Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini Buktinya

Jadi KPK sebenarnya setuju gak sih?

Jakarta, IDN Times - Wacana pembentukan Tim Pemburu Koruptor (TPK) masih diperdebatkan khususnya di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango sebelumnya mengatakan, TPK tak perlu lagi dibentuk. Namun, Ketua KPK Firli Bahuri justru merespons positif usulan dibentuknya tim tersebut.

Lantas, apa saja pertimbangan mereka dalam menanggapi wacana pembentukan tim tersebut?

1. Nawawi menilai TPK pernah dibentuk namun hasilnya tak maksimal

Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini BuktinyaWakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (IDN Times/Mela Hapsari)

Nawawi sebelumnya memberikan respons terkait wacana dibentuknya TPK. Menurutnya, tim tersebut sudah pernah dibentuk, tetapi tak memberikan hasil yang optimal.

"Pembentukan tim ini ditahun 2012 dan senyatanya tidak memberi hasil optimal. Cukup untuk menjadi pembelajaran untuk tidak diulangi lagi," ujar Nawawi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 14 Juli 2020.

Nawawi mengatakan, dari pada membentuk Tim Pemburu Koruptor, akan lebih bijak jika pemerintah meningkatkan koordinasi dan supervisi antar lembaga penegak hukum, serta lembaga terkait lainnya.

"Sekaligus, menyemangati lagi ruh integrated criminal justice system yang belakangan ini menjadi seperti jargon tanpa makna," ujarnya.

Baca Juga: KPK: Tim Pemburu Koruptor Pernah Dibentuk, Hasilnya Tidak Optimal

2. Ketua KPK soal TPK: Sudah barang tentu harus disambut baik

Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini Buktinya(Ketua KPK Komjen Firli Bahuri) ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat

Lain halnya bagi Ketua KPK, Firli Bahuri. Menurutnya, wacana itu perlu dilihat dalam perspektif yang positif. Hal ini karena, TPK juga berupaya memberantas korupsi di tanah air.

“Sudah barang tentu harus disambut baik. Seluruh komponen bangsa berkewajiban untuk berupaya keras mencegah dan memberantas korupsi di negeri ini. Karena korupsi adalah extra ordinary crime,'' kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Rabu 15 Juli 2020.

Firli menjelaskan, modus para pelaku korupsi yang melarikan diri ke luar negeri, tentu sangat merepotkan para penegak hukum. Oleh karena itu, mengoptimalkan dan bersinergi dengan setiap instansi penegak hukum sangat diperlukan.

“Jadi jika tim tersebut ada dan terbentuk, kita bisa berkoordinasi dalam upaya menangkap para tersangka DPO kasus korupsi," ucapnya.

Firli menambahkan, dengan merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 atas Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK berwenang melalukan supervisi atas instansi yang memberantas korupsi.

“Jadi, berdasar Undang-Undang tersebut justru KPK mempunyai kewenangan supervisi (pengawasan), penelaahan, pengkajian atas instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Termasuk juga jika Tim Pemburu Koruptor ini terbentuk," ujarnya.

3. TPK dinilai tak akan menghalangi kinerja KPK

Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini BuktinyaWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata meyakini, TPK tak akan menghalangi kinerja dari lembaga antirasuah. Dia juga menilai, tidak akan terjadi tumpang tindih.

"Kalau dilihat dari tumpang tindihnya apakah penyidikan yang dilakukan Kejaksaan tumpang tindih dengan KPK? Gak kan, pasti ada pembagian pekerjaan. Gak akan tumpang tindih," katanya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 16 Juli 2020.

Alexander mencontohkan, ketika ada seseorang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK, maka pihak Kepolisian akan ikut membantu. Meski dibantu, KPK tidak akan diam saja. Mereka bakal tetap mencari DPO tersebut.

"Nanti kalau misalnya pemerintah jadi membentuk Tim Pemburu Koruptor, kita akan berkoordinasi dengan mereka. Ini loh orang-orang yang masuk dalam pencarian oleh KPK. Bukan berarti kita menyerahkan mereka semua (ke Tim Pemburu Koruptor), dari KPK sendiri kita tetap berusaha," jelasnya.

Saat ditanyai apakah dia setuju adanya Tim Pemburu Koruptor, Alexander menilai itu adalah keputusan pemerintah. Dia menegaskan, jika tim tersebut jadi dibentuk, KPK akan mengawasinya seperti yang mereka lakukan terhadap aparat penegak hukum lainnya.

"Tugas KPK itu melakukan koordinasi dan supervisi (mengawasi). Karena, kalau nanti sudah keputusan pemerintah (Tim Pemburu Koruptor) akan dibentuk, kita akan berkoordinasi dengan mereka," ujarnya.

4. Eks Komisioner KPK nilai TPK perlu untuk menguatkan KPK

Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini Buktinya(Indriyanto Seno Adji) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Dikonfirmasi terpisah, eks Komisioner KPK, Indriyanto Seno Adji menilai, yang diperlukan sebenarnya adalah penguatan sistem dan regulasi yang sudah ada di KPK. Baik untuk pemburuan tersangka, terdakwa, terpidana, maupun terhadap aset yang diduga berasal dari tipikor dan kejahatan lainnya.

"(TPK) Tetap diperlukan. Inpres ini diperlukan bagi penguatan sistem dan regulasi tersebut, khususnya perbaikan sistem koordinasi di antara lembaga penegak hukum dan lembaga terkait dalam pemburuan subyek dan obyek kejahatan tersebut. Jadi, memang diperlukan penguatan sistem koordinasi di antara lembaga terkait," katanya kepada IDN Times, Senin (20/7/2020).

Sedangkan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar memandang TPK dalam dua perspektif. Dari perspektif harapan dan doa, semoga TPK berhasil. Namun dari perspektif realitas penegakan hukum, masih menjadi pertanyaan.

"Realitasnya, buron kakap sekelas DT (Djoko Tjandra) bisa bolak balik 'ngentutin' aparat keluar masuk Indonesia tanpa beban status buron. Artinya apa? Artinya ada banyak oknum birokrasi pemerintahan dan penegak hukum yang masih berpihak pada kepentingan sempit dan receh. Sehingga, rela menegasikan penegakan hukum," ucapnya.

Abdul menuturkan, meskipun Mutual Legal Assistance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik sudah ditanda tangani, tidak adanya perjanjian ekstradisi seringkali mengagalkan pengejaran buronan. Menurut Abdul, negara-negara tempat pelarian buronan korupsi atau tindak pidana pencucian uang (TPPU), cenderung lebih melihat pada kepentingan investasi di negaranya.

"Karena itu lebih menguntungkan. Contoh, kasus Maria Paulina gagal diekstradisi di Singapura dan Belanda, meskipun sudah ada Asean MLA Treaty UU No.15/2008. Jadi dengan dasar realitas seperti itu, saya pesimis Tim Pemburu Korupsi dapat mencapai targetnya," tuturnya.

5. Menko Polhukam tetap upayakan bentuk Tim Pemburu Koruptor

Pimpinan KPK Gak Kompak Nih Soal Tim Pemburu Koruptor, Ini BuktinyaMenteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD memberi sambutan (ANTARA FOTO/Jojon)

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pihaknya bakal tetap membentuk Tim Pemburu Koruptor, meski sempat dikritik oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

"Saya akan terus mengerjakan secara serius tentang tim pemburu koruptor ini, tapi tetap memperhatikan saran-saran dari masyarakat," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu 15 Juli 2020, seperti dikutip dari Antara.

Menurut dia, adanya kritikan dari KPK merupakan hal yang wajar dalam berdemokrasi. Kritikan itu pun baru dikatakan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, belum keputusan seluruh pimpinan KPK.

"Di negara demokrasi apapun ada pro kontra. Kalau KPK agak kurang setuju, itu kan Pak Nawawi, dan itu bagus. Tapi kalau saya baca, Pak Firli (Ketua KPK) mendukung. KPK kan banyak orang juga dan itu tandanya demokrasi," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Baca Juga: Tim Pemburu Koruptor Dinilai Tak akan Halangi Kinerja KPK

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya