#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego Pribadi

Travelling harusnya menjaga kelestarian lingkungan.

Melakukan perjalanan ke tempat-tempat wisata memang amat menyenangkan. Apalagi jika berwisata ke alam terbuka dengan pemandangannya yang memanjakan mata. Kita bisa melepas sejenak lelah dan dahaga setelah sepekan bekerja. Hati dan pikiran-pun jadi tenang dan bahagia karenanya.

Tak heran jika di akhir pekan, bukan hanya bioskop dan mall saja yang ramai dengan pengunjung. Bahkan pantai dan gunung pun penuh sesak oleh lautan manusia yang datang berduyun-duyun. Kebanyakan dari mereka-pun tak luput membawa ponsel berkamera dan tongkat panjang yang terkenal dengan nama tongsis. Untuk apa jika bukan untuk ber-selfie ria?

Wisata alam sembari selfie seakan sudah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi

#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego PribadiSumber Gambar: tribunnews.com

Siapa yang tak kenal selfie? Bukan! Bukan Selfie anak fakultas sebelah yang jadi mayoret di kampusmu! Bukan pula anak tetangga samping rumah yang tiap pagi berangkat sekolah pakai seragam abu-abu dan tas punggung warna merah. Selfie yang kita maksud disini adalah fenomena memotret diri sendiri yang sedang ngetrend di kalangan remaja dan masyarakat kita.

Tak jarang orang-orang yang gila narsis pergi ke tempat wisata alam hanya untuk mendapatkan latar belakang foto yang menakjubkan. Coba saja tengok akun-akun media sosial 'pecinta travelling' yang dipenuhi foto-foto dengan latar belakang menakjubkan yang membuat iri hati.

Tak ada salahnya bernarsis ria sebagai kenang-kenangan. Namun, apakah perlu merusak alam hanya demi label gaul dan kekinian?

#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego PribadiSumber Gambar: twitter.com

Baru beberapa hari yang lalu, netizen dihebohkan dengan kebun bunga amaryllis di wilayah Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta. Awalnya, ada seorang netizen yang mengunggah foto Pak Camat Patuk sedang berada di tengah-tengah kebun bunga amaryllis yang sedang bermekaran—disertai dengan caption yang menerangkan bahwa bunga tersebut hanya mekar setahun sekali, diawal musim hujan.

Esoknya setelah berita tersebut tersebar di jagad Twitter, banyak masyarakat Yogyakarta yang berkunjung ke kebun bunga tersebut hanya untuk berselfie ria. Namun, tak sedikit yang justru melakukan aksi selfie konyol. Tak puas dengan gaya foto yang itu-itu saja, beberapa pengunjung malah berfoto sambil telentang dan menindih rimbunan bunga amaryllis yang sedang bermekaran! Tak ayal, taman bunga tersebut pun menjadi porak poranda ‘dijajah’ kaki-kaki egois para oknum wisatawan.

#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego PribadiSumber Gambar: twitter.com
#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego PribadiSumber Gambar: instagram.com/dagelan

Sifat egois dan tak peduli seakan terus menggerogoti mental kita, tak hanya ABG labil, tapi juga ‘mahasiswa’ dan para orangtua!

#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego PribadiSumber Gambar: aribowo.net

Rusaknya alam oleh tangan-tangan jahil yang bertanggungjawab seakan terus-menerus terjadi. Lihat saja Ranu Kumbolo, Gua Pindul, pantai-pantai di Bali, bahkan tempat konservasi seperti Pulau Sempu, yang seharusnya tak sembarang orang bisa masuk, juga pernah menjadi korban.

Sayangnya, kerusakan alam dan tempat wisata seperti ini sudah berulang kali terjadi, tapi masyarakat masih belum juga sadar dan peduli. Padahal, sebagai mahasiswa kita harusnya ikut mendidik dan membentuk pola pikir masyarakat untuk lebih mencintai bumi, bukan malah ikut melakukan pengrusakan lingkungan!

Sayangnya, masih banyak pengelola yang hanya mengeruk keuntungan semata, tanpa memperhatikan kelestarian alamnya

#saveamaryllis: Antara Travelling, Selfie, Aktualisasi Diri, dan Ego Pribadi

Pernah suatu kali IDNtimes mengunjungi sebuah pantai di selatan Yogyakarta, ada tukang parkir yang menarik retribusi, ada pula tempat pemandian yang dibangun warga sekitar. Namun ketika ditanyakan tempat sampah kepada pihak pengelola, mereka malah menjawab "dibuang di pojokan situ aja mas".

Kemudian, pengalaman berkunjung ke air terjun juga demikian. ada bekas bakaran sampah-sampah plastik di salah satu sisi aliran sungai! Bukankah lebih baik diangkut dan dibuang ke tempat yang lebih layak?

Mungkin IDNtimes hanya bisa mengoceh dan bercerita disini. Namun, bukan berarti ingin menyalahkan pihak-pihak tertentu. Mari kita bersama-sama untuk introspeksi dan memperbaiki diri. Mari bersama saling mengingatkan agar kejadian seperti ini tak terulang kembali. Bukankah Indonesia akan lebih indah jika alamnya tetap terjaga dan istimewa?

Topik:

Berita Terkini Lainnya