Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan Intervensi

Perkara Soenarko harus dituntaskan ke pengadilan

Jakarta, IDN Times - Penahanan tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, telah ditangguhkan pada Jumat (21/6) lalu. Dalam penangguhan itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan pun bersedia menjadi penjamin penahanan Eks Danjen Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tersebut.

Lalu, apakah langkah yang dilakukan oleh keduanya dapat disebut sebagai bentuk intervensi terhadap institusi Polri ?

1. Penangguhan penahanan hal yang biasa dalam penegakan hukum pidana

Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan IntervensiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, penangguhan penahanan merupakan hal yang biasa dalam penegakan hukum pidana dan di dalam perkara apapun.

Ia juga menilai, langkah yang diambil oleh Panglima TNI dan Menko Maritim untuk menjadi penjamin penahanan Soenarko, bukan bentuk intervensi terhadap Polri.

"Karena dua orang ini sangat mungkin pernah menjadi bawahan atau atasannya (Soenarko) di ketentaraan. Kecuali, dua orang ini menjamin perkara penggelapan, penipuan atau korupsi, itu baru intervensi," ujarnya saat dihubungi IDN Times, di Jakarta, Senin (24/6).

2. Perkara Soenarko harus dituntaskan ke Pengadilan

Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan IntervensiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Abdul Fickar melanjutkan, meski penahanan Soenarko telah ditangguhkan, perkara yang dihadapi mantan Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri  (Danpussenif) itu harus dituntaskan hingga ke meja hijau.

Ia pun menegaskan, seseorang yang terjerat masalah hukum harus tetap dinyatakan tidak bersalah, hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Kepentingannya adalah harus jelas apakah memang para tersangka itu terbukti atau tidak melakukan tindak pidana yang disangkakan. Jika tidak dilanjutkan (ke pengadilan), maka akan jadi pembuktian lagi bahwa di era ini "hukum hanya menjadi alat kekuasaan, untuk memberangus pihak-pihak yang kritis dan berbeda"," tegasnya.

Selain itu, Abdul Fickar menambahkan, tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal lainnya yakni Kivlan Zen, seharusnya bisa mendapatkan hak yang sama seperti Soenarko.

"Soal kooperatif atau tidak kooperatif ini belum jelas kriterianya. Karena itu, dalam konteks penanganan pak Kivlan Zen dan Soenarko, ada perlakuan yang berbeda keduanya. Ini yang saya katakan diskriminatif," kata Abdul.

Baca Juga: Mengenal Sosok Soenarko, Terduga Penyelundup Senjata pada Aksi 22 Mei

3. Soenarko dinilai kooperatif

Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan IntervensiIDN Times/Axel Jo Harianja

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya mengatakan, pihaknya telah menerima surat permohonan penangguhan penahanan Soenarko melalui kuasa hukumnya. Bahkan, ada dua pejabat penting negara yang bersedia menangguhkan penahanan Soenarko.

"Penjaminnya adalah Bapak panglima TNI (Marsekal Hadi Tjahjanto) dan pak Menko Kemaritiman Pak luhut. Karena beliau sebagai Panglima TNI juga sebagai pembina seluruh purnawirawan TNI. Pak Luhut sebagai pembina tokoh senior di satuan elit TNI," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/6) lalu.

Penyidik Bareskrim Mabes Polri kata Dedi, memiliki pertimbangan dalam menangguhkan penahanan Soenarko. Dia dinilai cukup kooperatif saat menjalani pemeriksaan.

"Kemudian pertimbangan oleh penyidik selanjutnya secara subjektif. Beliau tidak akan mengulangi perbuatannya, tidak akan menghilangkan barang bukti, tidak akan melarikan diri. Saat ini masih dalam proses administrasi. Apabila proses administrasi sudah selesai, maka hari ini beliau akan ditangguhkan penahanannya," jelas Dedi.

Meski ditangguhkan, lanjut Dedi, proses penyidikan terhadap Soenarko akan terus berlanjut. Ia juga menegaskan, Soenarko disangkakan akibat kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal.

"Untuk proses penanganan kasusnya tetap sesuai prosedur yang berlaku. Penggunaan diksinya bukan penyelundupan. Sesuai Undang-Undang (UU) No.12 darurat tahun 51 pasal 1 ayat 2 adalah tentang kepemilikan, menyimpan, menguasai senjata api ilegal," ungkap Dedi.

4. Kivlan Zen dinilai tidak kooperatif

Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan IntervensiANTARA FOTO/Reno Esnir

Untuk tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal lainnya yaitu, Mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen, dinilai polisi tidak kooperatif. Diketahui, Kivlan sebelumnya juga telah meminta penahanannya untuk ditangguhkan.

"Untuk Pak KZ (Kivlan Zen) ada pertimbangan salah satunya ada hal yang tidak kooperatif terkait masalah pokok perkara yg saat ini sedang didalami oleh penyidik. Hal itu yg menjadi pertimbangan penyidik kenapa sampai dengan hari ini masih belum Mengabulkan permohonan kepada Pak KZ," ujar Jenderal bintang satu itu.

5. Soenarko ditangkap terkait dugaan kepemilikan senjata api ilegal

Kontroversi Penangguhan Soenarko, Pakar Hukum: Itu Bukan IntervensiIDN Times/Axel Jo Harianja

Kasubdit I Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol. Daddy Hartadi, mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang diduga dimiliki Mayjen TNI (Purn) Soenarko dan HR, bermula dari surat Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Surat itu diserahkan pada 18 Mei 2019 terkait hasil penyelidikan pengiriman senjata api.

"Dari surat Puspom TNI itu, Polri membuat laporan model A. Dengan dugaan tindak pidana menerima, menyimpan, menguasai, menyembunyikan, atau menyerahkan senpi ilegal pasal 1 UU Darurat," kata Daddy dalam konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6) lalu.

Berdasarkan laporan polisi itu, lanjut Daddy, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 13 orang saksi dan ahli. Dari hasil pemeriksaan polisi, anggota Badan Intelejen Strategis (BAIS) TNI kemudian mengamankan seseorang berinisial Z di Bandara Soekarno-Hatta pada 15 Mei 2019, karena menerima dan membawa senpi ilegal tanpa surat.

"Senpi tersebut hasil pemeriksaan saksi adalah milik saudara S yang berasal dari sitaan GAM di Aceh dimiliki September 2011 sejak pensiun dari anggota TNI," jelas Daddy.

Dari hasil pemeriksaan, Soenarko kata Daddy, menitipkan senjata tersebut kepada HR yang merupakan pengawalnya. Senjata itu disimpan HR di mobil milik Soenarko yang berada di Aceh.

Sebelum hari pencoblosan Pemilu 2019, Soenarko kemudian meminta HR untuk mengirim senjata ilegal tersebut ke Jakarta. HR pun meminta bantuan kepada sesorang berinisial B untuk membuat surat security item.

"Karena senpi itu tidak ada surat, maka B buat surat keterangan palsu atas nama Kabinda Aceh," kata Daddy.

Senjata itu kemudian diserahkan kepada protokol agar dapat dimasukkan ke penerbangan Garuda.

"Senpi dimasukan ke bagasi. Kemudian surat dan senpi diinformasikan oleh saudara B kepada saudara SA yang menjadi protokol Bandara Soetta. (Kemudian) diinfokan senpi milik S," jelasnya.

Setibanya surat dan dan senjata itu di Bandara Soekarno-Hatta, pihak BAIS pun mengamankan SA dan Z, hingga sampai pada akhirnya Soenarko diamankan.

Soenarko sebelumnya dikabarkan ditangkap oleh pihak kepolisian. Hal itu pun dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Sisriadi, yang menyebut bahwa Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di rumah tahanan (Rutan) Militer Guntur.

"Tadi malam (20/5), telah dilakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku pada waktu bersamaan, oleh penyidik dari Mabes Polri dan penyidik dari POM TNI," ujar Sisriadi dalam keterangannya yang diterima IDN Times, di Jakarta, Selasa (21/5) lalu.

Sisiriadi mengatakan, pihaknya tidak hanya mengamankan Soenarko. Mereka juga menangkap pelaku lainnya yang juga merupakan oknum militer.

"Penyidikan dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap. Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen [Purn] S), sedangkan satu oknum lainnya berstatus militer (Praka BP)," katanya.

Baca Juga: Penahanan Soenarko Ditangguhkan, Dijamin Panglima TNI dan Luhut

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya