Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan Polri

Polri akan hadir pada persidangan pekan depan

Jakarta, IDN Times - Eks Anggota TNI AD, Ruslan Buton mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas kasus ujaran kebencian terhadap Presiden Joko 'Jokowi' Widodo. Diwakilkan kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun, sidang itu seharusnya digelar Rabu (10/6) pukul 09.15 WIB.

Namun, pihak termohon yakni Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo dan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol. Slamet Uliandi, tak hadir dalam persidangan.

"Tentunya hal tersebut sudah dikoordinasikan sebelumnya. Karena, tim kuasa hukum Polri masih melengkapi administrasi kelengkapan sidang dan masih menyusun materi untuk persidangan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/6).

1. Polri akan hadir dalam sidang pekan depan

Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan PolriKepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Awi Setiyono (Dok. Humas Polri)

Sidang perdana praperadilan itu akhirnya ditunda. Pihak PN Jakarta Selatan menjadwalkan ulang sidang tersebut pada Rabu (17/6) mendatang.

"Nantinya, apabila seluruh berkas sudah lengkap maka tim kuasa Polri akan hadir pada persidangan yang telah dijadwalkan Rabu, 17 Juni 2020 pekan depan," ungkap Awi.

Baca Juga: Jokowi dan Kapolri Tak Hadir, Sidang Praperadilan Ruslan Buton Ditunda

2. Penetapan Ruslan Buton sebagai tersangka dinilai tidak tepat

Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan PolriIDN Times/Margith Juita Damanik

Dalam sidang praperadilan ini, Ruslan menilai bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak tepat. Dimana, pada 26 Mei 2020, Ruslan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, dia baru ditangkap pada 28 Mei. Tonin pun menyayangkan, para pihak termohon tidak hadir dalam sidang perdana itu.

"Karena untuk jadi tersangka dia harus dipanggil dulu, diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Setelah itu, dua alat bukti. Alat buktinya (Ruslan) apa ? Hanya karena laporan orang, habis itu video. Ya masuk penjaralah semua orang," katanya di PN Jakarta Selatan, kemarin.

Saat ditanyai bagaimana kondisi Ruslan, Tonin tidak mengetahuinya. Sebab, Polri melarangnya untuk mengunjungi Ruslan.

"Maka hari ini (Rabu), kami buat surat kepada Kapolri. Kami protes terhadap terdakwa yang tidak boleh dibesuk, padahal KUHAP kan jelas. KUHAP menyatakan bahwa dia harus bisa dibesuk oleh keluarganya, oleh pengacaranya. Alasan (dilarang besuk) karena situasi COVID-19," ucap Tonin.

3. Ada tujuh petitum permohonan praperadilan Ruslan Buton

Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan PolriEks Anggota TNI AD Ruslan Buton ditangkap karena meminta Jokowi untuk mundur (Dok. Istimewa)

Dilansir dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, ada tujuh petitum permohonan praperadilan Ruslan Buton. Pertama, meminta mengabulkan gugatan permohonan praperadilan seluruhnya. Kedua, menyatakan pihak termohon tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam penetapan tersangka.

Ketiga, menyatakan tidak sah penetapan tersangka berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 selaku pelapor Aulia Fahmi. Keempat, menyatakan batal surat ketetapan Nomor: S.Tap/73/V/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020, dengan tersangka Ruslan alias Ruslan Buton.

Kelima, melepaskan tersangka Ruslan Buton dar penahanan. Keenam, menghentikan perkara pidana berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Aulia Fahmi. Dan terakhir, merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan Buton. 

4. Ruslan dianggap memprovokasi lewat narasinya

Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan PolriKepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes. Pol. Ahmad Ramadhan (Dok. Humas Polri)

Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan, pihaknya menindaklanjuti Laporan Polisi No. 0271 tanggal 22 Mei 2020, terkait adanya informasi yang dianggap memprovokasi atau membuat gaduh.

"Tersangka atas nama Ruslan alias Ruslan Buton (45) di wilayah Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, dengan barang bukti satu buah handphone milik tersangka dan KTP,'' kata Ahmad di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (29/5).

Ruslan mengkritisi pemerintahan Jokowi hingga memintanya mundur. Kritikan itu dia lontarkan lewat suara, yang tersebar di sejumlah media sosial.

"Tersangka mengakui bahwa benar suara rekaman yang beredar adalah milik tersangka, yang dibuat pada tanggal 18 Mei 2020," jelas Ahmad.

Ahmad menjelaskan, rekaman suara itu disebarkan Ruslan ke dalam grup WhatsApp Serdadu Ekstrimatra. Ruslan pun dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun," ungkap Ahmad.

5. Berikut bunyi kritikan Ruslan Buton kepada Presiden Jokowi

Tak Hadiri Sidang Praperadilan Ruslan Buton, Begini Penjelasan PolriPresiden Jokowi saat mengunjungi Gedung BNPB pada Rabu, 10 Juni 2020 (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Mei 18, 2020
Kepada Yth. Saudara Ir H Joko Widodo.
Ass wr wb.

Saya Ruslan Buton, mewakili suara seluruh Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat prihatin dengan kondisi bangsa saat ini. Di tengah Pandemik COVID-19, saya melihat tata kelola berbangsa dan bernegara yang begitu sulit dicerna akal sehat untuk dipahami oleh siapapun.

Kebijakan-kebijakan saudara selalu melukai dan merugikan kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Yang lebih menghawatirkan lagi adalah ancaman lepasnya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kami cintai ini.

Suka atau tidak suka, di era kepemimpinan saudaralah semua menjadi kacau balau alias amburadul dalam segala hal. Entah karena ketidakmampuan saudara, atau bisikan kelompok yang memiliki kepentingan yang tidak saudara pahami atau mungkin karena saudara telah tersandera oleh kepentingan elit politik.

Di sini saya tidak akan memaparkan kebijakan-kebijakan saudara yang lebih banyak merugikan rakyat, bangsa dan negara. Sebagai bentuk etika berkomunikasi saya terhadap saudara yang kebetulan menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Saudara Joko Widodo yang saya hormati. Semua sistem yang berlaku di Negeri ini bagaikan benang kusut yang sangat sulit untuk dirajut kembali. Oleh karenanya dengan bahasa yang sangat sederhana ini, saya memohon dengan hormat agar saudara dengan tulus dan ikhlas secara sadar untuk mengundurkan diri dari jabatan saudara sebagai Presiden Republik Indonesia.

Hal ini perlu di lakukan demi kepentingan bangsa untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum kedaulatan negara benar benar runtuh dan dikuasai asing terutama China Komunis.
Saya tau ini adalah pilihan sulit namun merupakan pilihan terbaik.

Saudara seorang Negarawan yang pastinya ingin membangun negeri ini, namun harus jujur saya katakan bahwa saudara belum memiliki banyak kemampuan untuk membangun bangsa yang besar ini berdasarkan amanat UUD 1945. Sehingga terjadilah kebijakan-kebijakan yang menjadi blunder politik yang sangat merugikan rakyat, bangsa dan negara.

Saudara Joko Widodo, sekali lagi saya sampaikan bahwa solusi terbaik menyelamatkan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya ada satu. Saudara harus bersikap kstaria dan legowo untuk mundur dari Tahta Kepresidenan.

Namun bila tidak, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat, seluruh komponen bangsa dari berbagai suku, agama dan ras yang akan menjelma bagaikan tsunami dahsyat yang akan meluluhlantakan para penghianat bangsa, akan bermunculan harimau, singa dan srigala lapar untuk memburu dan memangsa para penghianat bangsa, sesuai amanat UUD 1945 pasal 1 ayat 2 yang mengatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan Rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

Saudara Joko Widodo, lengsernya Jenderal Besar Soeharto, bisa menjadi sebuah acuan atau referensi untuk saudara lakukan. Sebagai seorang negarawan, beliau dengan legowo menyatakan mundur dari tahta Kepresidenan demi menghindari pertumpahan darah sesama anak bangsa.

Dan saya berharap saudara juga bersikap demikian, sehingga saudara bisa menghidarkan potensi pertumpahan darah antar sesama anak bangsa. Ketika pertiwi memanggil, maka kami akan menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan NKRI.

Kendari, 18 Mei 2020
Ruslan Buton
(Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara)

Baca Juga: Ruslan Pengkritik Jokowi Ajukan Praperadilan, Polri: Hak Tersangka

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya