehatan karyawan/pegawainya dan melaporkan secara berkala kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu menyiapkan hotline khusus yang menangani pengaduan warga yang dipaksa untuk masuk kantor oleh pemilik tempat kerjanya, selama yang bersangkutan menjalani proses karantina mandiri.

Tidak hanya terhadap perusahaan swasta, protokol tersebut harus diterapkan bagi semua instansi pemerintah pusaut atau daerah yang bertempat dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Selain itu, pada sarana-sarana transportasi publik yang menjadi pintu masuk ke Jakarta seperti Bandara, terminal bus AKAP Pulo Gebang, Stasiun KRL antar Kota dan KRL Jabodetabek, perlu lebih diperketat penerapan protokol kesehatannya. Seperti penerapan physical distancing, pemeriksaan kesehatan dan melakukan tes COVID-19 secara massif.

Selain itu, kebiiakan ganjiI-genap tetap ditiadakan untuk mengurangi jumlah orang yang menggunakan transportasi umum ke tempat kerja.

Ketiga,  setelah kedua hal di atas dapat diialankan dengan baik, selama masa perpanjangan PSBB 5-18 Juni 2020, maka secara simultan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menyiapkan berbagai protokol kesehatan baru dan melakukan sosialisasi secara massif dalam rangka menyiapkan new normal.

Seperti Protokol Kesehatan di tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, pusat aktivitas ekonomi dan protokol kesehatan pada sarana atau prasarana umum. Protokol kesehatan yang baru tersebut dapat diadopsi dari beberapa negara lain yang telah sukses mengendalikan penularan COVID-19.

Keempat, Kapasitas sistem kesehatan di DKI Jakarta perlu lebih ditingkatkan lagi, terutama terkait dengan Ruang ICU, Perlengkapan dan Peralatan Medis (Ventilator, APD, dan sebagainya), dan Tenaga Medis. Saat ini, jumlah dari ruang ICU, Ventilator dan Tenaga Medis di Ruang ICU masihauh dari cukup untuk menangani COVID-19.

Bahkan, saat sebelum wabah COVID-19, kapasitas ruang ICU masih belum mencukupi. Refocussing APBD ke-4 dapat diprioritaskan dalam rangka meningkatkan kapasitas public health system readiness di Provinsi DKI Jakarta.

Kelima, kemampuan untuk melakukan tes PCR/TCM dan contact tracing harus ditingkatkan lagi. Dengan adanya tes yang dilakukan secara masif, maka dapat diketahui kondisi yang sebenarnya dari penyebaran COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. Bisa jadi, dengan semakin masifnya tes yang dilakukan, jumlah RW yang termasuk zona merah melebihi 62 RW yang saat ini diidentifikasi sebagai zona merah COVlD-19.

3. Hal yang harus diperhatikan jika PSBL di tingkat RW diberlakukan

Ketua Komisi A DPRD DKI Usul PSBB Diperpanjang Hingga 18 Juni, Kenapa?ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Mujiyono melanjutkan, jika nantinya PSBL diberlakukan, pada RW zona merah harus dilakukan pembatasan aktivitas secara ketat. Hal ini untuk mencegah penyebaran COVID-19 menyebar ke RW lain (zona kuning dan hiiau).

"Pembatasan dapat dilakukan dengan lockdown lokal. Selama masa lockdown tersebut, diberikan bantuan sosial yang memadai bagi seluruh warga yang bermukim di RW zona merah tersebut," ujarnya.

Pada RW zona merah tersebut, penanganan pasien COVID-19, baik yang dinyatakan positif, ODP, PDP, atau pun OTG harus dilakukan secara maksimal dengan menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai.

"Seperti Rumah Sakit Darurat (memanfaatkan aset Pemprov) dan ruang untuk karantina mandiri (gedung atau bilik isolasi. Karena, tidak semua rumah warga layak untuk dijadikan tempat karantina mandiri," jelasnya.

Kemudian, dengan melokalisir penanganan COVID-19 di tingkat RW, maka Pemprov DKI Jakarta dapat lebih fokus mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dan dapat efektif mengendalikan penyebaran wabah COVlD-19. Untuk RW yang harus menerapkan PSBL, nantinya perlu adanya dukungan dari Dinas Tenaga Kerja dan Energi.

"Terkait jaminan warga di wilayah yang menerapkan PSBL, untuk tidak boleh dilakukan pemutusan kerja. Karena, harus stay at home selama 14 hari (masa karantina lokal)," ungkapnya.

4. Setelah semua diterapkan, fase new normal baru bisa dijalankan

Ketua Komisi A DPRD DKI Usul PSBB Diperpanjang Hingga 18 Juni, Kenapa?ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Anggota Fraksi Partai Demokrat ini mengatakan, jika PSBB dan PSBL menunjukkan hasil yang baik dan menurunkan jumlah kasus positif COVID-19, maka DKI Jakarta siap menjalankan fase new normal.

Dalam pelaksanaan new normal, lanjutnya, perlu adanya pemilahan yang jelas terhadap siapa saja yang boleh beraktivitas di luar rumah dan siapa yang masih harus bekerja dari rumah (WFH). Pekerja dengan usia kurang dan 50 tahun dan tidak memiliki penyakit tidak menular (PTM) kronis, dapat bekerja di kantor dengan menerapkan protokol COVID-19 secara ketat.

"Sedangkan untuk pekerja yang termasuk dalam kategori orang lanjut usia dan orang dengan kondisi medis tertentu, misalnya orang yang menderita penyakit tidak menular (PTM) kronis, harus tetap bekeria dari rumah," tuturnya.

Mujiyono menambahkan, untuk anak sekolah, masih harus diberlakukan sekolah di rumah. Hal ini karena, akan sulit memaksakan penerapan protokol kesehatan yang ketat pada usia anak.

"Namun Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta harus dapat menyesuaikan kurikulum dan materi pelajaran untuk sekolah di rumah yang lebih mudah dipahami oleh siswa dan menyiapkan materi untuk peserta didik yang tidak memiliki sarana pembelajaran secara online," tutupnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang aturan PSBB untuk yang keempat kalinya. Hal ini karena, kasus positif COVID-19 di wilayah DKI masih terbilang tinggi. 

Baca Juga: [BREAKING] Anies Baswedan Perpanjang PSBB DKI Jakarta

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya