MA Diminta Bentuk Tim Investigasi Usut Internal di Kasus Nurhadi

ICW nilai MA tidak kooperatif dalam membongkar kasus Nurhadi

Jakarta, IDN Times - Skandal korupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, akan segera memasuki babak baru. Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, sebelumnya menyebutkan bahwa lembaga antirasuah telah melakukan gelar perkara terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang kemungkinan dilakukan oleh Nurhadi.

"Kinerja cepat dari KPK penting diapresiasi. Namun, di luar hal itu publik belum melihat adanya bentuk kerja sama yang baik dari MA untuk dapat membongkar praktik korupsi ini secara lebih menyeluruh," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9/2020).

1. MA dinilai tak kooperatif dalam membongkar kasus Nurhadi

MA Diminta Bentuk Tim Investigasi Usut Internal di Kasus NurhadiPeneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Kurnia menjelaskan, pada awal Agustus 2020, KPK memanggil sejumlah Hakim Agung. Alih-alih dapat bekerja sama dengan baik, MA justru terlihat resisten dengan mendalihkan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2020.

"Padahal dalam penegakan hukum dikenal asas equality before the law, yang mengamanatkan bahwa setiap orang tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus," jelas Kurnia.

Tak hanya itu, Pasal 112 KUHAP juga telah menegaskan bahwa penyidik dapat memanggil saksi maupun tersangka dan kedua subjek tersebut wajib hukumnya memenuhi panggilan penegak hukum.

"Jadi, tidak tepat jika dalih SEMA digunakan untuk menghindari proses pemeriksaan di KPK," ucap Kurnia.

Baca Juga: KPK Sita Lahan Kelapa Sawit Seluas 33.000 Meter Terkait Kasus Nurhadi

2. MA dianggap menutup diri terhadap koreksi publik

MA Diminta Bentuk Tim Investigasi Usut Internal di Kasus NurhadiIDN Times/Hana Adi Perdana

Kurnia menuturkan, ICW dan Lokataru pada periode Juli hingga September 2020, sempat dua kali mengirimkan surat ke MA. Akan tetapi, lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi itu sama sekali tidak merespons.

"Ini mengindikasikan bahwa MA menutup diri terhadap koreksi publik dalam penanganan perkara yang melibatkan Nurhadi," tuturnya.

Untuk diketahui, Nurhadi ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA. Adapun perkara yang dijadikan bancakan oleh Nurhadi di antaranya perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Kurnia melanjutkan, merujuk pada Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung, tugas dan fungsi sekretariat MA tidak bersentuhan langsung dengan penanganan perkara.

"Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana Nurhadi bisa mengatur beberapa perkara di MA? Apakah ada oknum lain yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara juga terlibat?," kata dia.

"Maka dari itu, ICW dan Lokataru mendesak agar Ketua Mahkamah Agung segera membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan Nurhadi," sambungnya.

3. KPK telah tetapkan 3 orang tersangka terkait kasus Nurhadi

MA Diminta Bentuk Tim Investigasi Usut Internal di Kasus NurhadiIlustrasi gedung KPK (IDN Times/Vanny El Rahman)

Seperti diberitakan sebelumnya di IDN Times, Nurhadi telah ditetapkan menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA tahun 2011-2016. KPK juga sudah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus ini, sejak 16 Desember 2019.

Selain Nurhadi, KPK telah menetapkan Hiendra Soenjoto dan Rezky Herbiono sebagai tersangka. Nurhadi dan Herbiono telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, pada Senin 1 Juni 2020. Sedangkan Soenjoto saat ini masih berstatus buron.

Nurhadi dan Herbiono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Sedangkan Soenjoto ditetapkan sebagai tersangka yang memberikan suap.

Penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) sekitar Rp14 miliar. Perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih senilai Rp33,1 miliar, serta gratifikasi perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Sehingga jika diakumulasikan, dana yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.

Baca Juga: KPK: Dana untuk Desain Rumah Mewah Nurhadi Diduga dari Hasil Suap

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya