Ungkap Modal Calon Kepala Daerah, KPK: Idealnya Sekitar Rp65 Miliar

Ada 143 kepala daerah yang didakwa KPK

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menyatakan pengusutan laporan dugaan korupsi kepala daerah tetap berlangsung meski sejumlah daerah sedang melaksanakan proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“Hukum dan politik adalah dua rel yang berbeda. Politik pilkada sedang berlangsung, tapi bukan berarti proses penegakan hukum tak berjalan. Jangan anggap hukum berhenti di saat pilkada,” kata Firli dalam keterangan tertulis, Selasa (10/11/2020).

Firli hari ini memberikan pembekalan kepada Calon Kepala Daerah (Cakada) Provinsi Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Timur (Kaltim) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) di ruang rapat Hotel Radisson Golf and Convention Center Kota Batam.

1. KPK ingatkan jangan sampai calon kepala daerah menjadi tersangka korupsi

Ungkap Modal Calon Kepala Daerah, KPK: Idealnya Sekitar Rp65 Miliar(Ketua KPK Firli Bahuri) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Firli menjelaskan, berdasarkan data KPK per Oktober 2020, ada 143 Kepala Daerah terdiri dari 21 Gubernur dan 122 Bupati dan Wali Kota yang telah didakwa oleh KPK. Pelaksanaan pilkada, lanjut Firli, dapat menjadi pintu masuk timbulnya tindak pidana korupsi oleh kepala daerah.

"Jangan sampai ketika cakada sudah terpilih sebagai pemimpin daerah, beberapa waktu kemudian menjadi tersangka kasus korupsi," kata Firli.

Firli mengatakan, sejak awal pemilihan, pasangan calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah harus mengetahui bagaimana menghindari potensi munculnya benturan kepentingan. Salah satunya, benturan kepentingan dalam pendanaan Pilkada.

“Survei KPK di tahun 2018 memperlihatkan adanya 82,3 persen dari calon Kepala Daerah yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan Pilkada,” ucapnya.

Baca Juga: Revisi UU KPK Jadi Salah Satu Alasan Febri Diansyah Mundur dari KPK

2. Para Cakada disebut akan memenuhi ambisi para donatur ketika mereka menjabat

Ungkap Modal Calon Kepala Daerah, KPK: Idealnya Sekitar Rp65 MiliarANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Firli menyampaikan, hadirnya donatur disebabkan kebutuhan biaya pilkada lebih besar ketimbang kemampuan harta Cakada. Sumbangan itu membuat para donatur  mendapatkan kemudahan perizinan menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah dan keamanan dalam menjalankan bisnisnya.

“Hasil telaah KPK di 2018 itu juga menemukan bahwa sebagian besar Cakada, atau 83,80 persen dari 198 responden mengutarakan mereka akan memenuhi ambisi para donatur tersebut ketika dia menjabat,” ujar Firli.

Firli memaparkan, berdasarkan catatan survei KPK, total harta rata-rata pasangan calon adalah Rp18,03 miliar. Padahal, berdasarkan wawancara mendalam dari survei KPK, untuk bisa mengikuti tahapan pilkada, pasangan calon di tingkat Kabupaten/Kota harus memegang uang antara Rp5-10 miliar.

"Yang bila ingin menang, idealnya musti menggenggam dana sekitar Rp65 miliar," katanya.

Responden dari survei KPK itu mengatakan, dana terbesar yang dikeluarkan adalah biaya untuk sosialisasi atau pertemuan (60,1 persen), biaya operasional meliputi logistik, transportasi, konsumsi, atribut, baliho dan lain-lain (42,4 persen), biaya saksi (28,3 persen) dan dana kampanye (24,2 persen).

3. Mendagri minta Polri pidanakan paslon yang gelar rapat umum di tengah pandemik

Ungkap Modal Calon Kepala Daerah, KPK: Idealnya Sekitar Rp65 MiliarANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Di tempat yang sama, Menteri Dalan Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan  pilkada jangan sampai menjadi pesta transaksional untuk kemenangan paslon tertentu. Dia juga meminta jangan ada kampanye hitam dengan menyebarkan informasi bohong atau hoaks.

“Saya memohon kita jaga supaya pilkada ini berkualitas dan dilakukan di tengah Pandemi COVID-19. Tidak ada rapat umum. Bila ada, saya akan minta Polri untuk dipidanakan. Tapi, saya sangat mengapresiasi pasangan-pasangan calon yang menggunakan cara-cara kampanye yang cerdas,” kata Tito.

Sementara itu, Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, mendorong seluruh paslon dan para pemilih mewujudkan Pilkada yang berintegritas.

“Kami menegaskan tolak politik uang dalam setiap sesi pendidikan pemilih oleh KPU. Kami juga mendorong peserta Pilkada menandatangani Pakta Integritas. Di samping itu, KPU juga telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), yang bertujuan mendorong keterbukaan peserta pilkada atas aliran dana kampanyenya,” ucap Hasyim.

Terakhir, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, meyakini bahwa kualitas dan integritas pemilihan di tingkat daerah merupakan salah satu indikator kesuksesan demokrasi.

“Dampak politik uang adalah mematikan kaderisasi politik, kepemimpinan tidak berkualitas, merusak proses demokrasi, pembodohan rakyat, biaya politik mahal yang memunculkan politik transaksional dan korupsi. Di mana, anggaran pembangunan dirampok untuk mengembalikan utang ke para cukong,” ucap Abhan.

Baca Juga: KPK Inggris Selidiki Dugaan Korupsi Penjualan Pesawat ke Garuda

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya