Pemerintah Didorong Perkuat Payung Hukum Turunkan Perokok Anak

Target pemerintah gagal total

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lentera Anak (YLA) mendorong pemerintah untuk segera memperkuat payung hukum dalam rangka menurunkan jumlah prevalensi perokok anak.

Ketua YLA, Lisda Sundari, mengatakan, pihaknya sudah melakukan advokasi penguatan regulasi untuk melindungi anak-anak Indonesia dari zat adiktif rokok.

"Sejak tahun 2018 kami advokasi untuk menurunkan perokok anak, tidak cukup edukasi tetapi harus ada kebijakan yang melindungi mereka," kata Lisda saat media visit ke IDN Times, baru-baru ini.

Lisda mengatakan, pihaknya melakukan advokasi regulasi tersebut agar ada regulasi yang kuat untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok.

Baca Juga: Rumitnya Lapisan Tarif Cukai Rokok di RI Bikin Konsumsi Rokok Naik

1. Jenis regulasi bisa bermacam-macam

Pemerintah Didorong Perkuat Payung Hukum Turunkan Perokok Anakilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Lisda, pemerintah bisa mengeluarkan regulasi tersebut dengan jenis yang bermacam-macam.

Contohnya di negara-negara lain, kata Lisda, ada aturan bahwa yang membeli rokok harus berusia di atas 21 tahun dan menunjukkan KTP.

"Lalu harga rokok dibuat mahal, tidak dijual batangan. Tidak boleh ada iklan, karena iklan promosi untuk mempromosikan kepada anak-anak muda. Itu jadi konsern kami," ujar dia.

Baca Juga: Kenaikan Harga Rokok Bisa Bikin Warga Beralih ke Rokok Ilegal

2. Regulasi yang ada diadopsi sebagai indikator Kota Layak Anak

Pemerintah Didorong Perkuat Payung Hukum Turunkan Perokok AnakIlustrasi. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Saat ini, kata dia, regulasi yang tersedia diadopsi sebagai indikator Kota Layak Anak (KLA). Salah satunya bahwa KLA harus tidak ada iklan promosi rokok.

"Jakarta jadi salah satu kota yang tidak ada iklan rokok di media luar ruang," ujar Lisda.

Setidaknya, saat ini di Indonesia sudah ada 16 kota yang sudah mempunyai peraturan tidak ada iklan promosi rokok di media luar ruang.

"Peraturan tentang iklan agak ribet karena banyak diatur di UU sehingga langkah kami mulai dari yang memungkinkan dulu, yaitu KLA," kata dia.

Baca Juga: Ini Faktor Penyumbang Garis Kemiskinan di Indonesia, Beras-Rokok

3. Target pemerintah turunkan jumlah anak perokok gagal

Pemerintah Didorong Perkuat Payung Hukum Turunkan Perokok Anakilustrasi merokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Lisda mengatakan, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2014-2019, pemerintah menargetkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun turun menjadi 5,4 persen dari semula 7,2 persen pada tahun 2013.

"Ternyata data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 hasilnya bukan turun, tapi malah naik jadi 9,1 persen atau menjadi 3,2 juta anak. Artinya, target RPJMN 2019 5,4 persen gagal total," kata dia.

Pada tahun 2021, ujar Lisda, data Global Adults Tobacco Survei oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk usia 15-65 tahun, diketahui jumlah perokok di Indonesia pun tidak turun dan malah mengalami peningkatan.

"Jadi secara data tidak ada penurunan. Pemerintah kemudian RPJMN-nya 2019 gagal, buat yang baru dari 2020-2024, targetnya 8,7 persen. Jadi dari 9,1 maunya 8,7. Itu cuma 0,4 nya. Hanya 50 ribu sekian dari 4 tahun seluruh Indonesia. Itu gak serius," kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya pun meminta pemerintah dapat merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Baca Juga: Cair Rp500 Ribu, Mensos Risma: BLT BBM Bukan untuk Rokok!

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya