KPK Bantah Ada Cap Jempol Paslon Tertentu di Amplop Bowo Sidik

Tapi, KPK tak mau membuka isi amplop di hadapan media

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, membantah ada cap jempol yang merujuk ke paslon tertentu di dalam amplop yang telah disiapkan oleh anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Amplop itu disiapkan untuk dibagikan ke daerah pemilihan Bowo di Jawa Tengah II meliputi Kediri, Demak dan Jepara. 

"Gak (ada cap jempol paslon tertentu). Gak ada. Saya waktu dilaporin pertama kali (oleh penyidik) gak ada. Tapi, nanti saya tanyakan lagi," ujar Agus ketika ditemui di gedung KPK pada Jumat (29/3). 

Berdasarkan data dari lembaga antirasuah, Bowo menyiapkan sekitar 400 ribuan amplop berwarna putih untuk disebar ke calon pemilihnya di masa tenang. Menurut lembaga antirasuah setelah dibuka oleh tim penyidik, mereka menemukan ada uang Rp20 ribu dan Rp50 ribu. 

"Kita kemarin membuka, secara random saja. Dari beberapa itu, ada yang isinya Rp20 ribu, ada yang Rp50 ribu, itu random saja," kata dia lagi. 

Sayangnya, walaupun KPK menegaskan tidak ada simbol cap jempol, tetapi mereka tidak bersedia membuka amplopnya di hadapan media. Lalu, mengapa KPK tidak bersedia membuka amplop itu di depan media? Sebab, dari mana publik bisa percaya?

1. Ketua KPK mengatakan tidak ada simbol tertentu di dalam amplop

KPK Bantah Ada Cap Jempol Paslon Tertentu di Amplop Bowo SidikKetua KPK Agus Rahardjo (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan tidak ada yang mereka tutup-tutupi. Itu sebabnya, ia sepakat ketika semua kardus diboyong ke ruang pers untuk ditunjukkan ke media. Tujuannya, agar publik mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai kasusnya. 

"Itu (amplop) kami bawa supaya teman-teman penyidik membuka kasus ini lebih jelas lagi karena terus terang kami juga masih bertanya-tanya," kata Agus. 

Ia kembali menegaskan tidak ada simbol tertentu di uang yang tersimpan di amplop. Sebelumnya, kencang beredar informasi ada cap jempol yang mengarah ke pasangan nomor urut 01, Jokowi-Maruf Amin. 

"Gak ada (cap jempol). Saya waktu dilaporin pertama kali gak ada (cap jempol). Tapi, nanti saya tanya lagi ke penyidiknya," tutur dia. 

Pernyataan Agus diperkuat oleh kalimat Wakil Ketua Basaria Panjaitan. Dalam pemberian keterangan pers yang berlangsung pada Kamis malam, komisioner perempuan pertama di KPK itu membantah ada cap jempol di amplop-amplop milik Bowo. 

"Ini kita pastikan tidak (ada cap jempol) supaya lebih jelas," ujar Basaria pada Kamis malam kemarin. 

2. KPK menolak membuka isi amplop karena bisa merusak barang bukti

KPK Bantah Ada Cap Jempol Paslon Tertentu di Amplop Bowo Sidik(Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Juru bicara KPK, Febri Diansyah) IDN Times/Santi Dewi

Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah memberi penjelasan mereka tidak bisa membuktikan dengan membuka isi salah satu amplop di hadapan media. Mantan aktivis antikorupsi itu mengatakan ada prosedur yang perlu ditempuh agar barang bukti itu dibuka sebelum persidangan dimulai. 

"Yang perlu dipahami, ada prosedur-prosedur dan hukum acara yang berlaku. Kalau barang bukti itu diubah kondisinya, amplop yang diperlihatkan tadi berada dalam keadaan ditutup dengan lem, jadi kalau dibuka tertentu sampai dibuat berita acara dan hal-hal lain yang tentu saja tidak mungkin bisa dilakukan langsung di ruangan ini," kata Febri pada Kamis malam kemarin. 

3. Sikap KPK yang enggan membuka amplop dipertanyakan juru bicara Prabowo-Sandiaga Uno

KPK Bantah Ada Cap Jempol Paslon Tertentu di Amplop Bowo SidikIDN Times/Irfan Fathurohman

Sikap KPK yang enggan membuka isi amplop putih demi membuktikan di dalamnya tidak ada cap jempol nomor urut 01 menimbulkan tanda tanya bagi kubu Prabowo-Sandiaga Uno. Jubir Badan Pemenangan Nasional, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan justru dalam aksi OTT sebelumnya, lembaga antirasuah sengaja buka-bukaan, agar tercipta transparansi di hadapan publik. Perbedaan penanganan perkara ini, kemudian menimbulkan tanda tanya. 

"Kebiasaan KPK ketika konpers membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop-amplop yang sudah ada kode-kode capres tertentu tersebut? Publik perlu tahu," cuit Dahnil melalui akun media sosialnya pada pagi tadi. 

Ia menilai penjelasan yang disampaikan oleh pimpinan KPK terkesan hanya ngeles dan tidak menjelaskan duduk perkara yang sesunggunhnya. 

"Selama ini kardus, amplop dibuka saja dan ditunjukkan ke pers. Kenapa kali ini tidak?," tanya Dahnil. 

4. Bowo terancam bui 20 tahun

KPK Bantah Ada Cap Jempol Paslon Tertentu di Amplop Bowo Sidik(Anggota DPR Komisi VI Bowo Sidik Pangarso mengenakan rompi oranye) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Akibat perbuatannya, Bowo dan Indung, orang kepercayaan Bowo, dikenai dua pasal yakni UU Tindak Pidana Korupsi nomor 20 tahun 2001 pasal 12 huruf atau pasal 11. Selain itu, ada juga Bowo disangkakan dengan menggunakan pasal 12B. 

Apabila merujuk ke UU tersebut, maka sebagai penyelenggara negara, Bowo menerima hadiah atau janji. Apalagi gara-gara hadiah itu, ia kemudian tidak jadi berbuat sesuatu untuk publik. Kalau melihat UU itu, maka Bowo dan Indung terancam bui 4-20 tahun. Belum lagi ada denda senilai Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

Sementara, manajer pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti, disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Merujuk ke aturan hukum di UU tersebut, maka Asty terancam bui 1-5 tahun. Selain itu, ada pula denda Rp50 juta hingga Rp250 juta. 

Baca Juga: KPK: Suap Serangan Fajar Jadi Fenomena 'Gunung Es' Jelang Pemilu

Topik:

Berita Terkini Lainnya