Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk Sukarno

Sukarno menyebut dirinya memiliki dua sifat yang berlawanan

Jakarta, IDN Times - Jasa Sukarno memperjuangkan dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia membuatnya dijuluki Bapak Proklamator. Namun, sebenarnya tidak hanya julukan itu yang dimiliki bapak pendiri bangsa ini.   

Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno juga memiliki julukan lain, yakni Putra Sang Fajar. Julukan ini diberikan oleh sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai.

Dalam buku autobiografinya berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, yang ditulis Cindy Adams, Sukarno mengisahkan, suatu pagi ketika matahari mulai terbit, sang ibu mendekap Sukarno kecil dalam pelukannya dan berkata, "anakku engkau sedang memandangi matahari terbit. Ibu melahirkanmu di saat fajar menyingsing."

"Kita orang Jawa memiliki suatu kepercayaan, bahwa seseorang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah digariskan sebelumnya. Jangan sekali-kali kau lupakan nak, bahwa engkau ini putra sang fajar."  

Itulah pertama kali sang ibu, menyebut Sukarno Putra Sang Fajar. 

1. Sukarno lahir ketika fajar menyingsing

Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk SukarnoPotret Soekarno ketika minta restu dari sang ibu. Diambil dari buku Ibu Indonesia dalam Kenangan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Sukarno mengungkapkan, hari lahirnya ditandai dengan angka serba enam. "Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam," kata Sukarno kepada Cindy Adams.

Dia menilai, hal itu menjadi pertanda nasib yang paling baik untuk dilahirkan, dengan bintang Gemini yang merupakan lambang kekembaran.

Sukarno dilahirkan tepat saat fajar mulai menyingsing, di satu abad yang baru, yakni pada 1901.

Menurut ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai, orang Jawa mempunyai kepercayaan bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu. Dia pun meminta Sukarno untuk jangan sekali-kali melupakan bahwa dirinya adalah putra dari sang fajar, yang juga menjadi penanda bahwa dia dilahirkan pada abad yang baru.

"Bersamaan dengan kelahiranku, menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru, dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru. Karena aku dilahirkan di tahun 1901," kata Sukarno.

2. Lahir di abad revolusi kemanusiaan

Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk Sukarnosetkab.go.id

Penulis autobiografi Sukarno, Cindy Adams, menilai abad kesembilan belas merupakan zaman yang gelap bagi bangsa Indonesia. Namun sebaliknya, Sukarno menilainya sebagai zaman yang terang-benderang dalam revolusi kemanusiaan.

"Abad ini adalah suatu zaman di mana bangsa-bangsa baru dan merdeka di benua Asia dan Afrika mulai berkembang, dan berkembangnya negara-negara sosialis yang meliputi seribu juta manusia," ujar Sukarno.

Abad ini, kata Sukarno, juga dinamakan Abad Atom dan Abad Ruang Angkasa. "Dan mereka yang dilahirkan dalam Abad Revolusi Kemanusiaan ini, terikat oleh suatu kewajiban untuk menjalankan tugas-tugas kepahlawanan," ucapnya lagi.

3. Sukarno memiliki dua sifat berlawanan

Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk SukarnoRepro Buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat

Dengan tanda-tanda yang menyertai kelahirannya, Sukarno menyebut dirinya memiliki dua sifat yang berlawanan. 

"Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan. Aku bisa lunak dan aku bisa cerewet. Aku bisa keras laksana baja dan aku bisa lembut berirama. Pembawaanku adalah paduan dari pada pikiran sehat dan getaran perasaan," kata Sukarno.

4. Sukarno orang yang pemaaf dan keras kepala

Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk SukarnoDok. Buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat

Dengan dua sifat berlawanan itu, kepada Cindy Adams, Sukarno juga mengaku sebagai orang yang pemaaf tapi juga keras kepala.

"Aku menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jeruji besi, namun demikian aku tidak sampai hati membiarkan burung terkurung di dalam sangkar," ungkapnya.

Ia pun mencontohkan saat dirinya berada di Sumatra. Dia diberikan seekor monyet yang diikat dengan rantai. Akan tetapi, ia melepaskan monyet itu ke hutan.

Ketika Irian Barat berhasil kembali ke pangkuan Indonesia, Sukarno pernah diberi hadiah seekor kanguru. Binatang itu juga dikurung, dan ia meminta melepasnya kembali ke habitatnya.

"Aku menjatuhkan hukuman mati, namun aku tak pernah mengangkat tangan untuk memukul mati seekor nyamuk. Sebaliknya, aku berbisik kepada binatang itu, 'Halo, nyamuk, pergilah, jangan kau gigit aku," tutur Sukarno.

Sebagai Panglima Tertinggi, Sukarno mengaku mengeluarkan perintah untuk membunuh. Sebab, dirinya memiliki dua watak yang berbeda.

"Aku dapat memperlihatkan segala rupa, aku dapat mengerti segala pihak, aku memimpin semua orang. Boleh jadi secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain," ujarnya.

"Akan tetapi, kedua belahan dari watakku itu menjadikan aku seseorang yang merangkul semuanya," kata Sukarno lagi.

5. Pesan ibunda: Jangan sekali‐kali lupakan engkau adalah putra sang fajar

Putra Sang Fajar, Julukan Ida Ayu Nyoman Rai untuk SukarnoArsip Perpusnas

Di tengah dua sifat yang berbeda, bagi Ida Ayu Nyoman Rai, Sukarno tetaplah putra sang fajar.  

Ketika usia Sukarno sudah 15 tahun, sang ibu harus melepas kepergiannya ke Surabaya. Ayahnya, Raden Soekemi, menitipkan “calon bapak bangsa” itu kepada H.O.S Tjokroaminoto. 

Sebelum melepas kepergian buah hatinya, Nyoman Rai meminta Sukarno berbaring di depan rumah. Kemudian dia melangkahi badan Sukarno bolak-balik sebanyak tiga kali. Ritual ini dipercaya sebagai penolak bala dan menandakan bahwa si anak telah mendapat restu dari ibunya selama-lamanya.

"Kemudian dia menyuruhku bangkit. Sekali lagi ia memutar badanku arah ke Timur dan berkata dengan sungguh‐sungguh, 'jangan sekali‐kali kau lupakan, anakku, bahwa engkau adalah putra sang fajar," ingat Sukarno.

Baca Juga: Kisah Sukarno Makan Satai Dekat Got Usai Diangkat Jadi Presiden

Topik:

  • Sunariyah
  • Rochmanudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya