Mitologi Hari Galungan, Melawan Raja Angkuh yang Maunya Disembah

Pada akhirnya, kebaikan akan selalu menang dari kejahatan

Umat Hindu di Indonesia, khususnya Pulau Bali, akan merayakan Hari Raya Suci Galungan pada 14 April 2021 dan Kuningan pada 24 April 2021. Kenapa umat Hindu Bali merayakannya dua kali? Sekadar diketahui, Galungan dan Kuningan memakai sistem wuku. Wuku di Bali ada 30. Satu wuku lamanya tujuh hari. Sehingga 30 wuku x 7 hari = 210 hari. Dari 210 hari : 30 hari (Kalender masehi) = 7 bulan. Sehingga perayaan ini dilakukan setiap tujuh bulan sekali berdasarkan kalender masehi.

Tak hanya Galungan dan Kuningan saja. Hal ini berlaku juga untuk Hari Raya Saraswati, dan otonan yang dilakukan setiap tujuh bulan sekali berdasarkan kalender masehi.

Hari Raya Suci Galungan memiliki makna perayaan kemenangan kebajikan (dharma) melawan kebatilan (adharma). Sepertinya kita harus mengingat kembali bagaimana filosofi Hari Raya Galungan itu sendiri. Harapannya agar umat bisa memaknai perayaan ini lebih mendalam, sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya.

Berikut ini mitologi, filosofi, dan cara memaknai Hari Raya Suci Galungan:

1. Mitologi Hari Raya Galungan adalah melawan seorang keturunan raksasa bernama Raja Mayadenawa yang sombong dan angkuh

Mitologi Hari Galungan, Melawan Raja Angkuh yang Maunya DisembahIDN Times/Ni Ketut Sudiani

Berdasarkan mitologi Hindu Bali yang berkembang tentang Hari Raya Suci Galungan menyebutkan, ada seorang keturunan Daitya (Raksasa) di daerah Blingkang (Sebelah Utara Danau Batur), anak dari Dewi Danu Batur, bernama Raja Mayadanawa. Ia raja sakti dan paling ditakuti, yang dapat mengubah diri menjadi bentuk yang diinginkan. Raja Mayadanawa hidup di masa Mpu Kul Putih. Daerah Makassar, Sumbawa, Bugis, Lombok dan Blambangan dapat ditaklukkan oleh kesaktian Raja Mayadanawa. Karena kesaktian itu pula, Mayadenawa menjadi sombong dan angkuh. Ia ingin disembah oleh masyarakat Hindu Bali, melarang semua umat untuk datang ke pura dan memuja Tuhan. Lama kelamaan rakyat menjadi sengsara dan dunia menjadi tidak seimbang. Tanaman penduduk rusak dan wabah penyakit ada di mana-mana.

Melihat Mayadenawa sikapnya seperti itu, Bhatara Indra diutus oleh para dewa ke dunia untuk menghancurkan kejahatan Mayadenawa. Bhatara Indra membawa pasukan tempur yang siap menyerang raja sombong itu.

Namun untuk membunuh Mayadenawa tidak mudah karena sakti mantraguna. Pasukan Bhatara Indra sampai kewalahan. Mayadenawa terkenal sakti karena bisa berubah wujud dalam pelariannya. Ia beberapa kali berhasil mengelabui Bhatara Indra.

Tidak hanya itu. Bahkan Mayadenawa berhasil meracuni sebuah mata air, yang mengakibatkan seluruh pasukan Bhatara Indra mati saat meminum airnya. Namun berkat kesaktian Bhatara Indra, ditancapkanlah kerisnya ke tanah, dan muncul mata air yang bisa menghidupkan kembali pasukannya. Konon, mata air tersebut dinamai Tirta Empul.

Pada akhirnya, kebaikan akan selalu menang dari kejahatan. Meski sakti, Mayadenawa akhirnya bisa dikalahkan. Mayadenawa terdesak, dia melarikan diri dengan menjejakkan telapak kakinya secara miring. Tempat itu lalu dikenal dengan nama Tampak Siring. Akhirnya Bhatara Indra bisa membunuh Mayadenawa.

Kemenangan Bhatara Indra dalam menghancurkan kejahatan Mayadenawa ini kemudian dirayakan sebagai hari Raya Galungan dan Kuningan, yang secara filosofis bermakna merayakan kemenangan kebajikan (Dharma) melawan kebatilan (Adharma).

Baca Juga: 5 Pelajaran Hidup dari Hari Raya Galungan dan Kuningan

2. Umat Hindu Bali akan menjalani delapan rangkaian perayaan selama Galungan dan Kuningan

Mitologi Hari Galungan, Melawan Raja Angkuh yang Maunya DisembahIDN Times/Imam Rosidin

Hari Raya Suci Galungan melewati banyak rangkaian, yang memiliki nilai filosofis tinggi. Jadi perayaan Galungan harus dibarengi dengan pemaknaannya juga ya. Berikut ini rangkaiannya:

  1. Tumpek Wariga. Upacara ini dilakukan pada Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga.Tumpek Wariga atau disebut juga Tumpek Bubuh ini jatuhnya 25 hari sebelum Galungan. Pada saat Tumpek Wariga masyarakat Hindu Bali memuliakan tumbuh-tumbuhan yang berperan besar dalam kehidupan manusia dan alam semesta. Selain sebagai perwujudan cinta kasih, pada tumbuh-tumbuhan yang diupacarai juga terbesit harapan agar dapat segera berbuah atau menghasilkan. Sehingga dapat digunakan untuk bahan upacara hari raya Galungan.
  2. Sugihan Jawa. Sugihan Jawa dilakukan pada Kamis Wage Sungsang atau 6 hari menjelang hari raya suci Galungan. Sugihan Jawa berasal dari 2 kata yakni Sugi dan Jawa. Sugi berarti bersih dan suci. Sedangkan Jawa berasal dari kata jaba yang artinya luar. Artinya Sugihan Jawa sebagai hari pembersihan atau penyucian di luar diri manusia, yaitu alam semesta (Bhuana Agung). Pada Sugihan Jawa, umat melakukan upaya nyomia atau menetralisir segala sesuatu yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan merajan dan rumah.
  3. Sugihan Bali. Sugihan Bali dilaksanakan Jumat Kliwon Sungsang atau 5 hari menuju hari raya suci Galungan. Kata Bali disini berati Wali atau ke dalam. Sugihan Bali bermakna penyucian atau pembersihan diri sendiri (Bhuana Alit). Penyucian diri dilakukan dengan melakukan pembersihan secara fisik (mandi), dan memohon tirta suci sebagai simbolis penyucian jasmani rohani.
  4. Panyekeban. Panyekeban dilaksanakan Minggu Paing wuku Dungulan, 3 hari sebelum Galungan. Nyekeb berarti merenung atau mengekang diri. Secara filosofis, pada hari Penyekeban umat belajar mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama.
  5. Penyajan. Dilaksanakan Senin Pon Dungulan, 2 hari sebelum Galungan. Penyajan berasal dari kata Saja yang berarti sungguh-sungguh. Hari penyajan ini memiliki makna filosofis untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan. Pengendalian diri semakin tinggi jelang Galungan.
  6. Penampahan. Penampahan jatuh pada sehari sebelum Galungan, yakni Selasa Wage wuku Dungulan. Penampahan atau Penampan berasal dari kata Nampa yang berarti menyambut. Ini artinya sehari sebelumnya, umat harus siap menyambut hari Galungan. Pada penampahan ditandai dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Selain membuat penjor, umat juga menyembelih babi untuk pelengkap upacara. Penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
  7. Galungan. Galungan dirayakan pada Rabu Kliwon Dungulan. Ini adalah hari kemenangan. Upacara dilakukan mulai pagi hari, dimulai dari persembahyangan di rumah masing-masing hingga ke Pura yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal. Pada hari raya Galungan, umat semakin melihat ke dalam diri, mengintrospeksi diri agar kebaikan selalu bisa dilakukan selama hidup.
  8. Umanis Galungan. Masih ada rangkaian setelah Galungan yang disebut Umanis Galungan. Sehari setelah Galungan dimanfaatka untuk saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi. Ini untuk memulai langkah baru yang lebih baik. Jika misal memiliki masalah sebelumnya, maka saat Umanis Galungan ini digunakan untuk bermaaf-maafan. Di beberapa daerah di Bali, anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang pada Umanis Galungan, yang diyakini dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura positif.

Baca Juga: 6 Doa Hindu Tuntunan Berumah Tangga, Biar Semakin Harmonis

3. Rangkaian Galungan tidak berhenti sampai di sini. Masih ada rangkaian lain selama satu bulan ke depan, hingga pelepasan penjor

Mitologi Hari Galungan, Melawan Raja Angkuh yang Maunya DisembahIDN Times/Imam Rosidin

Setelah Galungan, masih ada waktu sebulan lagi perayaannya, hingga benar-benar dinyatakan selesai dengan pelepasan penjor. Berikut rangkaiannya:

  1. Pemaridan Guru. Dilaksanakan pada Sabtu Pon Dungulan, 3 hari setelah Galungan. Kata Pemaridan Guru berasal dari kata Marid dan Guru. Memarid berarti ngelungsur atau memohon. Sedangkan Guru tiada lain adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini dimaknai untukmemohon berkah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.
  2. Ulihan. Dilaksanakan pada Minggu Wage Kuningan. Ulihan bermakna pulang atau kembali. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para dewata dan leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah panjang umur.
  3. Pemacekan Agung. Dilaksanakan Senin Kliwon Kuningan. Pemacekan berasal dari kata pacek yang berarti teguh. Pemacekan agung bermakna keteguhan iman umat manusia.
  4. Hari Suci Kuningan. Dirayakan Sabtu Kliwon Kuningan. Umat memaknainya dengan cara memasang tamiang,kolem, dan endong.Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong tersebut adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur kita saat berperang melawan adharma. Maknanya agar manusia selalu membentengi dirinya dengan iman dan hal-hal baik.
  5. Hari Pegat Wakan. Dilaksakanan pada Rabu Kliwon Pahang, sebulan setelah Galungan. Hari ini adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan. Pada hari ini, umat baru boleh mencabut penjor. Penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.

Baca Juga: Resep Bikin Babi Kecap yang Gurih dan Lembut

4. Semoga umat Hindu yang merayakan Galungan bisa mulat sarira atau introspeksi diri

Mitologi Hari Galungan, Melawan Raja Angkuh yang Maunya DisembahIDN Times/Diantari Putri

Hari Raya Galungan dimaknai sebagai kemenangan kebaikan (Dharma) melawan Adharma (Keburukan). Makna Galungan ini juga tertuang dalam lontar “Sundarigama” berikut ini:

Buda Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.

Artinya:

Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan. Arahkan untuk bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.

Memaknai Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma, tidak harus melalui situasi peperangan secara fisik. Kemenangan di sini diartikan sebagai kemenangan melawan semua kekacauan pikiran. Jadi yang perlu kamu lakukan untuk memaknai Hari Raya Galungan adalah melawan keegoisan dan sifat buruk dalam diri.

Pada saat Galungan, menyatukan kekuatan rohani agar bisa mendapat pikiran dan pendirian yang terang, adalah usaha untuk memenangkan diri dari ego. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang adalah wujud dharma dalam diri.

Semoga setelah perayaan Hari Raya Galungan ini, umat Hindu semakin mulat sarira atau introspeksi diri ya. Harapannya bisa melangkah lebih baik lagi ke depannya, serta hidupnya semakin lebih bermanfaat. Astungkara.

Generasi millennials mesti tahu nih! Atau jika ada yang punya pengetahuan lebih dalam tentang Galungan, bisa di-share di kolom komentar.

Baca Juga: 12 Pepatah Bahasa Bali Tentang Kehidupan, Jangan Dilupakan Ya

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya