Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus Makar

Kivlan dan Soenarko juga diduga memiliki senjata api ilegal

Jakarta, IDN Times - Tiga purnawirawan baik dari TNI maupun Polri diringkus oleh pihak kepolisian akibat diduga melakukan makar. Di antaranya, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purn) TNI, Kivlan Zen, mantan Danjen Kopassus Mayor Jendral TNI (Purn) Soenarko, dan mantan Kapolda Metro Jaya Komjen Polisi (Purn) Sofyan Jacob.

Tak hanya itu, Kivlan dan Soenarko pun juga telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Kivlan bahkan juga disebut mengirimkan sejumlah uang kepada seorang tersangka yang merencanakan pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga Survei.

Berikut fakta-fakta kasus makar yang menjerat ketiga purnawirawan tersebut.

1. Kivlan ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarANTARA FOTO/Reno Esnir

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, penetapan status tersangka terhadap Kivlan berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi.

"Udah beberapa saksi, termasuk saksi ahli juga dimintai keterangan. Saksi ahli bahasa, pidana, ITE sudah dimintai keterangan," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (28/5) lalu.

Kivlan Zen sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks dan upaya makar terhadap pemerintah. Berdasarkan keterangan yang diterima IDN Times, laporan terhadap Kivlan diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. Dalam tanda terima laporan itu, diketahui Kivlan dilaporkan oleh seseorang yang bernama Jalaludin.

Dalam laporan tersebut, Kivlan dilaporkan atas Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong atau hoax dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15 serta terhadap Keamanan Negara atau Makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 jo asal 110 jo pasal 87 dan atau pasal 163 jo pasal 107.

Baca Juga: Moeldoko Sebut Ada Kemungkinan Dalang Kericuhan di Atas Kivlan Zen

2. Kivlan juga ditetapkan sebagai tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarANTARA FOTO/Reno Esnir

Pada Rabu (29/5) lalu, Kivlan Zen digiring polisi ke Polda Metro Jaya (PMJ) usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan Makar di Bareskrim Mabes Polri. Seluruh awak media yang menanti di lokasi pun tidak tahu kapan Kivlan beranjak dari Bareskrim.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, Kivlan dibawa ke PMJ untuk diperiksa terkait kasus dugaan kepemilikan senjata ilegal. Bahkan, Kivlan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Perlu saya sampaikan juga ada keterangan tambahan yang saya dapatkan dari penyidik, untuk beliau pak KZ (Kivlan) ternyata ada dua LP (Laporan Polisi). LP pertama yang ditangani oleh Bareskrim terkait tindak pidana makar. Kemudian ada satu LP lagi yang saat ini ditangani PMJ terkait masalah kepemilikan senjata api," jelas Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/5).

Kivlan, saat itu, dibawa ke PMJ untuk dimintai keterangannya oleh penyidik terkait kasus kepemilikan senjata api ilegal tersebut. Hal itu, kata Dedi, juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 pasal 1 ayat 1 tentang kepemilikan senjata api.

"Pemeriksaannya (kepemilikan senjata api ilegal) di PMJ. Selesai dimintai keterangan di Bareskrim, akan dilanjutkan pemeriksaan di PMJ. Tentunya dengan melihat kondisi kesehatan tersangka," ungkap Dedi.

Kuasa Hukum Kivlan Zen, Suta Widhya mengatakan usai pemeriksaan, penyidik Polda Metro Jaya saat itu langsung menahan kliennya tersebut. "Dalam hal ini kebijakan dari kepolisian untuk menahan 20 hari ke depan di (Rumah Tahanan) Guntur," kata Suta di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (30/5).

Suta mengungkapkan, Kivlan ditahan setelah penyidik memutuskan dirinya bersalah karena terlibat dalam kepemilikan senjata ilegal. Salah satunya, memiliki hubungan dengan salah satu tersangka yang juga memiliki senjata api tersebut.

"(alasan penahanan) dianggap cukup berdasarkan alat bukti yang ada. (alat buktinya) Senjata orang lain Senjata yang ditemukan orang lain, dianggap ada hubungan (dengan Kivlan)," jelas Suta.

Meski begitu, Kivlan yakin bahwa kliennya itu tidak bersalah. Menurutnya, Kivlan juga sudah tidak pernah memegang senjata sejak dirinya pensin dari TNI.

"Sebetulnya tidak ada alasan (yang tepat) untuk menahan. Tapi kita ikuti prosedur dulu. Intinya kita ikuti proses dulu walau sebetulnya bukti-bukti yang kuat itu tidak ada. Beliau tidak pernah memegang senjata setelah pensiun dan sebagainya. Beliau seorang akademisi dosen di berbagai tempat, dia pembicara di berbagai tempat," ungkap Suta.

3. Kivlan disebut mengenal empat dari enam tersangka perencana pembunuhan 4 tokoh nasional

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Kuasa Hukum Kivlan Zen, Djuju Purwantoro mengatakan Kivlan Zen mengetahui empat dari 6 tersangka yang merencanakan pembunuhan empat tokoh nasional serta kepemilikan atas senjata api ilegal. Akan tetapi, Kivlan kata Djuju, hanya mengenal satu orang tersangka yang bernama Armi.

"Ini kaitannya adalah karena adanya tersangka saudara Kurniawan atau Iwan dan kawan-kawan begitu tentang kepemilikan senjata api secara tidak sah. Dalam hal ini ada seseorang yang bernama Armi," kata Djuju di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (30/5) dini hari.

"Armi ini baru saja ikut bekerja paruh waktu bersama atau ikut Pak Kivlan Zen itu baru sekitar 3 bulanan juga termasuk salah satu tersangka pemilik penggunakan senjata api tanpa secara tidak sah," sambungnya.

Djuju kemudian menjelaskan, Armi bekerja sebagai Sopir Kivlan namun tidak full time. Sedangkan untuk tiga tersangka lainnya, Kivlan kata Djuju, hanya sekedar tahu, sebab ketiganya merupakan teman dari Armi.

"Ya Iwan dan teman-teman itu, ada beberapa senjata api yang dijadikan sebagai alat bukti yang dimana sebetulnya Pak Kivlan tidak memiliki senjata tersebut. Tapi dimiliki oleh pihak lain. Sehingga, Pak Kivlan diminta keterangan terhadap keberadaan senjata api tersebut. Ada sekitar satu laras panjang dan tiga senjata pistol," jelas Djuju.

Djuju menegaskan,  Kivlan juga tidak memiliki senjata api tersebut. Bahkan, kliennya itu sama sekali tidak menyimpan senjata api itu.

"Kami jelaskan bahwa klien kami tidak dalam posisi menguasai atau memiliki senjata tersebut. Tetapi dalam posisi beliau diminta keterangan terhadap keberadaan atau proses kenapa senjata-senjata itu dimiliki oleh pihak-pihak tersebut. Pak Kivlan sendiri saat ini tidak dalam posisi menguasai, jadi tidak memegang senjata sama sekali," ungkap Djuju.

Berikut keenam tersangka yang ditangkap polisi terkait dengan upaya pembunuhan saat kericuhan 22 Mei 2019.

- HK, warga Bogor. Perannya leader mencari senjata api sekaligus mencari eksekutor sekaligus eksekutor. Memimpin tim turun aksi 21 Mei. Dia ada pada saat 21 Mei membawa revolver jenis Taurus. HK menerima uang Rp 150 juta ditangkap Selasa (21/5) pukul 13.00 di lobi Hotel Megaria, Menteng, Jakarta Pusat.

- AZ, warga Ciputat Tangerang Selatan. Peran mencari eksekutor sekaligus eksekutor. Ditangkap Selasa (21/5) pukul 13.30 WIB di terminal 1 C Bandara Soekarno-Hatta.

- IF, Kebon Jeruk Jakarta Barat. Perannya eksekutor menerima uang Rp 5 juta. Ditangkap Selasa (21/5) 20.00 WIb di pos Peruri kantor Sekuriti KPBD Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

- TJ, warga Cibinong. Peran sebagai eksekutor menguasai senpi rakitan mayer cold 22, senpi laras panjang mayer cold 22. Menerima uang Rp 55 juta. Ditangkap Jumat (24/5) 08.00 WIB di parkiran Indomaret Sentul, Citereup. TJ kita periksa urinnya positif methamphetamine dan amphetamine.

- AD, warga Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara. Peran penjual 3 pucuk senpi. Satu rakitan jenis mayer, satu laras pajang, satu laras pendek ke HK. Menerima Rp 26,5 juta. Ditangkap Jumat (24/5) 08.00 WIB di daerah Swasembada. Dia juga positif amphetamine dan metamphetamine dan benzo.

- AF alias Fifi (perempuan) warga Rajawali, Pancoran, Jakarta Selatan. Peran pemilik dan penjual senpi revolver taurus ke HK. Menerima Rp 50 juta. Ditangkap Jumat (24/5) di Bank BRI Thamrin.

4. Kivlan peroleh dana untuk membeli senjata api dari Habil Marati

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarIDN Times/Axel Jo Harianja

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol. Muhammad Iqbal mengatakan, Kivlan diduga memperoleh dana terkait rencana pembunuhan 4 tokoh nasional dari Habil Marati (HM). Dana tersebut kata Iqbal, digunakan untuk membeli senjata api.

"Ya itu (aliran dana) sedang kita dalami. Yang jelas, penyidik sudah menyita alat komunikasi, sudah menyita aliran dana dan lain-lain," kata Iqbal di Medua Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat,Selasa (11/6) lalu.

Iqbal menjelaskan, Habil memberikan dana sebanyak SGD 15 ribu atau setara Rp 150 juta kepada Kivlan Zen.

"Kivlan Zen mencari eksekutor dan memberi target pembunuhan 4 tokoh nasional yaitu Wiranto, Budi Gunawan, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Gories Mere. Ada juga Yunaarto Wijaya, bos lembaga survei Charta Politika," sambung Iqbal.

Tak hanya itu, Habil juga memberikan uang Rp 60 juta kepada HK alias Iwan. Meski begitu, polisi belum dapat menjelaskan lebih detail peran Habil, terkait rencana pembunuhan empat tokoh nasional tersebut.

"Itulah teknis taktik strategi penyidik, kita belum bisa sampaikan di sini, tunggu saja ini akan semakin terang," kata Iqbal.

Iqbal menambahkan, Habil ditangkap di rumahnya sejak Rabu (29/5) lalu. Ia juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dari proses penangkapan itu, polisi turut menyita Handphone yang digunakan Habil untuk berkomunikasi dan printout rekening bank milik Habil.

Baca Juga: Kuasa Hukum: Kivlan Zen Akui Terima Uang dari Habil Marati

5. IF, perusuh 22 Mei yang dijanjikan liburan oleh Kivlan Zen

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarIDN Times/Axel Jo Harianja

Salah satu dari enam tersangka kepemilikan senjata api ilegal yang diperintahkan untuk membunuh empat tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei mengaku, kehidupannya akan dijamin oleh Kivlan.

Hal itu diungkapkan tersangka bernama Irfansyah alias IF dalam video yang diputar dalam Konferensi Pers di Media Center Kemenko Polhukam hari ini, Selasa(11/6).

"Beliau (Kivlan) berkata lagi, kalau nanti ada yang bisa eksekusi, nanti saya jamin anak istri serta liburan ke mana pun," ungkap Irfansyah dalam video tersebut.

Berikut pengakuan lengkap Irfansyah dalam video tersebut.

Selamat malam saya Irfansyah alamat kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Pada bulan April sehabis pemilu 2 hari, saya ditelepon Armi untuk bertemu Pak Kivlan Zen di Masjid Pondok Indah, kebetulan waktu Armi nelepon, saya bersama Yusuf di Pos Peruri. Lalu keesokan harinya saya mengajak Yusuf untuk bertemu Pak Kivlan Zen ke Masjid Pondok Indah. Kita berangkat besok sekitar jam 13.00 WIB mengendarai mobil Yusuf, Ertiga. Sampai di Pondok Indah kami parkir di lapangan parkir Masjid Pondok Indah dan menunggu Armi datang, kemudian Armi datang mengendarai motor, lalu kami duduk sambil minum kopi dan makan.

Nggak lama kemudian datang Pak Kivlan bersama sopirnya dan Pak Kivlan salat asar sebentar, setelah menunggu Pak Kivlan salat asar, Armi manggil saya, saya masuk ke dalam mobil Pak Kivlan, karena Pak Kivlan di dalam mobil sendirian.

Lalu Pak Kivlan keluarkan HP dan menunjukkan alamat serta foto Pak Yunarto lembaga quick count, dan Pak Kivlan berkata pada saya coba kamu cek alamat ini, nanti kamu foto dan videokan. Siap saya bilang.

Lalu beliau berkata lagi, nanti saya kasih uang operasional Rp 5 juta untuk bensin, makan dan uang kendaraan. Lalu saya bilang, siap pak. Dan beliau berkata lagi, kalau nanti ada yang bisa eksekusi, nanti saya jamin anak istri serta liburan ke mana pun.

Lalu saya pun disuruh keluar dari mobil dan beliau perintahkan Eka ambil uang operasional Rp 5 juta, setelah terima Rp 5 juta saya dan Yusuf kembali pulang, dan Armi pun pulang dengan motornya, dan kami pulang naik mobil Yusuf.

Keesokan harinya kami langsung survei ke lokasi yang diperintahkan Pak Kivlan, lalu saya dan Yusuf menuju ke lokasi sekitar jam 12 siang. Sesampai di sana dengan HP Yusuf kami foto dan video alamat Pak Yunarto. Setelah itu dari HP Yusuf dikirim ke HP saya, dan saya kirim ke Armi, lalu dijawab mantap, setelah itu kembali pulang. 

Setelah kami pulang, esok harinya Armi datang ke Pos Peruri dan saya tanya senjata kamu di mana. 'Oh iya saya gadai bang, kan itu untuk nutupi kontrakan dan kebutuhan rumah tangga. Kan pelurunya ada sama abang dua yang saya titipkan waktu gadai di Bogor'. 'oh iya Armi aku lupa'. Setelah itu Armi pun pulang.

Esok harinya sekira jam 12 siang saya dan Yusuf kembali lagi ke alamat tersebut untuk survei kedua, alamat yang kata Pak Kivlan itu rumah Pak Yunarto lalu jam 12 kami bertiga naik Ertiga milik Yusuf. Setelah itu kami foto dan video dan setelah itu seperti biasa Yusuf kirim foto ke saya, saya kirim ke Armi, tapi Armi tak pernah jawab lagi.

Lalu saya dan Yusuf kembali pulang dan sampai di Pos Peruri kami memutuskan mungkin ini sudah selesai tugas kita dan sisa uang operasional itu kami bagi-bagi, setelah itu kami pulang masing-masing. 

Pada tanggal 21 Mei pukul 20.00 WIB, 19 Mei saya ditangkap polisi pakaian preman, dan sampai lah saya sekarang ini. Penutup sekian dan terima kasih.

Selain itu, dua tersangka lainnya berinisial HK alias Iwan dan TJ alias Udin juga mengaku, mendapatkan perintah pembunuhan tersebut dari Kivlan Zen.

"(Kivlan Zen) Memberikan uang sebesar Rp. 150 juta kepada tersangka HK untuk pembelian senjata api. Memberikan TO (Target Operasi) yang akan dibunuh yaitu 4 orang tokoh nasional dan 1 orang pimpinan Lembaga Survei," jelas Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa(11/6).

Dalam video yang diputar dalam Konferensi Pers kala itu, tersangka HK alias Iwan menjelaskan dirinya ditangkap pada 21 Mei 2019 lalu di wilayah Bogor, Jawa Barat. Ia pun mengaku sempat mengadakan pertemuan dengan Kivlan dan menerima uang Rp 150 juta dalam pertemuan tersebut untuk membeli senjata api.

Berikut pengakuan HK selengkapnya.

"Saya H Kurniawan, biasa dipanggil Iwan, domisili Cibinong, Bogor. Saya diamankan polisi tanggal 21 Mei pukul 13.00 WIB terkait ujaran kebencian, kepemilikan senjata api, dan ada kaitannya dengan senior saya, Jenderal saya yang saya hormati dan saya banggakan, yaitu Bapak Mayor Jenderal Kivlan Zein.

Di mana pada bulan Maret, sekitar Maret, saya dan saudara Udin (TJ) dipanggil Bapak Kivlan untuk ketemuan ke Kelapa Gading. Di mana dalam pertemuan tersebut saya diberi uang Rp. 150 Juta untuk pembelian alat, senjata, yaitu senjata laras pendek dua pucuk, dan laras panjang 2 pucuk.

Uang tersebut Rp. 150 juta dalam bentuk dolar Singapur dan langsung saya tukarkan di money changer. Karena saya belum mendapatkan senjata yang dimaksud, saya dikejar-kejar dan ditagih oleh Bapak Kivlan Zein. Dan saat ditangkap saya membawa satu pucuk senjata jenis revolver 38 magnum, dengan mengisi sekitar seratus butir, yang saya bawa memang untuk ke lokasi demo, yang tujuan saya adalah untuk apabila menemukan massa tandingan dan akan membahayakan anak buah saya, maka saya akan bertanggung jawab untuk mengamankan seluruh anak buah saya. Dan tanggal 21 itu adalah aksi pemanasan demo di KPU, cuma karena memang massanya belum ramai saya segera kembali ke pangkalan yaitu di Jalan Proklamasi Nomor 36. 

Adapun senjata yang saya miliki itu saya dapatkan dari seseorang ibu-ibu juga yang kebetulan juga masih keluarga besar TNI. Seharga, saya ganti, atau saya bawa dengan jaminan untuk beliau itu uang Rp. 50 juta. Sedangkan senjata yang Mayer kaliber 22 dan Ladies Gun kaliber 22 yang saya dapatkan dari saudara Admil, yang Mayer saya percayakan kepada saudara Armi yang di sini Armi adalah sebagai pengawal, ajudan, sekaligus drivernya Bapak Kivlan Zen. Dan satu lagi yang Ladies Gun saya percayakan kepada saudara Udin untuk alat pengamanan pribadi selama melakukan aktivitas pemantauan dan pengamanan adapun sesuai TO yang diberikan bapak Kivlan Kepada saya dan saya sampaikan kepada Udin adalah Bapak Wiranto dan Bapak Luhut"

Senada, tersangka Udin alias TJ juga mengaku bahwa, dirinya diperintahkan Kivlan untuk merencanakan pembunuhan kepada 4 tokoh nasional. Berikut pengakuan selengkapnya.

"Nama Tajudin, tempat tanggal lahir Bogor 11 Januari 1979. Saya mendapatkan perintah dari Bapak Mayjen Purnawirawan Kivlan Zen melalui Bapak Haji Kurniawan alias Iwan untuk menjadi eksekutor penembakan target atas nama satu, Wiranto, dua, Luhut Pandjaitan, tiga, Budi Gunawan, empat, Gories Mere.

Saya diberikan uang tunai total 25 juta dari Bapak Mayjen Purnawirawan Kivlan Zen melalui Haji Kurniawan alias Iwan. Kemudian rencana penembakan dengan senjata laras panjang kaliber 22 dan sejata laras pendek. Senjata tersebut saya peroleh dari Haji Kurniawan alias Iwan"

Baca Juga: Mengenal Sosok Soenarko, Terduga Penyelundup Senjata pada Aksi 22 Mei

6. Soenarko dilaporkan terkait kasus dugaan makar

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarWikipedia.org

Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen TNI (Purn) Soenarko dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri karena dianggap mengarahkan sejumlah orang untuk mengepung Istana Negara dan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada aksi unjuk rasa yang digelar Rabu (22/5) lalu.

Pelapor yang bernama Humisar Sahala mengatakan, alasan dirinya melaporkan hal itu kepada Polisi karena pernyataan Soenarko dinilai membuat keresahan.

"Pernyataan yang membuat keresahan adalah memerintahkan mengepung KPU dan Istana serta kemudian menyatakan seakan-akan polisi akan bertindak keras, tentara tidak, dan provokasi tentara pangkat tinggi sudah bisa dibeli, ujar Humisar di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin(20/5).

Menurut Humisar, pernyataan yang dilontarkan Soenarko tersebut, membuat keresahan di tengah masyarakat. Selain itu, Sunarko juga diduga mengadu domba pemerintah dengan masyarakat.

"Sebagai purnawirawan TNI tidak sepatutnya Soenarko memberikan arahan demikian," sambungnya.

Sebelumnya, beredar video yang diduga berisi rapat makar tanggal 22 Mei 2019 yang diunggah oleh akun twitter @lesandra16. Pemilik akun tersebut menulis "Bocoran rencana makar tanggal 22 Mei nih. katanya sih mantan Danjen Kopassus yang ngomong ini."

Dalam video tersebut juga terlihat seorang laki-laki tengah melangsungkan rapat dengan ibu-ibu. Mereka berencana untuk menutup KPU, Istana Negara dan DPR apabila pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dinyatakan menang dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

"Nanti kalau 22 (Mei) diumumkan (hasil pemilu), kalau Jokowi menang, yang kita lakukan tutup dulu KPU, tutup, mungkin ada yang tutup Istana (Negara) dengan DPR, Senayan dalam jumlah besar," ujar laki-laki tersebut yang diduga Soenarko seperti dikutip dari video.

Dalam laporan tersebut, Soenarko disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 110 Jo 108 KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 163 bis Jo 416 mengenai keamanan negara atau makar. Laporan itu terdaftar dalam nomor polisi LP/B/0489/V/2019/Bareskrim tertanggal 20 Mei 2019.

7. Soenarko ditangkap terkait dugaan kepemilikan senjata api ilegal

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarANTARA Aceh/Mukhlis

Kasubdit I Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol. Daddy Hartadi, mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang diduga dimiliki Mayjen TNI (Purn) Soenarko dan HR, bermula dari surat Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Surat itu diserahkan pada 18 Mei 2019 terkait hasil penyelidikan pengiriman senjata api.

"Dari surat Puspom TNI itu, Polri membuat laporan model A. Dengan dugaan tindak pidana menerima, menyimpan, menguasai, menyembunyikan, atau menyerahkan senpi ilegal pasal 1 UU Darurat," kata Daddy dalam konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6) lalu.

Berdasarkan laporan polisi itu, lanjut Daddy, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 13 orang saksi dan ahli. Dari hasil pemeriksaan polisi, anggota Badan Intelejen Strategis (BAIS) TNI kemudian mengamankan seseorang berinisial Z di Bandara Soekarno-Hatta pada 15 Mei 2019, karena menerima dan membawa senpi ilegal tanpa surat.

"Senpi tersebut hasil pemeriksaan saksi adalah milik saudara S yang berasal dari sitaan GAM di Aceh dimiliki September 2011 sejak pensiun dari anggota TNI," jelas Daddy.

Dari hasil pemeriksaan, Soenarko kata Daddy, menitipkan senjata tersebut kepada HR yang merupakan pengawalnya. Senjata itu disimpan HR di mobil milik Soenarko yang berada di Aceh.

Sebelum hari pencoblosan Pemilu 2019, Soenarko kemudian meminta HR untuk mengirim senjata ilegal tersebut ke Jakarta. HR pun meminta bantuan kepada sesorang berinisial B untuk membuat surat security item. "Karena senpi itu tidak ada surat, maka B buat surat keterangan palsu atas nama Kabinda Aceh," kata Daddy.

Senjata itu kemudian diserahkan kepada protokol agar dapat dimasukkan ke penerbangan Garuda. "Senpi dimasukan ke bagasi. Kemudian surat dan senpi diinformasikan oleh saudara B kepada saudara SA yang menjadi protokol Bandara Soetta. (Kemudian) diinfokan senpi milik S," jelasnya.

Setibanya surat dan dan senjata itu di Bandara Soekarno-Hatta, pihak BAIS pun mengamankan SA dan Z, hingga sampai pada akhirnya Soenarko diamankan.

Soenarko sebelumnya dikabarkan ditangkap oleh pihak kepolisian terkait dugaan penyelundupan senjata. Hal itu pun dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Sisriadi, yang menyebut bahwa Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di rumah tahanan (Rutan) Militer Guntur.

"Tadi malam (20/5), telah dilakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku pada waktu bersamaan, oleh penyidik dari Mabes Polri dan penyidik dari POM TNI," ujar Sisriadi dalam keterangannya yang diterima IDN Times, di Jakarta, Selasa (21/5) lalu.

Sisiriadi mengatakan, pihaknya tidak hanya mengamankan Soenarko. Mereka juga menangkap pelaku lainnya yang juga merupakan oknum militer.

"Penyidikan dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap. Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen [Purn] S), sedangkan satu oknum lainnya berstatus militer (Praka BP)," katanya.

8. Sofyan Jacob diduga menyebar hoaks dan melakukan makar

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarIDN Times/Axel Jo Harianja

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono mengatakan, pihaknya telah memeriksa sekitar 20 saksi terkait tersangka hoaks dan makar yang menjerat mantan Kapolda Metro Jaya, Komjen (Purn) Pol. Sofyan Jacob.

"Untuk kasus makar ini ada beberapa yang sudah kami lakukan pemeriksaan. Ada saksi sekitar 20 orang lebih sudah kita mintakan dan saksi ahli pun sudah kita periksa untuk kasus ini," ujar Argo saat ditemui di Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis(13/6) lalu.

Selain kasus makar, Argo menjelaskan, Sofyan juga menyebarkan berita bohong saat melakukan pidato di depan rumah Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pada 17 April 2019.

"Sofyan Jacob tentunya yang bersangkutan kan ikut permufakatan ya di sana. Misalnya ada pemerintah yang kegiatan curang, kemudian ada untuk 'kemenangan' juga ada disampaikan di sana," katanya. 

"Tentunya yang berhak menyampaikan pemilu adalah KPU, secara undang-undang yang sah untuk menyampaikan untuk pemenangnya seperti itu," sambungnya.

Argo sebelumnya juga mengatakan, Sofyan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan makar. Argo menjelaskan, kasus yang menjerat Sofyan merupakan laporan pelimpahan dari Bareskrim Mabes Polri. Ia mengaku, pihak Polda Metro juga sudah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.

"Kemarin, setelah kita melakukan pemeriksaan saksi-saksi, kemudian yang bersangkutan (Sofyan) juga kita sudah melakukan pemeriksaan saksi ya. Dan kemarin tanggal 29 mei kita sudah gelar perkara dan dari hasil gelar perkara bahwa statusnya kita naikkan menjadi tersangka," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin(10/6) lalu.

Argo menuturkan, Sofyan diduga melakukan makar atas ucapannya pada sebuah video. Akan tetapi, Argo enggan menjelaskan lebih detail apa isi ucapan Sofyan dalam video tersebut.

"Saya ngga lihat videonya. Tentunya penyidik lebih paham, lebih tahu , dia sudah mengumpulkan. Namanya sudah menetapkan sebagai tersangka berarti sudah memenuhi unsur, sudah digelarkan di situ," tutur Argo.

Atas perbuatannya, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 107 KUHP dan atau 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Ia diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara atau makar, menyiarkan suatu berita yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, atau menyiarkan kabar yang tidak pasti.

Baca Juga: Penuhi Panggilan Polisi, Sofyan Jacob: Saya Gak Tahu Apa Salah Saya

9. Kapolri buka suara soal purnawirawan yang ditangkap polisi

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarIDN Times/Axel Jo Harianja

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengaku, bahwa pihaknya tidak nyaman dalam menangani kasus yang melibatkan beberapa purnawirawan TNI. Polri kata Tito juga tidak menginginkan adanya perselisihan dan akan terus berhubungan baik dengan TNI.

"Saya menyampaikan kepada Panglima (TNI), komitmen dari Polri untuk senantiasa sinergi, bekerja sama dengan TNI. Sehingga, penanganan kasus purnawirawan TNI tentu secara pribadi dan institusi ini, jujur menimbulkan ketidaknyamanan bagi Polri sendiri, nggak nyaman," ujar Tito di Silang Monumen Nasioanal (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (13/6) lalu.

Meski begitu, proses hukum yang sudah berjalan kata Tito, tetap harus berlanjut. Hal ini dikarenakan, terdapat azas persamaan hukum bagi semua warga negara Indonesia, termasuk untuk Purnawirawan TNI saat ini statusnya adalah warga sipil.

"Meskipun tidak nyaman, tapi kita hormati prinsip hukum itu, kesamaan di muka hukum. Kita juga pernah menangani purnawirawan Polri dalam beberapa kasus, saat ini juga kita harus lakukan untuk menunjukkan kesamaan di muka hukum," jelas Tito.

10. Kasus yang dialami Kivlan Zen dan Soenarko berbeda

Tiga Purnawirawan yang Terjerat Pusaran Kasus MakarIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Dalam kesempatan itu, Tito kemudian memaparkan, kasus yang dialami oleh Kivlan Zen dan Soenarko. Kivlan sendiri ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas kepemilikan senjata api serta dugaan makar. Hal tersebut kata Tito, harus di dalami. Ditambah lagi, sudah ada saksi dan barang bukti yang diamankan oleh pihaknya. Nantinya kasus yang menjerat Kivlan itu akan diungkap di pengadilan.

"Untuk masalah bapak Kivlan Zen, saya kira karena sudah banyak tersangka lain yang sudah ditangkap termasuk calon eksekutor senjatanya ada empat, saya kira meskipun tidak nyaman kita harus jelaskan kepada masyarakat, harus diproses di pengadilan," jelasnya.

"Agak berbeda dengan kasus bapak Soenarko. Ini senjatanya jelas kemudian dimiliki oleh beliau waktu beliau di Aceh, lalu dibawa ke Jakarta. Kemudian, belum ada rencana senjata itu akan digunakan (Soenarko) misalnya untuk melakukan pidana tertentu. Jadi grade nya beda, sehingga saya kira masih bisa terbuka ruang komunikasi untuk masalah bapak Soenarko ini," sambungnya.

Baca Juga: Wiranto Sebut Senjata Ilegal Soenarko Diduga Didapat dari Aceh

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya