Wahyu Setiawan Dituntut 8 Tahun Bui, Pengacara: Tuntutannya Gak Jelas!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dituntut 8 tahun penjara gegara menerima suap. Menanggapi hal ini, penasihat hukum Wahyu, Tony Akbar Hasibuan menilai, tuntutan terhadap kliennya itu berbeda dengan apa yang didakwakan.
"Di mana dakwaannya menerima hadiah atau janji untuk pengurusan pergantian antar waktu (PAW). Namun, tuntutannya malah tidak jelas apakah PAW pergantian calon terpilih atau pengalihan suara ke Harun Masiku," kata Tony kepada IDN Times, Senin (3/8/2020).
"Dengan itu, kami merasakan keragu-raguan Jaksa dalam merumuskan tuntutannya. Semoga saja yang kami rasakan sama dengan yang dirasakan Majelis Hakim dan mengambil putusan yang adil," sambungnya.
1. Pengacara berharap Wahyu Setiawan dibebaskan
Sebelumnya, Tony mengatakan, pihaknya berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Wahyu sesuai fakta persidangan. Tony menjelaskan, kliennya itu didakwa dugaan suap pergantian antar waktu Harun Masiku. Akan tetapi, KPU tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pergantian antar waktu.
"Karena menurut UU MD3 itu, pengajuan pergantian antar waktu hanya bisa dilakukan apabila partai politik mengajukan ke pimpinan DPR RI," jelasnya.
Dalam fakta persidangan pula, lanjut Tony, Saeful Bahri selaku pemberi suap juga mengetahui bahwa PAW itu hanya bisa dilakukan melalui partai politik.
"Berdasarkan itu pula lah, kita berharap Bapak Wahyu dituntut bebas atau setidak-tidaknya onslag. Karena perbuatan menerima uang dari Saeful dan Tio sudah dinyatakan bersalah melanggar kode etik oleh DKPP dan dalam fakta dilihat bukanlah merupakan perbuatan pidana," ucap Tony.
Lebih lanjut, Jaksa kata Tony, tidak perlu ragu dan khawatir akan polemik di masyarakat ketika menuntut Wahyu bebas atau onslag.
"Karena itu sudah sesuai fakta. Karena lebih baik membebaskan 10 penjahat dari pada menahan satu orang yang tidak bersalah," tuturnya.
Baca Juga: Wahyu Setiawan akan Disidang, Pengacara Berharap Bisa Dituntut Bebas
2. Wahyu Setiawan dituntut 8 tahun penjara
Terdakwa kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, Wahyu Setiawan, hari ini menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
Editor’s picks
Dalam sidang tersebut, Jaksa KPK Takdir Suhan menyatakan l, Wahyu terbukti secara sah menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyu Setiawan dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Takdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
3. Jaksa menuntut agar hak politik Wahyu dicabut selama 4 tahun
Tak hanya itu, dalam tuntutan, jaksa menjatuhkan pidana tambahan kepada eks Komisioner KPU itu berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.
"Terhitung pada saat terdakwa Wahyu Setiawan selesai menjalani pidana," ucap Takdir.
Sementara itu, pihak perantara yakni Agustiani Tio Fridelina juga terbukti melakukan korupsi. Dia dituntut pidana penjara selama 4,5 tahun dan denda Rp200 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Menetapkan agar masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan agar para terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujarnya.
4. Wahyu Setiawan menerima suap Rp600 juta
Dalam perkara ini, Wahyu dan sang perantara, Agustiani Tio Fredelina didakwa menerima suap Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku. Suap dilakukan guna mengupayakan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1, kepada Harun Masiku.
Wahyu juga didakwa menerima suap Rp500 juta dari Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Tak hanya itu, Wahyu juga menerima uang 15 ribu dolar Singapura, dari kader PDIP Saeful Bahri melalui perantaraan Agustiani Tio Fridelina.
"Hal-hal yang memberatkan pertama, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kedua, perbuatan para terdakwa berpotensi mencederai hasil pemilu sebagai proses demokrasi yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat. Ketiga, para terdakwa telah menikmati keuntungan dari perbuatannya," ungkap Jaksa.
Sementara, hal-hal yang meringankan di antaranya, para terdakwa bersikap sopan selama pemeriksaan di persidangan, serta mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya.
Baca Juga: Wahyu Setiawan Ingin Jadi Justice Collabolator, KPK: Silakan Saja