Publik Tak Puas Kinerja Jokowi-Ma'ruf Bidang Hukum, Begini Kata Pakar

Banyak undang-undang yang dipaksakan pemerintah

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah genap memimpin Indonesia selama satu tahun. Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja keduanya.

Berdasarkan survei yang dilakukan pada 14-16 Oktober 2020, terhadap 529 responden di 80 kota dan kabupaten di 34 provinsi ini, hanya 39,7 persen masyarakat yang puas dengan kinerja Jokowi-Ma'ruf. Sementara, 46,3 persen lainnya menyatakan tidak puas.

Terkait penegakan hukum, masyarakat yang puas kinerja Jokowi-Ma'ruf berada di angka 30,2 persen, tidak puas 54,4 persen, sangat puas 2,1 persen, dan sangat tidak puas 10,2 persen.

"Hasil survei Kompas bidang penegakan hukum sangat sesuai dengan realitas yang terjadi dalam masyarakat. Bidang hukum dan penegakan hukum korupsi mengalami kemunduran, terutama kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar kepada IDN Times, Selasa (20/10/2020).

Baca Juga: 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf: Penanganan Pandemik COVID-19 Sudah Membaik?

1. Banyak undang-undang yang dipaksakan pemerintah

Publik Tak Puas Kinerja Jokowi-Ma'ruf Bidang Hukum, Begini Kata PakarMahasiswa dari sejumlah Universitas mulai berdatangan di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat untuk berunjuk rasa pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Fickar menilai, beberapa undang-undang (UU) terkesan dipaksakan oleh pemerintah, padahal sudah ditolak masyarakat. Dia mencontohkan, UU tentang revisi UU KPK pada 2019 hanya diselesaikan dalam waktu dua minggu.

"Demikian juga revisi UU MK (Mahkamah Konstitusi), UU Minerba dan terakhir yang berantakan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang disahkan. Padahal, belum jelas dan pasti undang-undang mana yang disahkan, karena perubahan substansi dan jumlah halaman. Bahkan, omnibus law ini melahirkan unjuk rasa yang berkepanjangan," kata dia.

Khusus di bidang pemberantasan korupsi, lanjut Fickar, revisi UU KPK dan pengangkatan komisioner baru menjadi momentum yang membuat wajah KPK tidak lagi sama. Fickar menilai, sejak revisi UU KPK, ada perubahan paradigmatis dan sistematik dalam kelembagaan KPK. Sehingga sulit mengharapkan kinerja komisi anti-rasuah seperti masa lalu.

Selain itu, merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparansi Internasional Indonesia (TII), KPK tak banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT). "Banyak momentum penegakan hukum korupsi terlewatkan dan berakhir anti- klimaks. Seperti kasus Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki," ucap Fickar.

2. Terjadi berbagai polemik internal di KPK

Publik Tak Puas Kinerja Jokowi-Ma'ruf Bidang Hukum, Begini Kata PakarIlustrasi gedung KPK (IDN Times/Vanny El Rahman)

Fickar mengatakan, KPK juga mengalami berbagai polemik internal. Di antaranya, penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti yang sempat dipulangkan ke Polri terkait penanganan kasus Harun Masiku, Ketua KPK Firli Bahuri melanggar etik karena menyewa helikopter untuk keperluan pribadi, hingga mundurnya 31 pegawai KPK--termasuk Jubir KPK Febri Diansyah--dalam rentang waktu Januari-September 2020.

"Melalui UU Nomor 19 Tahun 2019, posisi KPK menjadi tidak independen. Status kepegawaian beralih dari swasta menjadi PNS. Situasi ini yang membuat situasi dan iklim kerja pemberantasan korupsi menjadi tidak maksimal," kata dia.

Teranyar, KPK disibukkan dengan anggaran pengadaan mobil dinas untuk 2021. Hal ini, kata Fickar, tidak mencerminkan komisi ini sebagai lembaga pemberantas korupsi.

"Di KPK itu, orang berjuang sekaligus beribadah. Krisis sekarang terjadi akibat dua faktor, revisi UU KPK dan tidak adanya keteladanan dari komisioner. Orang beribadah tidak pernah akan berpikir butuh mobil mewah," kata Fickar.

Dia berujar, selama lembaga penegak hukum tidak bersentuhan langsung dengan eksekutif, maka independensinya masih terlihat. Sebaliknya, jika menyerempet kekuasaan, maka tidak terlihat independensinya.

"Ini terlihat dari kasus-kasus ITE yang lebih banyak diproses pihak-pihak yang tidak sejalan dengan kekuasaan. Sementara relawan dan buzzer, jarang terjadi proses hukumnya. Demikian juga kasus-kasus korupsi, jika tidak menyentuh langsung kekuasaan seperti Jiwasraya dan Joko Tjandra, dapat ditangani dengan baik dan independen," ujar Fickar.

3. Pemerintah dinilai memiliki komitmen tegas dalam menegakkan hukum

Publik Tak Puas Kinerja Jokowi-Ma'ruf Bidang Hukum, Begini Kata PakarPresiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin berada di Istana Negara saat pelaksanaan Upacara Hari Kemerdekaan RI ke-75 pada Senin, (17/8/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Hal berbeda diungkapkan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad. Menurut dia, proses penegakan hukum sudah berjalan cukup baik. Dia mencontohkan, Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki. Kemudian, Polri juga memproses pihak-pihak lainnya yang terlibat.

"Survei itu cukup mengejutkan, mengingat pemerintah punya komitmen yang tegas dalam menegakkan hukum. Tetapi harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan," tutur dia.

Diketahui, berdasarkan survei Litbang Kompas, sebagian besar responden tidak puas dengan kinerja Jokowi-Ma'ruf di bidang ekonomi, politik keamanan, dan hukum. Hanya persoalan kesejahteraan sosial saja responden masih merasa puas.

  1. Bidang ekonomi
    Puas: 40,3 persen
    Sangat puas: 2,3 persen
    Tidak puas: 49,7 persen
    Sangat tidak puas: 6,2 persen
  2. Bidang politik keamanan
    Puas: 42 persen
    Sangat puas: 2,1 persen
    Tidak puas: 46,7 persen
    Sangat tidak puas: 6,0 persen
  3. Bidang hukum
    Puas: 30,2 persen
    Sangat puas: 2,1 persen
    Tidak puas: 54,4 persen
    Sangat tidak puas: 10,2 persen
  4. Kesejahteraan Sosial
    Puas: 48,8 persen
    Sangat puas: 3,4 persen
    Tidak puas: 41 persen
    Sangat tidak puas: 5,5 persen.

4. Pandemik pengaruhi program pemerintah

Publik Tak Puas Kinerja Jokowi-Ma'ruf Bidang Hukum, Begini Kata PakarKepala Staf Kepresidenan, Moeldoko di Kantor Staf Presiden (Dok. IDN Times/Istimewa)

Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan laporan tahunan satu tahun perjalanan pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan. Laporan tersebut disampaikan untuk memperlihatkan pencapaian program pemerintah sesuai dengan visi dan misi Presiden Jokowi.

Dalam laporan KSP tersebut, Kepala KSP Moeldoko mengatakan  pandemik COVID-19 yang saat ini melanda dunia, termasuk Indonesia, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi program dan rencana pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Pandemik ini turut memengaruhi berbagai rencana dan program. Kami beranggapan berbagai perubahan ini penting disampaikan, sehingga masyarakat dapat mendapatkan informasi yang lebih utuh, termasuk tantangan dan capaiannya," kata Moeldoko dalam laporan tahunan KSP tersebut, Selasa (20/10/2020).

Meskipun dilanda pandemik, Moeldoko menyebut, Jokowi-Ma'ruf tidak akan mengabaikan janjinya dan terus melanjutkan program-program prioritasnya yang disampaikan pada pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2019.

Adapun kelima program prioritas Jokowi antara lain, Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), Pembangunan Infrastruktur, Penyederhanaan Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan
Transformasi Ekonomi.

"Refocusing dan realokasi anggaran memprioritaskan program dan penanganan di bidang kesehatan, pemulihan sosial dan ekonomi, terutama untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta koperasi. Namun lima arahan pembangunan tetap menjadi pilar bagi visi Indonesia 2045, demi memastikan Indonesia menjadi negara maju," kata Moeldoko.

Sejak pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2014-2019), kata Moeldoko, laporan tahunan telah menjadi tradisi baru dalam menyampaikan berbagai program dan capaian pemerintah secara umum kepada publik.

Laporan KSP ini, lanjut dia, disebut memberikan kesempatan seluruh pemangku kepentingan yang ingin mendapatkan perspektif lebih utuh tentang program-program pemerintah yang berasal dari visi-misi presiden. Sehingga menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional dan diimplementasikan oleh semua kementerian dan lembaga.

"Perspektif seperti itu tidak bisa diperoleh dari sumber lain, termasuk media massa, yang tentu memiliki keterbatasan akses, ruang, halaman, dan kemungkinan agenda setting-nya sendiri," ujar Moeldoko.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, KSP memutuskan untuk terus melanjutkan tradisi laporan tahunan. Selain untuk tujuan diseminasi kinerja pemerintah kepada publik, juga sebagai sarana evaluasi tahunan yang memberikan perspektif perbandingan tentang apa yang telah tercapai dan apa yang harus dilakukan pemerintah pada tahun berikutnya.

"Laporan tahunan ini kami mulai dengan munculnya game changer dunia, pandemik COVID-19. Indonesia tidak terkecuali harus menghadapinya," tutur Moeldoko.

Pada kesempatan berbeda, Moeldoko juga mengungkapkan, seluruh kebijakan pemerintah selalu berorientasi untuk kepentingan rakyat. Moeldoko bahkan menyebut Presiden Jokowi memikirkan rakyatnya sejak dalam kandungan.

"Contoh pembangunan SDM presiden memikirkan mulai dari manusia di dalam kandungan sampai 1000 hari. Itu dipikirkan karena itu usia golden age yang harus dipikirkan agar ke depan SDM yang punya unggulan," kata Moeldoko dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan tvOne, Selasa malam (20/10/2020).

Moeldoko menyampaikan bahwa Presiden Jokowi juga memikirkan anak-anak Indonesia dengan mencegah peningkatan stunting. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024, Jokowi menargetkan tingkat prevalensi stunting di Indonesia bisa turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Pada 2019, tingkat prevalensinya sudah mencapai 27,9 persen, menurun dari 37 persen pada 2013

"Stunting dipikirkan sebaiknya. Sehingga berani mencantumkan 14 persen sampai RPJMN 2024," kata dia.

Tidak hanya stunting, pemerintah juga memikirkan angka kematian ibu. Selanjutnya, generasi bangsa yang baru lahir juga telah dijamin pemerintah pendidikannya melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP).

"Setelah dia lahir presiden memikirkan sekolahnya. SD bagaimana ada KIP, SMP, SMA bahkan sampai perguruan tinggi dipikirkan sebaik baiknya," imbuh dia.

Tidak hanya pendidikan, pemerintah juga menjamin kesehatan masyarakatnya melalui BPJS Kesehatan. Moeldoko bahkan mengklaim program tersebut adalah satu-satunya di dunia.

"Presiden punya program BPJS kesehatan, mungkin satu satunya terbaik di dunia. Mungkin hanya ada di Indonesia itu, tidak ada di tempat lain," ujarnya.

Baca Juga: 1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di Parlemen

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya