Stafsus Presiden Kritik Stigmatisasi Terorisme dan Radikalisme
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Staf Khusus (Stafsus) Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin, mengatakan bahwa pihaknya mengkritisi persoalan stigmatisasi terkait terorisme dan radikalisme. Sebab, persoalan itu umumnya ditujukan pada suatu kelompok tertentu. Hal itu Siti ungkapkan, dalam acara Ngobrol Seru Bareng IDN Times yang bertajuk 'Membangun Harmoni di Tengah Ancaman Terorisme dan Radikalisme'.
"Persoalan radikalisme dan persoalan ekstremisme dengan kekerasan itu sebetulnya tidak boleh kita attachment kepada suatu kelompok tertentu," ungkap Siti di Gedung IDN Media HQ, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/11).
1. Presiden tak lagi gunakan kata radikalisme
Menurut Stafsus Presiden bidang keagamaan ini, suatu kehidupan beragama memiliki spektrum. Ada spektrum radikal, ekstrem, konservatif, moderat, dan liberal. Sedari awal, pemerintah, kata Siti, tidak ingin generalisir suatu kelompok jika terjadi peristiwa terorisme.
"Oleh sebab itu, sejak dua tahun yang lalu, Presiden Jokowi tidak lagi menggunakan kata-kata radikalisme di situ," katanya.
Baca Juga: Tantowi Yahya Ajak Belajar Merespons Terorisme dari Selandia Baru
2. Pemerintah akan menggunakan cara moderasi agama
Editor’s picks
Persoalan radikalisme pada umumnya ditangani oleh lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Teroriame (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Polri.
Namun, menurut mantan Komisioner HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ini, masih diperlukan cara-cara yang lebih persuasif.
"Kita akan menyemai, kita akan mempromosikan dan kita akan mengarusutamakan apa yang disebut dengan moderasi agama dan Islam yang moderat," jelasnya.
"Islam moderat ini adalah satu hal yang sangat penting karena di belakangnya ada Islam wasatiyyah Indonesia," sambungnya.
3. Indonesia masih memiliki ketahanan dalam menangani terorisme
Lebih lanjut, perempuan kelahiran Blora, Jawa Tengah, 57 tahun silam ini, memandang bahwa Indonesia masih bisa menangani masalah-masalah terorisme dan radikalisme.
"Saya melihat Indonesia masih mempunyai ketahanan sebetulnya ketika merespons persoalan itu. Meski pun mungkin, ada beberapa hal yang masih dirasakan perlu dilakukannya," ucap Siti.
Baca Juga: Soal Terorisme, Stafsus Presiden: Tidak Ada Jihad dengan Kekerasan!