Buya Syafii: Puisi Neno Warisman Biadab
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bantul, IDN Times - Kritikan pedas terkait puisi yang dibacakan oleh Neno Warisman dalam acara Munajat 212 dilontarkan oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif. Buya menyatakan puisi yang dibacakan oleh Neno dalam acara Munajat 212 merupakan biadab.
"Membawa-bawa Tuhan dalam Pemilu itu biadab namanya,"ujar Buya di Kampus UMY, Jumat (1/3).
1. Neno pakai jilbab bukan jaminan tahu tentang agama
Guru Besar UNY itu mengatakan bahwa Neno adalah sosok yang tak paham agama dan menggunakan jilbab bukan jaminan mengetahui agama.
"Neno itu tak paham agama, pakai jilbab bukan jaminan mengetahui agama,"ungkapnya.
Buya tak membantah jika puisi yang dibacakan Neno merupakan doa Nabi Muhammad ketika berperang tinggal memiliki 300 prajurit dan harus menghadapi 250 ribu tentara Quraisy.
"Kala itu tentara yang minoritas menang. Dan saat itu Nabi berdoa, 'jika kami di sini kalah ya Allah maka tidak ada lagi yang menyembah-Mu', kan konteks-nya di situ. Lalu apakah Jokowi termasuk kaum kafir? Kan tidak," terang Buya.
2. Hoaks akibat syahwat kekuasaan yang tak terbendung
Terkait dengan maraknya penyebaran hoaks menjelang Pemilu serentak, Buya menyatakan maraknya hoaks karena peradaban yang semakin merosot sebab syahwat kekuasaan yang tak terbendung. "Harus di-counter dengan cara yang halus namun tajam, harus sopan, jangan hanyut dalam kebiadaban itu," tuturnya.
3. Demokrasi melatih kita untuk bersabar
Buya berharap menjelang Pilpres 2019 , masyarakat Indonesia untuk sabar dalam berdemokrasi dengan menjaga persatuan bangsa dan negara. Beliau mengingatkan Pemilu itu merupakan pesta rakyat setiap 5 tahun sekali, jangan sampai hal ini membuat negara terpecah selamanya.
"Ini kan pesta biasa 5 tahunan, jangan sampai negara terpecah,"katanya.
Menurutnya, dengan Islam, seharusnya masyarakat sabar menghadapi setiap isu politik.
“Jangan terlalu serius menyikapi tahun politik ini apalagi jika hanya karena berbeda pilihan. Toh, setiap 5 tahun sekali kalau tidak cocok ya ganti. Jangan terlalu serius, demokrasi itu melatih kita untuk bersabar,” pungkasnya.
Baca Juga: Doa Neno Warisman, Ma'ruf: Masak Saya dan Pak Jokowi Dianggap Kafir