Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU Kejaksaan

RUU Kejaksaan diklaim untuk menguatkan lembaga

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan DPR RI sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Prolegnas Prioritas 2020. Hal itu dibahas saat Rapat Kerja Baleg DPR bersama Pemerintah dan DPD pada awal Juli 2020 lalu.

Pada Senin, 3 Agustus 2020, Wakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi mengungkapkan, arah pengaturan RUU Kejaksaan berfokus pada upaya penguatan kelembagaan yang merdeka, termasuk di dalamnya penguatan tugas dan wewenang Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa.

"Kurang optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan terkait kedudukan Kejaksaan dan Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Untung, sewaktu Rapat Penyusunan Naskah Akademik RUU Kejaksaan bersama BPHN, di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin 3 Agustus 2020.

UU Nomor 16 Tahun 2004 dinilai memiliki kekurangan. RUU Kejaksaan dipandang perlu segera disusun. Namun, sejumlah pihak menilai RUU itu berpotensi membuat wewenang Kejaksaan berlebih. Lantas, apa saja pasal yang diubah dalam UU tersebut ?

1. Pengertian umun Kejaksaan

Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU KejaksaanWakil Jaksa Agung, Setia Untung Arimuladi (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang- Undang ini untuk melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  3. Proses Penuntutan adalah serangkaian tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pelimpahan dan persidangan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan, dan tindakan hukum lainnya seperti penelusuran, pelacakan, perampasan dan pemulihan aset, ekstradisi, dan bantuan hukum timbal balik, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
  4. Jaksa adalah suatu profesi yang memiliki tugas dan wewenang yang bersifat keahlian teknis di bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, di bidang ketertiban dan ketentraman umum, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kerja sama hukum internasional, dan di bidang mahkamah konstitusi serta tugas-tugas lain berdasarkan undang-undang.

Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut Kejaksaan adalah badan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di bidang eksekutif yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
  2. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  3. Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan.

Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

  1. Kejaksaan Agung berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
  2. Kejaksaan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.
  3. Kejaksaan negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dengan yurisdiksi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung.

Baca Juga: Satu Pasal di RUU Kejaksaan Jadi Sorotan Baleg DPR

2. Susunan Kejaksaan

Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU KejaksaanKeadaan Gedung Kejaksaan Agung Setelah Semalaman Dilalah Api pada Sabtu, 22 Agustus 2020 (IDN Times/Aryodamar)

Ketentuan Pasal 8 ayat (3), (4), dan (5) diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung.
  2. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
  3. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan proses penuntutan.
  4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat
    profesinya.
  5. Dalam hal melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Di antara Pasal 8 dan Pasal 9, disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 8A dan Pasal 8B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8A

  1. Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa beserta anggota keluarganya wajib mendapatkan pelindungan diri dan pelindungan dari Negara dari
    ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda.
  2. Setiap Jaksa memperoleh gaji dan hak-hak lainnya yang adil dan layak.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelindungan diri dan pelindungan dari Negara serta gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8B

Perekrutan, penempatan, dan jenjang karier Jaksa dilakukan secara terbuka, profesional, dan akuntabel yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar

Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d, g, dan h, serta ayat (3) diubah dan ditambahkan ketentuan satu ayat di ayat (4) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

  1. Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
    a. warga negara Indonesia;
    b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
    Republik Indonesia Tahun 1945;
    d. berijazah paling rendah sarjana hukum pada saat masuk Kejaksaan;
    e. berumur paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 35 tahun;
    f. sehat jasmani dan rohani;
    g. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
    h. Pegawai Kejaksaan.
  2. Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai perekrutan dan penempatan dan syarat untuk menjadi Jaksa, serta tata cara pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa ditetapkan dengan Peraturan Jaksa Agung.
  4. Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kejaksaan membentuk suatu lembaga pendidikan khusus.

Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

  1. Sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Jaksa Agung.
  2. Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
    “Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
    negara Republik Indonesia. bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara. bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya. bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga.
    bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian“.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha
swasta

Ketentuan Pasal 12 huruf c diubah sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah mencapai usia 60 tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas

Ketentuan Pasal 13 huruf a dan e serta penjelasan huruf b diubah sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
    a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana;
    b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
    c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
    d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
    e. melakukan pelanggaran berat sebagaimana yang diatur dalam kode etik jaksa.
  2. Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (3) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai Kejaksaan.
  2. Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
  3. Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.

Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Apabila terdapat perintah penangkapan dan diikuti dengan penahanan terhadap seorang Jaksa yang disangka melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun, Jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
  2. Dalam hal Jaksa dituntut di muka pengadilan karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun tanpa dilakukan penahanan, Jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatan Jaksa oleh Jaksa Agung.

Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan jaksa yang terkena pemberhentian diatur dengan Peraturan Presiden.

Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Ketentuan mengenai tunjangan jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.

Ketentuan Pasal 18 ayat (2) diubah dan ditambahkan ketentuan satu ayat di ayat (1) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung adalah penyidik, penuntut umum, dan sebagai pengacara negara tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh negara.
  3. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
  4. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.
  5. Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

Ketentuan Pasal 19 ayat (2) diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung adalah pejabat negara.
  2. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan mendengar pertimbangan DPR.

Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Untuk diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
g. berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan;
h. tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;
i. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku Jaksa;
j. harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.

Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lain atau penyelenggara negara yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas pokok fungsi Kejaksaan yang diatur menurut peraturan perundang-undangan;
b. wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya;
c. dewan direksi badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta;
d. notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
e. pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang- undang.

Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung diberhentikan dari jabatannya karena:
    a. meninggal dunia;
    b. permintaan sendiri;
    c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
    d. berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan;
    e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; atau
    f. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
  2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Ketentuan Pasal 23 ayat (3) dan penjelasan ayat (1) diubah sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut:

  1. Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
  2. Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
  3. Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier sebagai Jaksa.

Ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan (2) diubah sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung Muda diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung.
  2. Yang dapat diangkat menjadi Jaksa Agung Muda adalah jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang berpengalaman sebagai kepala kejaksaan tinggi.
  3. Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu.
  4. Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
    a. meninggal dunia;
    b. permintaan sendiri;
    c. sakit jasmani atau rohani terus menerus;
    d. berakhir masa jabatannya;
    e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

3. Jabatan penugasan dan tenaga ahli

Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU KejaksaanJaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono (tengah) memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9/2020) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Pada kejaksaan dapat ditugaskan Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya yang tidak menduduki jabatan jaksa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung menurut peraturan perundang-undangan.
  2. Aparatur Sipil Negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat sebagai tenaga ahli atau jabatan lain untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.

4. Tugas dan wewenang

Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU KejaksaanJaksa Agung ST Burhanuddin (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
    a. melakukan proses penuntutan;
    b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
    c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, serta melaksanakan pemindahan terpidana;
    d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
    e. melengkapi berkas perkara tertentu dengan melakukan penyidikan lanjutan;
    f. melakukan mediasi;
    g. melakukan penelusuran, pelacakan, perampasan dan pemulihan aset negara dan perolehan kejahatan;
  2. Untuk melengkapi berkas perkara, penyidikan lanjutan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
    a. dilakukan terhadap tersangka;
    b. dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara, dan/atau untuk mempercepat penyelesaian perkara;
    c. diselesaikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah selesainya proses hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyidikan Lanjutan sebagaimana ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  4. Di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan, Kejaksaan dengan atau tanpa kuasa khusus bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara, di semua lingkungan peradilan dan Mahkamah
    Konstitusi, baik di dalam mau pun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau Pemerintah, maupun kepentingan umum.
  5. Di bidang bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi:
    a. kewenangan selaku intelijen penegakan hukum;
    b. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
    c. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
    d. pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia;
    e. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
    f. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
    g. penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring;
    h. pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
    i. turut serta dan berkontribusi dalam kondisi negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil, maupun darurat militer, dan keadaan perang.
  6. Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Kejaksaan menyelenggarakan kegiatan penelitian, pengembangan hukum, statistik kriminal, dan kesehatan yustisial Kejaksaan, serta pendidikan akademik, profesi, dan kedinasan.

Di antara Pasal 30 dan Pasal 31, disisipkan tiga pasal yakni Pasal 30A, Pasal 30B, dan Pasal 30C yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30A

  1. Turut serta dan aktif dalam proses pencari kebenaran dan rekonsiliasi atas perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan konflik sosial tertentu.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai konflik sosial tertentu sebagaimana ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 30B

Turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya.

Pasal 30C

Memberikan pertimbangan dan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik

Ketentuan Penjelasan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 31.

Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dan komunikasi dengan:
a. lembaga penegak hukum dan instansi lainnya;
b. lembaga penegak hukum dari negara lain;
c. lembaga atau organisasi internasional..

Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya.

Di antara Pasal 34 dan Pasal 35, disisipkan satu pasal yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:

Untuk kepentingan penegakan hukum, Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
    a. menetapkan dan mengendalikan kebijakan politik hukum;
    b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
    c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum yang dapat didelegasikan kepada Penuntut Umum;
    d. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam lingkup peradilan umum, tata usaha negara, agama, dan militer;
    e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi dalam lingkup peradilan umum, tata usaha negara, agama, dan militer;
    f. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
    g. melaksanakan tindakan hukum di luar negeri dalam rangka menyelamatkan dan pengembalian perolehan tindak pidana dan/atau kerugian negara;
    h. melaksanakan ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik baik sebagai pemohon maupun termohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    i. mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama- sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.
    j. sebagai Penyidik dan Penuntut Umum pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
  2. Pendelegasian kewenangan mengesampingkan perkara demi kepentingan umum diatur dengan Peraturan jaksa Agung.

Di antara Pasal 35 dan Pasal 36, disisipkan satu pasal yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35A

  1. Jaksa Agung dapat memberikan gelar, tanda jasa, dan tanda penghargaan kepada pegawai Kejaksaan atau pihak yang berkontribusi besar untuk kemajuan penegakan hukum.
  2. Ketentuan dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Jaksa Agung.

Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

  1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.
  2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat dan dilaporkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung.
  3. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
  4. Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Jaksa Agung.

Ketentuan Penjelasan Pasal 37 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 37 ayat (1).

Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.

Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam:
a. Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); dan
b. Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4884); sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana.

Di antara Pasal 39 dan Pasal 40, disisipkan satu pasal yakni Pasal 39A yang berbunyi sebagai berikut:

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan

Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401), tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Baca Juga: RUU Kejaksaan Disorot, Jaksa Jangan Serakah dalam Penegakan Hukum!

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya