KPK: Wajar Pedoman Pemeriksaan Jaksa Dicurigai Publik!

Benarkah pedoman dibuat untuk melindungi Jaksa Pinangki?

Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020, tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan Terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.

Menurut Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, aturan itu menimbulkan kecurigaan publik di tengah kasus Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Selintas, jadi seperti menggerus semangat upaya pemberantasan korupsi. Saya hanya ingin menyatakan, wajar jika muncul kecurigaan dan sinisme publik terhadap produk-produk semacam itu, di tengah ramainya kasus Joko Tjandra yang ikut menyeret nama oknum Jaksa tersebut,'' kata Nawawi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (11/8/2020).

1. Aturan terkesan melindungi Jaksa Pinangki

KPK: Wajar Pedoman Pemeriksaan Jaksa Dicurigai Publik!Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Barita LH Simanjuntak (ANTARA/Kodir-Dok)

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak juga menilai aturan tersebut kurang tepat. Apalagi, saat ini tengah ramai soal kasus Jaksa Pinangki.

"Sehingga, seperti terkesan pedoman dibuat untuk melindungi oknum Jaksa P (Pinangki) tersebut, sense of crisis kurang peka," katanya.

Menurut Barita, Kejaksaan terkesan mempersulit dan memperlambat proses pemeriksaan, di saat Kepolisian mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan dan pengawasan oknum yang melanggar.

"Jadi, ini soal transparansi dan akuntabilitas kinerja," ucapnya.

Baca Juga: MAKI Laporkan Bukti Dugaan Korupsi Jaksa Pinangki ke Komisi Kejaksaan

2. ICW menduga pedoman dikeluarkan terkait kasus Jaksa Pinangki

KPK: Wajar Pedoman Pemeriksaan Jaksa Dicurigai Publik!Pinangki Sirna Malasari, Jaksa dari Kejagung yang diduga bertemu Joko Tjandra dan Anita Kolopaking (Dok. IDN Times/Istimewa)

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana menduga, dikeluarkannya Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 itu terkait dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

"Pedoman tersebut diduga agar perkara tindak pidana yang baru saja disidik oleh Kejaksaan terkait dengan oknum jaksa tersebut, tidak bisa diambil alih begitu saja oleh penegak hukum lain," katanya.

Kurnia menjelaskan, dengan menggunakan asas hukum equality before the law, maka setiap pihak termasuk Jaksa sekali pun, tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus.

Lalu Pasal 112 KUHAP juga telah mengatakan bahwa, penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek hukum tersebut wajib memenuhi panggilan penegak hukum tanpa adanya mekanisme perizinan tertentu oleh pihak manapun.

Lebih lanjut, ICW meminta agar penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi, baik suap atau gratifikasi, yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari dapat ditangani oleh KPK.

"Mengingat lembaga antirasuah tersebut memiliki kewenangan berupa koordinasi, supervisi, dan mengambil alih perkara yang ditangani oleh penegak hukum lain. Hal ini penting untuk menjamin objektivitas penanganan perkara agar tidak terjadi nuansa konflik kepentingan dalam penanganan perkara tersebut," tuturnya.

3. Kejagung klaim pedoman tidak ada kaitannya dengan kasus Jaksa Pinangki

KPK: Wajar Pedoman Pemeriksaan Jaksa Dicurigai Publik!Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Hari Setiyono (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono membenarkan adanya pedoman tersebut. Pedoman itu ditandatangani Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Kamis 6 Agustus 2020.

"Gak ada (kaitannya dengan kasus Jaksa Pinangki), karena bikin pedoman itu kajiannya cukup lama," ucapnya.

Dikutip dari Pedoman Nomor 7 Tahun 2020, aturan itu menjelaskan bahwa Jaksa perlu diberikan perlindungan dalam menjalankan profesi tanpa mendapat intimidasi, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya.

Untuk memperoleh izin Jaksa Agung, instansi pemohon harus mengajukan permohonan izin pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang disangka melakukan tindak pidana.

Permohonan itu juga harus dilengkapi dokumen persyaratan, seperti surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, laporan atau pengaduan, resume penyidikan/laporan perkembangan penyidikan dan berita acara pemeriksaan saksi.

Jika hasil pemeriksaan dinyatakan tidak lengkap, tidak bersesuaian atau tidak memiliki urgensi untuk dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan, maka Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk Jaksa Agung memberikan pertimbangan kepada Jaksa Agung untuk menolak permohonan izin dari instansi pemohon.

Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung disampaikan oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk kepada pimpinan instansi penyidik, paling lama dua hari kerja sejak persetujuan izin Jaksa Agung diterbitkan.

Namun, pedoman itu tidak diperlukan untuk Jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Jika terjadi hal itu, kepala satuan kerja segera berkoordinasi dengan instansi lain terkait, untuk mengambil langkah dan memberikan bantuan pendampingan hukum kepada Jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

Baca Juga: Timbulkan Polemik, Jaksa Agung Cabut Pedoman tentang Pemeriksaan Jaksa

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya