Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari Keadilan

Mengandalkan penghasilan dari pemberian ahli waris orang

Jakarta, IDN Times - Tak seperti kebanyakan orang yang menjadikan Lebaran sebagai momen untuk bersama keluarga atau bersilaturahmi, Heru, 40, tetap bekerja pada hari raya ini. Pria asli Jakarta itu ialah perawat makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Jakarta Pusat.

Tak pernah bercita-cita menjadi seorang perawat makam, Heru baru banting setir ke profesi tersebut saat krismon pada 1998 silam. Sebelumnya, ia bekerja sebagai karyawan di sebuah pertokoan. Setelah kena PHK, ia mulai coba-coba membantu mertuanya yang memang berprofesi sebagai perawat makam.

"Awalnya bantuin mertua. Karena (mertua) gka bisa bersihin, ya saya yang gantiin. Tahun 2000-an lah saya ambil alih," ujar Heru kepada IDN Times, Kamis (6/6).

1. Mengandalkan penghasilan dari ahli waris atau keluarga orang yang dimakamkan

Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari KeadilanIDN Times/Axel Jo Harianja

Heru menjelaskan, dirinya bekerja sebagai perawat makam secara sukarela. Ia mengaku, dirinya hanya mengandalkan penghasilan dari ahli waris atau pihak keluarga orang yang dimakamkan di TPU tersebut. Penghasilan Heru tidak selalu tetap setiap harinya.

Tahun berganti tahun, penghasilan yang ia dapatkan saat ini, semakin menyusut. "Lima tahun yang lalu mungkin ramai. Kalau kondisi sekarang saat ini, udah minim dah, udah sepi. Sepi karena orang-orang ini udah pada pindah rumah, pindah kerja. Paling mereka setahun sekali kemari. Itulah yang rejeki buat kita, gitu," kata Heru.

Hingga saat ini dirinya bertanggung jawab untuk merawat sekitar 20 makam. Dalam merawat makam, dirinya dengan ahli waris memiliki perjanjian khusus dalam menentukan perawatan makam tersebut. "Contohnya, 'Bang tolong rawat makam ini, nanti setahun sekali saya kesini'. Jadi kita pegang omongan ahli warisnya," imbuh dia.

Pembayaran yang ia minta dari ahli waris makam pun tak dipatok alias sukarela. "Ya paling per bulan Rp50 ribu. Rp50 ribu bagi dia mungkin kecil, tapi bagi kita kan besar. Itu (ngasih uang) sedatangnya dia kapan mau ziarah. Tapi, kadang ada ahli waris yang baik suka ngasih THR. Awal puasa kemaren ada yang ngasih Rp2 Juta," ungkapnya.

2. Ada ahli waris tak bertanggung jawab

Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari KeadilanIDN Times/Ilustrasi TPU (Axel Jo Harianja)

Nasib tak mujur terkadang menimpa Heru. Salah satunya, ketika ada ahli waris yang tak bertanggung jawab.

"Banyak ahli waris yang gak bertanggung jawab. Kasian yang kita-kita ini. Jadi mengharap hujan tapi gak hujan-hujan (analogi rezeki). Ada dua tahun saya gak dibayar, ahli warisnya gak datang," ungkapnya.

3. Merasa terpinggirkan karena adanya imbauan pemerintah soal perawatan makam gratis

Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari KeadilanIDN Times/Axel Jo Harianja

Heru juga merasa terpinggirkan secara tidak langsung oleh imbauan yang ditetapkan oleh Dinas Pemakaman tentang perawatan makam di TPU itu tak dipungut biaya alias gratis. "Ini yang membuat ahli waris berpikir, 'Ah buat apa gua ngasi dia, orang gratis kok'," ujar Heru.

Akan tetapi, menurut Heru, ahli waris masih banyak yang tak percaya dengan imbauan tersebut. Mereka masih tetap banyak yang menggunakan jasa para perawat makam. "Walaupun gratis kan, pembersihannya gimana? Kalau (pembersihan) yang spesifik mah gak bisa gratis."

4. Tak pernah berharap menjadi perawat makam

Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari KeadilanIDN Times/Axel Jo Harianja

Heru menuturkan, dirinya tak pernah berharap bekerja sebagai perawat makam. Ia pun lebih memilih menjadi tukang sampah ketimbang perawat makam. Meski begitu, hal itu harus tetap ia jalani demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Kalau boleh saya boleh bilang nih, jadi perawat pemakaman nih kayak pengemis. Hati nurani saya sebenarnya betolak belakang di pemakaman ini. Cuma namanya emang udah nasib ya mau bilang apa," tuturnya.

Baca Juga: 9 Profesi yang Gak Bisa Mudik untuk Rayakan Lebaran Bareng Keluarga

5. Tidak mudik saat Lebaran karena keluarga di Jakarta

Kisah Perawat Makam TPU Karet Bivak Mencari KeadilanIDN Times/Axel Jo Harianja

Heru melanjutkan, dirinya memang tak pulang kampung karena seluruh keluarganya tinggal di Jakarta. "Saya dulu tinggal di Mangga Besar, sekarang tinggal di Kedoya. Ya, semua keluarga di Jakarta. Tiap hari bisa ngumpul jadinya," kata Heru.

Baca Juga: Hanya Sehari Rayakan Lebaran, Kosasi Tetap Nikmati Bersihkan Makam

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya