Jakarta, IDN Times - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri memastikan tidak adanya aktivitas terorisme dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta. Aksi peledakan dengan 96 korban luka-luka ini digolongkan sebagai fenomena Memetic Violence.
Juru Bicara Densus 88 Anti Teror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan, istilah Memetic Violence masuk dalam tindakan kriminal umum.
“Sampai saat ini tidak ditemukan aktivitas terorisme yang dilakukan ABH (anak berhadapan dengan hukum), jadi murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum, jadi kalau di komunitas kekerasan ini ada istilah memetic violence daring,” ujar Eka di Polda Metro, Selasa (11/11/2025).
Adapun Memetic Violence atau kekerasan memetik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang, karena meniru atau terinspirasi oleh konten, ideologi, atau tokoh tertentu yang ditemui, sering kali secara daring (online).
Pelaku meniru tindakan kekerasan yang mereka lihat, menjadikannya sebagai inspirasi untuk perilaku mereka sendiri, alih-alih menjadi bagian dari jaringan atau organisasi kekerasan yang terstruktur.
Eka kemudian menyinggu tulisan-tulisan nama tokoh dan ideologi di senjata api mainan milik ABH. Namun, ia memastikan ABH tidak terafiliasi atau berada di dalam jaringan kelompok teror tertentu.
“Yang bersangkutan hanya melakukan peniruan saja karena itu (tulisan di senjata api mainan) sebagai inspirasi yang bersangkutan melakukan tindakan,” kata dia.
Berdasarkan pendalaman, ABH mengaku terinspirasi dengan enam serangan teror oleh aliran Neo Nazi, Etnonasionalis hingga White Supremacy.
Pertama, Eric Harris dan Dylan Klebold yang dikenal sebagai dua siswa senior yang melakukan Pembantaian Sekolah Menengah Atas Columbine (Columbine High School massacre) pada tanggal 20 April 1999 di Columbine, Colorado, AS. Mereka diduga beraliran Neo Nazi.
Kedua, Dylann Roof beraliran White Supremacy atau supremasi kulit putih. Ia melakukan pembunuhan massal dengan melakukan penembakan gereja Charleston di Amerika Serikat pada 17 Juni 2015.
Ketiga, Alexandre Bissonnette yang melakukan penembakan massal di sebuah masjid di Quebec City, Kanada, pada 29 Januari 2017. Ia beraliran White Supremacy atau supremasi kulit putih.
Keempat, Vladislav Roslyakov yang terlibat dalam kasus penembakan dan pemboman massal di Politeknik Kerch (Kerch Polytechnic College) di Krimea, Rusia, pada 17 Oktober 2018. Ia beraliran Neo Nazi
Kelima, Brenton Tarrant, seorang ekstremis sayap kanan dan penganut supremasi kulit putih dari Australia. Ia melakukan penembakan massal di dua masjid, Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre, di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019.
Keenam, Natalie Lynn Rupnow yang merupakan pelaku penembakan sekolah di Abundant Life Christian School di Madison, Wisconsin, Amerika Serikat, pada 16 Desember 2024. Ia beraliran Neo Nazi.
“Yang bersangkutan hanya mempelajari kemudian mengikuti beberapa tindakan ekstremisme yang dilakukan bahkan posenya kemudian beberapa simbol yang ditemukan itu sekedar menginspirasi,” ujarnya.
