Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Terancam 10 Tahun Penjara

Semarang, IDN Times - Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Iskandar F. Sutisna, mengatakan pihaknya telah menahan Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, Totok Santosa dan Fanni Aminadia, Selasa (15/1). Keduanya terancam 10 tahun penjara.
Baca Juga: Geger Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Warga: Adanya Keraton Jin
1. Totok Santoso dan Fanni dibawa ke Polda Jateng beserta sejumlah dokumen
Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan penangkapan tersebut berdasarkan keresahan masyarakat akibat kehadiran keraton di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
“Kedua pelaku kami sangkakan pasal 14 UU RI No.1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Barang siapa menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat di hukum maksimal 10 tahun dan atau pasal 378 KUHP tentang penipuan,” tegas Kabidhumas Polda Jateng.
2. Totok Santosa memiliki 450 pengikut
Editor’s picks
Keraton Agung Sejagat mulai dikenal publik setelah mereka menggelar acara Wilujengan dan Kirab Budaya pada Jumat (10/1) hingga Minggu (12/1).
Keraton Agung Sejagat dipimpin Totok Santosa Hadiningrat yang dipanggil Sinuwun dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja. Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat sekitar 450 orang.
Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat, menegaskan Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
3. Keraton Agung Sejagat mengklaim sebagai penerus Majapahit
Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir "perjanjian 500 tahun" yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu Majapahit pada 1518 sampai 2018.
Menurut dia, "perjanjian 500 tahun" dilakukan Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat sehingga wilayah itu merupakan bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka pada 1518.
Jodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya "perjanjian" itu, maka berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengendalikan dunia. Karena itu kekuasaan tertinggi harus dikembalikan kepemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit.
Baca Juga: Sejarawan Bongkar Kejanggalan Keraton Agung Sejagat di Purworejo