APD yang Dibuat Sendiri Tak Boleh Asal, Harus Ikuti Standar Kemenkes
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia, justru alat pelindung diri (APD) yang dibutuhkan oleh para petugas medis jumlahnya terbatas. Padahal, tanpa APD, petugas medis rentan tertular COVID-19.
Melihat jumlahnya yang minim, maka banyak desainer dan perusahaan konveksi yang mengalihkan usahanya dengan membuat APD. Namun, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo mengimbau bagi publik atau fasilitas kesehatan, agar membuat APD sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Salah satu yang harus diperhatikan adalah kualifikasi dan spesifikasi bahan produksi.
"Kemenkes telah mengeluarkan buku petunjuk teknis untuk pembuatan APD. Lengkap dengan standar yang diperlukan oleh tenaga medis maupun masyarakat dan pasien, serta jenis-jenis yang digunakan," ujar Bambang ketika memberikan keterangan pers di Graha BNPB pada (9/4) lalu.
Apa saja sih kualifikasi dan persyaratan yang harus diikuti bila ingin menjahit APD sendiri?
1. APD harus dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak
Bambang menjelaskan bahwa APD harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak, ringan, nyaman dan dapat dipakai secara fleksibel. Bahan yang dipilih juga tidak membahayakan. Dikutip dari kantor berita Antara, Kemenkes telah menerbitkan buku petunjuk teknis, lengkap dan standar yang dibutuhkan oleh tenaga medis maupun masyarakat dan pasien serta jenis-jenis yang digunakan.
Bambang mengatakan APD terdiri dari beberapa jenis seperti masker N95, masker bedah, masker kain, pelindung wajah, pelindung mata, gaun, celemek atau apron, sarung tangan, pelindung kepala dan sepatu pelindung. APD harus dibuat senyaman mungkin dan tidak membatasi gerak petugas kesehatan.
Baca Juga: Cukup untuk Seminggu, Kaltim Dapat Bantuan Alat Pelindung Diri
2. Penggunaan APD harus tepat agar maksimal melindungi tubuh dari ancaman penularan virus
Editor’s picks
Penggunaan APD yang tepat guna akan mampu menghalangi infeksi virus dan bakteri pada kulit, mulut, hidung atau selaput lendir mata bagi tenaga medis maupun pasien. APD berpotensi untuk memblokir penularan kontaminasi seperti darah, cairan tubuh atau sekresi pernafasan.
Bambang juga mengingatkan penggunaan APD harus dibarengi dengan pengendalian infeksi lainnya oleh tenaga medis maupun dokter dan perawat. Seperti momen cuci tangan serta etika ketika batuk dan bersin.
"Demi mencegah tenaga medis ataupun orang lain tertular dan terinfeksi virus. Kemudian, sangat penting membuang APD yang telah digunakan," imbuhnya.
3. Masker bedah dinilai efektif untuk melindungi tubuh dari paparan virus
Bambang kemudian menjelaskan kegunaan masing-masing masker, baik itu N95, masker kain dan bedah. Tetapi, ia menggaris bawahi bagi petugas medis tidak dianjurkan menggunakan masker kain. Mereka harus menggunakan masker bedah.
Sedangkan untuk masyarakat bisa menggukan masker kain untuk melindungi diri. Lebih baik menggunakan masker kain daripada tidak sama sekali.
Menurut Bambang, masker bedah sangat efektif untuk memblokir percikan dan tetesan dalam partikel besar. Sedangkan, masker N95 mampu menyaring hampir 95 persen partikel yang lebih kecil dari 0,3 mikron serta dapat menurunkan paparan terhadap kontaminasi melalui airbone.
"Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyarankan tenaga medis untuk menggunakan masker bedah, tetapi pada tindakan tertentu bisa juga menggunakan masker N95. Namun untuk gaun, WHO tidak mewajibkan untuk cover all. Mengingat kasus COVID-19 semakin melonjak, cover all bisa diterapkan di Indonesia," ujar Bambang.
Baca Juga: Pemerintah Anjurkan Warga Gunakan Masker Kain Saat di Luar Rumah