Timbulkan Polemik, Jaksa Agung Cabut Pedoman tentang Pemeriksaan Jaksa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memutuskan mencabut Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung Atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan Dan Penahanan Terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengatakan, pencabutan itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 163 Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020.
"Dengan pertimbangan telah menimbulkan disharmoni antar bidang tugas. Sehingga, pemberlakuannya saat ini dipandang belum tepat," kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/8/2020).
1. Pedoman diduga diedarkan oknum yang tidak bertanggung jawab
Hari mengatakan, Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tersebut belum resmi dikeluarkan atau diedarkan oleh Biro Hukum Kejaksaan Agung. Dia mengklaim, beredarnya pedoman tersebut melalui media sosial WhatsApp diduga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Oleh karena itu, akan dilakukan penelusuran terhadap siapa yang menyebarkannya," katanya.
Baca Juga: Naik Proses Penyidikan, Jaksa Pinangki Terancam Dijerat Pasal Pidana
2. Akan berkoordinasi dengan Kemenkumham untuk menjalankan pedoman itu
Hari menjelaskan, pedoman itu menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Alhasil, perlu ditindaklanjuti dengan pedoman pelaksanaannya. Perbedaan interpretasi itu ditunjukkan dalam Pasal 8 ayat (5) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Editor’s picks
Pasal itu berbunyi, 'Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung'.
"Dan hal tersebut telah dilakukan kajian yang cukup lama. Namun hingga saat ini, masih diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait," ucap Hari.
3. Aturan terkesan melindungi Jaksa Pinangki
Sebelumnya, Menurut Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, aturan itu menimbulkan kecurigaan publik di tengah kasus Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Selintas, jadi seperti menggerus semangat upaya pemberantasan korupsi. Saya hanya ingin menyatakan, wajar jika muncul kecurigaan dan sinisme publik terhadap produk-produk semacam itu, di tengah ramainya kasus Joko Tjandra yang ikut menyeret nama oknum Jaksa tersebut,'' kata Nawawi saat dikonfirmasi hari ini.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak juga menilai aturan tersebut kurang tepat. Apalagi, saat ini tengah ramai soal kasus Jaksa Pinangki.
"Sehingga, seperti terkesan pedoman dibuat untuk melindungi oknum Jaksa P (Pinangki) tersebut, sense of crisis kurang peka," katanya.
Menurut Barita, Kejaksaan terkesan mempersulit dan memperlambat proses pemeriksaan, di saat Kepolisian mempermudah dan mempercepat proses pemeriksaan dan pengawasan oknum yang melanggar.
"Jadi, ini soal transparansi dan akuntabilitas kinerja," ucapnya.
Baca Juga: Jaksa Agung: Kalau Ada Jaksa Nakal, Saya Binasakan!