YLA: Target Pemerintah Turunkan Jumlah Perokok Anak Gagal

Jumlah perokok anak malah meningkat dari target RPJMN

Jakarta, IDN Times - Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA), Lisda Sundari, mengatakan, pemerintah telah gagal menurunkan jumlah perokok anak.

Hal tersebut terlihat dari jumlah prevalensi perokok anak yang malah meningkat dari target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Dalam RPJMN 2014-2019, pemerintah menargetkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun turun menjadi 5,4 persen dari semula 7,2 persen pada tahun 2013.

"Ternyata data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 hasilnya bukan turun, tapi malah naik jadi 9,1 persen atau menjadi 3,2 juta anak. Artinya, target RPJMN 2019  5,4 persen gagal total," kata dia saat media visit ke IDN Times, baru-baru ini.

Baca Juga: Cair Rp500 Ribu, Mensos Risma: BLT BBM Bukan untuk Rokok!

1. Pemerintah dinilai tak serius turunkan jumlah perokok

YLA: Target Pemerintah Turunkan Jumlah Perokok Anak GagalIlustrasi Cukai Rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada tahun 2021, ujar Lisda, data Global Adults Tobacco Survei oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk usia 15-65 tahun, menunjukkan jumlah perokok di Indonesia pun tidak turun dan malah mengalami peningkatan.

"Jadi secara data tidak ada penurunan. Pemerintah kemudian RPJMN-nya 2019 gagal, buat yang baru dari 2020-2024, targetnya 8,7 persen. Jadi dari 9,1 maunya 8,7. Itu cuma 0,4 nya, 0,1 setahun itu gak sampe ratus ribu. Hanya 50 ribu sekian dari 4 tahun seluruh Indonesia. Itu gak serius," kata dia.

Baca Juga: Pemerintah Didorong Perkuat Payung Hukum Turunkan Perokok Anak

2. Dorong pemerintah perkuat regulasi

YLA: Target Pemerintah Turunkan Jumlah Perokok Anak GagalIlustrasi. Rokok ilegal yang dimusnahkan oleh Bea Cukai Solo (IDN Times/Larasati Rey)

Pihaknya pun mendorong pemerintah untuk segera memperkuat payung hukum dalam rangka menurunkan jumlah prevalensi perokok anak.

Antara lain dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Lisda mengatakan, pihaknya sudah melakukan advokasi penguatan regulasi untuk melindungi anak-anak Indonesia dari zat adiktif rokok.

"Sejak tahun 2018 kami advokasi untuk menurunkan perokok anak, tidak cukup edukasi tetapi harus ada kebijakan yang melindungi mereka," kata Lisda.

Pihaknya melakukan advokasi regulasi tersebut agar ada regulasi yang kuat untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok

Baca Juga: Kenaikan Harga Rokok Bisa Bikin Warga Beralih ke Rokok Ilegal

3. Jenis regulasi bisa bermacam-macam

YLA: Target Pemerintah Turunkan Jumlah Perokok Anak GagalIlustrasi Minimarket (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Lisda, pemerintah bisa mengeluarkan regulasi tersebut dengan jenis yang bermacam-macam.

Contohnya di negara-negara lain, kata Lisda, ada aturan bahwa yang membeli rokok harus berusia di atas 21 tahun dan menunjukkan KTP.

"Lalu harga rokok dibuat mahal, tidak dijual batangan. Tidak boleh ada iklan, karena iklan promosi untuk mempromosikan kepada anak-anak muda. Itu jadi konsern kami," ujar dia.

Baca Juga: Rumitnya Lapisan Tarif Cukai Rokok di RI Bikin Konsumsi Rokok Naik

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya