Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih Lobster

Kader Gerindra dan PKS ikut dalam proyek ini

Bandung, IDN Times - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu(25/11/2020). Penangkapan Edhy Prabowo ini diduga terkait izin ekspor benih lobster yang sempat menuai pro dan kontra.

Kasus ini tentu menyingkap kembali sejumlah nama perusahaan yang ikut serta dalam proyek penjualan benih lobster. Setidaknya ada 30 perusahaan yang disinyalir berkaitan dengan para politisi khususnya dari kubu partai Gerindra.

Majalah Tempo dalam sebuah tulisan investigasinya pada edisi 2 Juli 2020 lalu, pernah menerbitkan siapa saja yang bisa diuntungkan dalam kebijakan penjualan benih lobster tersebut. Mengutip dalam salah satu cuitan mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu melalui Twitter pribadi miliknya, dia menyebut setidaknya 26 perusahaan pemegang lisensi.

Namun, jumlah eksportir memang terus bertambah, bukan lagi 26 perusahaan, melainkan 30 perusahaan. Mereka terdiri dari atas 25 perseroan terbatas (PT), 3 persekutuan komanditer (CV), dan 2 usaha dagang (UD).

Sejumlah perusahaan pun dirasa janggal karena erat hubungannya dengan sejumlah politisi. Bahkan, Majalah Tempo menyebutkan ada kesamaan gejala di antara akta 25 perusahaan eksportir benih bening lobster. Berdasarkan penelusuran TEMPO, ada perusahaan baru didirikan dalam dua-tiga bulan terakhir.

Kalaupun ada segelintir yang didirikan sebelumnya, manajemen korporasi yang berbeda itu belakangan seolah olah kompak mengubah maksud dan tujuan pendirian perusahaan sebulan terakhir. Sejumlah perusahaan dulu kontraktor, tapi sekarang semuanya menjadi penangkap, pembudi daya, dan pelaku perdagangan perikanan, khususnya krustasea laut.

1. Terdapat nama dari kader Gerindra dalam proyek ini

Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih LobsterGerindra.com

Salah satu perusahaan yang mendapat jatah untuk menjual benih lobster adalah PT Royal Samudera Nusantara. Setelah ditelusuri tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama.

Bahtiar tak lain adalah Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya. Dalam Partai Gerindra, Bahtiar juga menjadi Kepala Departemen Koordinasi dan Pembinaan Organisasi Sayap.

Ketika tim Tempo mengunjungi kantor perusahaan telah coba mengkonfirmasi juga ke Bahtiar. Namun, yang bersangkutan meminta Tempo menanyakan soal Royal ke direksi saja. Termasuk kepemilikan sahamnya di perusahaan tersebut.

Di lokasi yang sama, seorang pria yang bernama Ariyanto membenarkan informasi bahwa Bahtiar salah satu pemilik Royal Samudera. Bahtiar, hanya salah satu pemodal. Pendiri dan pemilik lain adalah anggota direksi. “Termasuk saya, punya saham juga,” ujarnya. Nama Ariyanto sendiri tidak tercatat dalam akta perusahaan.

Menurut Ariyanto, Royal mengajukan diri sebagai eksportir seperti perusahaan lain, tidak ada karpet merah kendati salah satu pemiliknya terafiliasi dengan partai yang sama dengan Menteri Edhy. Bahkan Ariyanto menyebut bahwa Bahtiar bukanlah siapa-siapa di Gerindra, tidak masuk dalam jajaran petinggi partai.

2. Tak hanya satu, kader dari partai ini cukup banyak

Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih LobsterIlustrasi Lobster (IDN Times/Vanny El Rahman)

Selain itu, ada tiga eksportir lain juga terafiliasi dengan Partai Gerindra. PT Bima Sakti Mutiara, misalnya, hampir semua sahamnya dimiliki PT Arsari Pratama. Komisaris Bima Sakti adalah Hashim Sujono Djojohadikusumo, adik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Gerindra. Sementara itu, ada nama Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, putri Hashim, yang duduk sebagai direktur utama perusahaan ini.

Saraswati mengakui Arsari Group baru berkecimpung di sektor usaha lobster. Selama 34 tahun terakhir perusahaan ini lebih banyak berbisnis mutiara. Namun sekarang perusahaan coba berfokus menggarap sektor budi daya lobster. Menurutnya, perusahaan mengajukan permohonan izin sebagai eksportir pada Mei lalu. Jumlah benih lobster yang ada di Indonesia itu melampaui kapasitas kebutuhan budi daya.

"Kalau sudah ditangkap benihnya terus enggak diekspor, sayang juga, sih,” tutur Saraswati ketika dimintai konfirmasi.

Setelah Bima Sakti, ada PT Agro Industri Nasional (Agrinas). Saham perusahaan ini dikantongi oleh Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan. Namun direksi dan komisarisnya didominasi kader Gerindra.

Rauf Purnama, anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo Subianto Sandiaga Uno pada pemilihan presiden 2019 dan calon legislator Gerinda pada Pemilihan Umum 2019, menjabat Direktur Utama Agrinas.

Selain itu, terdapat nama Dirgayuza Setiawan, pengurus Tunas Indonesia Raya, menjadi direktur operasi. Simon Aloysius Mantiri, anggota Dewan Pembina Gerindra, menjadi direktur keuangan.

Di jajaran komisaris Agrinas terdapat nama Sugiono, Wakil Ketua Umum Gerindra yang duduk di kursi Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat. Masih di barisan komisaris, bercokol Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Sudaryono. Jajaran direksi atas,Sakti Wahyu Trenggono, Wakil Menteri Pertahanan, menjabat komisaris utama.

Para pejabat di Gerindra semakin melengkapi perwakilan perusahaan penerima proyek benih lobster dengan ditetapkannya PT Maradeka Karya Semesta sebagai salah satu eksportir. Pemiliknya adalah lwan Darmawan Aras, Wakil Ketua Komisi Infrastruktur DPR dari Fraksi Partai Gerindra. Di Maradeka, Iwan berkongsi dengan Eka Sastra, legislator Partai Golkar pada periode 2014 2019. “Eka itu adik sepupu saya,” kata Iwan ketika dikonfirmasi.

3. Politisi di luar partai Gerindra juga ikut menikmati proyek benur ini

Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih LobsterFahri Hamzah dan Fadli Zon memberikan keterangan pada pers setelah Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan RI di Istana Negara pada Kamis (13/8/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Selain dari partai Gerindra, perusahaan pengekspor benih lobster juga banyak didapat politisi partai lainnya. Pemegang izin ekspor benur lain bertalian dengan politikus asal Nusa Tenggara Barat, salah satu provinsi sentra benih lobster.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Lalu Suryade, adalah pemilik PT Alam Laut Agung. Sempat ditanya terkait dengan keberadaannya di Alam Laut Agung.

Kemudian ada nama Fahri Hamzah, mantan politikus PKS yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia. Dia diketahui jadi pemodal di PT Nusa Tenggara Budidaya yang bermarkas di Gedung Cyber, Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Di perusahaan yang baru didirikan April lalu ini, Fahri berkongsi dengan pengusaha, Aziz.

“Hampir 20 tahun saya di pemerintahan (DPR) enggak boleh berbisnis. Sekarang saya berbisnis dan memilih kampung halaman, dong,” kata Fahri ketika dihubungi Tempo.

Disinggung soal tudingan bahwa ekspor benih lobster hanya akan melegaikan kegiatan penyelundup, Fahri tak ambil pusing.

4. Mantan penyelundup kini ikut berbisnis benih lobster

Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih LobsterIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, Fahri Hamzah menyebut bahwa saat ini para bekas penyelundup resmi berbisnis. Salah satunya Buntaran, pegawai negeri sipil yang dipecat Kementerian Kelautan dan Perikanan era Menteri Susi Pudjiastuti pada 2017 setelah divonis 10 bulan penjara dalam perkara penyelundupan benih dan pencucian uang.

Pada Pemilu 2019, dia menjadi calon anggota DPR dari Gerindra untuk daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat 2, tapi gagal. Buntaran mengaku mengelola usaha budi daya dan jual-beli benih untuk dua perusahaan yang baru-baru ini ditetapkan sebagai eksportir oleh Kementerian Kelautan, yakni PT Alam Laut Agung dan UD Bali Sukses Mandiri. Namun dia menyatakan tidak tahu keberadaan Lalu Suryade di Alam Laut. Sedangkan di UD Bali Sukses Mandiri, Buntaran menyatakan bermitra dengan pembudi daya lobster di Lombok Timur, NTB.

Menurut Buntaran, Bali Sukses Mandiri juga menyerahkan pengelolaan pembudidayaan benih kepada Bahraen Hartoni, bekas penyelundup benur lain yang pernah ditangkap pada 2017. Bahraen kini menjadi Manajer Operasional PT Aquatik SSLautan Rejeki, satu dari sembilan perusahaan yang mendapat penetapan sebagai eksportir gelombang pertama.

Bahraen tidak merespons ketika dihubungi Tempo untuk meminta klarifikasi perannya di Aquatik dan kerja sama dengan Buntaran di Lombok Timur. Namun Kantor Berita Antara pernah mengutip keterangan Bahraen sebagai Manajer Operasional Aquatic SSLautan. Dia menyebutkan ada 15 mitra perseroan yang tersebar di seluruh perairan NTB, dari Lombok, Sumbawa, hingga Dompu.

“Untuk kuota ekspor, perusahaan kami mengajukan 25 juta ekor,” kata Bahraen di Sekotong, Lombok Burat, seperti dikutip Antara, Rabu, 24 Juni lalu.

5. Menteri Edhy sempat menjamin eksportir benih lobster tak ada keistimewaan

Sejumlah Politisi Diduga Ikut Andil dalam Proyek Ekspor Benih LobsterEdhy Prabowo di tambak udang vaname wilayah selatan Jawa Barat dari Pelabuhan Ratu hingga Kabupaten Garut (Instagram.com/edhy.prabowo)

Sementara itu, Menteri Edhy Prabowo menjamin penetapan eksportir benih lobster, termasuk yang berkaitan dengan politikus, telah melalui prosedur yang baku, tanpa keistimewaan.

“Semua proses kan ada panitianya. Saya minta siapa saja wajib dilayani. Semua yang diberi izin itu yang sudah menyiapkan budi dayanya," ujar Edhy.

Dia pun tak mempersoalkan keberadaan bekas terpidana penyelundupan yang kini berjejaring dengan eksportir-eksportir benur. Yang paling penting dalam keikutsertaan mereka adalah pendataan dan mengkontrol setiap usaha yang dijalankan.

Sumber TEMPO di Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan pendaftaran calon eksportir dimulai serentak tak berselang lama setelah kebijakan pembukaan keran ekspor benur terbit awal Mei lalu. Seleksi dilakukan tim uji tuntas bentukan Menteri Edhy Prabowo. Proposal usaha dan kelengkapan administrasi perusahaan dipaparkan secara virtual kepada tim yang diketuai anggota staf khusus Menteri Kelautan, Andreau Misanta.

Menurut dia, sekarang ada lebih dari seratus perusahaan yang sudah memasukkan berkas calon eksportir. “Coba dicek, apakah benar perusahaan-perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir punya budi daya, menjalin kemitraan dengan nelayan. Semua bermasalah sejak awal, bahkan ketika kuota penangkapan ditetapkan tanpa survei lapangan," kata Andrea.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya