Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud: Sekolah Tak Perlu Tuntaskan Kurikulum

Yang paling penting ada progres dari setiap anak

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril mengatakan, berdasarkan interaksi dari komunitas dan guru-guru di lapangan, masih ada kekhawatiran tentang tuntutan kurikulum yang harus dilaksanakan.

Menurut Iwan, sekolah tidak perlu memaksakan menuntaskan kurikulum untuk tahun ajaran baru mendatang.

"Masih ada semacam beban mental untuk menghabiskan atau menuntaskan kurikulum," kata dia dalam diskusi virtual yang digelar Kemendikbud, Selasa (16/6).

1. Kurikulum bisa disesuaikan dengan konteks kondisi anak-anak

Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud: Sekolah Tak Perlu Tuntaskan KurikulumDirektur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Iwan Syahril (Tangkap Layar Zoom Meeting Kemendikbud)

Iwan menjelaskan, sesuai Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19, dijelaskan bahwa keselamatan serta kesehatan peserta didik, guru, kepala sekolah, orang tua, dan keluarga, menjadi hal terpenting.

"Karena itu perlu penyesuaian. Kurikulum ini kita bisa sesuaikan sesuai dengan konteks kondisi anak-anak yang ada dan juga konteks sekolah, di mana dia berada dan apa yang memungkinkan dalam sekolah tersebut," kata dia.

Baca Juga: Ini Aturan Belajar Tatap Muka di Zona Hijau yang Diatur SKB 

2. Guru diminta melakukan asesmen untuk melihat kondisi murid

Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud: Sekolah Tak Perlu Tuntaskan KurikulumIDN Times/ Muchammad

Iwan mengatakan, dari hasil penelitian global, untuk memulai tahun ajaran baru, guru sangat disarankan melakukan semacam asesmen. Hal itu untuk melihat bagaimana kondisi murid selama pandemik COVID-19.

Menurut Iwan, mungkin saja ada hal-hal yang tertinggal oleh murid. Karena beberapa bulan terakhir pembelajaran tidak berjalan seperti sebelumnya.

"Yang kelas lima mungkin ada anak yang sudah tertinggal atau ada yang masih bisa mengikuti, sesuai dengan ekspektasi kurikulum tahun ajaran kemarin," kata dia.

"Ini yang mungkin menjadi sebuah catatan kurikulum tidak perlu dituntaskan. Yang paling penting adalah bagaimana ada progres dari setiap anak sesuai dengan di mana dia berada," sambung Iwan.

3. Bisa berdampak buruk jika kurikulum dipaksakan selesai

Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud: Sekolah Tak Perlu Tuntaskan KurikulumANTARA FOTO/Maulana Surya

Iwan mencontohkan, jika ada anak yang naik ke kelas lima, dia tidak harus langsung mempelajari bahan kelas lima. Karena itu, guru harus lebih dulu memperhatikan kondisi muridnya.

"Karena kalau dipaksakan misalnya dengan kurikulum kelas lima tanpa melihat anak seperti apa pada saat ini, nanti dampaknya akan semakin buruk," ucap dia.

"Jadi kita perlu memastikan anak itu ada progres sesuai dengan tingkat perkembangannya dan tidak dipaksakan kurikulumnya," Iwan melanjutkan.

4. Ada 6 persen siswa di zona hijau diizinkan belajar tatap muka

Tahun Ajaran Baru, Kemendikbud: Sekolah Tak Perlu Tuntaskan KurikulumMenteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan Merdeka Belajar Episode 4: Program Organisasi Penggerak (YouTube/KEMENDIKBUD RI)

Perlu diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sebelumnya mengatakan, hanya sekolah di zona hijau yang diizinkan melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka. Informasi ini melengkapi keterangan bahwa kalender akademik tidak berubah dan tetap dimulai pada Juli 2020 mendatang.

“Kita telah mengambil keputusan di Kemendikbud untuk daerah dengan zona kuning, oranye, dan merah, yaitu zona-zona yang telah didesainasikan oleh gugus tugas yang punya risiko COVID-19 dan penyebaran COVID-19, itu dilarang, dilarang saat ini melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan,” ujar Nadiem dalam virtual Zoom webinar yang dilaksanakan Kemendikbud, Jakarta, Senin (15/6).

Nadiem menyebutkan, ada 94 persen peserta didik berada di wilayah zona merah, kuning, dan oranye. Khususnya di satuan pendidikan dasar dan menengah.

“(Sebanyak) 94 persen dari peserta didik kita tidak diperkenankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Masih belajar dari rumah,” kata Mendikbud.

Artinya, kata Nadiem, hanya enam persen dari peserta didik yang diizinkan menerapkan pembelajaran tatap muka. Namun, izin dari pemerintah daerah juga harus dipastikan tiap satuan pendidikan, sebelum menerapkan pembelajaran tatap muka.

“Yang enam persen yang di zona hijau itulah yang kami memperbolehkan pemerintah daerah, untuk melakukan pembelajaran tatap muka, tetapi dengan protokol yang sangat ketat,” kata Mendikbud.

Baca Juga: KPAI Minta Pemerintah Sederhanakan Kurikulum dan Beri Subsidi Internet

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya