BSSN: Ada 1,6 Miliar Serangan Siber Lewat Malware di RI Selama 2021

BSSN perkuat pertahanan siber dari ancaman terorisme

Depok, INDTimes - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen. TNI (Purn) Hinsa Siburian, mengatakan terdapat beberapa tren siber di Indonesia, berdasarkan tren anomali traffic keamanan siber.

Pada Januari hingga Desember 2021, kata Hinsa, BSSN melalui National Security Operation Centre (NSOC) telah melakukan monitoring dan identifikasi terhadap potensi serangan siber.

"BSSN mencatat lebih dari 1,6 miliar anomali traffic atau serangan siber dengan kategori anomali terbanyak yaitu malware," ujar Hinsa kepada IDN Times di kantor BSSN, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (7/3/2022).

Baca Juga: Indonesia Rugi Rp454 Miliar karena Serangan Siber 

1. Sistem akdemik paling banyak serangan

BSSN: Ada 1,6 Miliar Serangan Siber Lewat Malware di RI Selama 2021

Selain serangan malware terdapat trojan activity atau aktivitas Trojan, dan information gathering atau pengumpulan informasi untuk mencari celah keamanan. Sementara, tren kasus insiden siber di Indonesia yakni web defacements, data breach, human operated ransomware, dan advance persistent threat.

"Terdapat beberapa sebaran sektor anomali traffic serangan siber mulai dari yang tertinggi hingga terendah," ucap Hinsa.

Adapun sebaran tersebut meliputi akademik sebesar 38,03 persen, swasta 25,37 persen, pemerintah daerah 16,86 persen, pemerintah pusat 8,26 persen, hukum 4,18 persen, dan personal 2,66 persen.

Hinsa menjelaskan langkah teknis yang telah dilakukan BSSN untuk memperkuat keamanan siber nasional, seperti pemasangan sensor honeynet dan analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, pembentukan tim respons insiden keamanan siber (CSIRT), dan pelaksanaan Information Technology Security Assessment (ITSA).

"Selain itu kita menguatkan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi dan lain sebagainya," tegas Hinsa.

2. Memperkuat pertahanan siber dari ancaman teroris dan radikalisme

BSSN: Ada 1,6 Miliar Serangan Siber Lewat Malware di RI Selama 2021Kepala BSSN, Letjen. TNI (Purn) Hinsa Siburian saat memberikan pemaparan di kantor BSSN, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)

Hinsa mengungkapkan, terkait serangan siber pada ancaman terorisme, radikalisme, dan disinformasi, BSSN terus berupaya bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menjalankan program literasi keamanan siber.

Hal itu, lanjut Hinsa, untuk mewujudkan dan terbentuk budaya keamanan siber yang tangguh, sehingga dapat membentengi masyarakat dari berbagai ancaman terorisme, radikalisme, dan disinformasi.

"Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan ruang siber dengan baik, nyaman, aman, dan bertanggung jawab," ungkap dia.

Hinsa menjelaskan, BSSN mengimbau kepada masyarakat  meningkatkan kewaspadaan. Menurut dia, ruang siber menjadi salah satu media penyebaran dan perekrutan terorisme dan radikalisme.

"Jadi masyarakat harus mengerti dan tetap menanamkan diri dengan rasa nasionalisme dan memperkuat wawasan kebangsaan," ujar dia.

Baca Juga: Perbankan Eropa Diminta Bersiap Hadapi Serangan Siber Rusia

3. Kedepankan netralitas pada ruang siber dalam konflik Rusia dan Ukraina

BSSN: Ada 1,6 Miliar Serangan Siber Lewat Malware di RI Selama 2021Kepala BSSN, Letjen. TNI (Purn) Hinsa Siburian saat memberikan pemaparan di kantor BSSN, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)

Selain masalah siber nasional, Hinsa menuturkan, pada konflik Rusia dan Ukrania yang terjadi saat ini telah melibatkan penggunaan ruang dan potensi siber. Sehingga, kata dia, dampaknya harus diperhitungkan, karena sudah tidak tergantung lagi pada wilayah, ruang, dan waktu.

Untuk menyikapi ancaman tersebut, kata Hinsa, aktivitas di ruang siber Indonesia hendaknya selaras dengan sikap politik negara yang bebas aktif.

"Kita harus bersikap politik negara bebas aktif, netral, dan tidak berpihak kepada siapa pun," tutur dia.

Hinsa menambahkan, BSSN mengimbau masyarakat dan komunitas siber tidak ikut melakukan aktivitas yang mendukung salah satu pihak. Sehingga, kata dia, Indonesia tidak terjebak situasi konflik di ruang siber, serta tetap menjunjung tinggi salah satu pilar keamanan siber yang sedang diperjuangkan di forum PBB.

"Kita harus menjunjung tinggi pilar keamanan siber yaitu Responsible State Behaviour in Cyberspace,” pungkas Hinsa Siburian.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya