Pengamat: Teror Bom di Gereja Katedral Makassar Aksi Balas Dendam

Pelaku diduga mengidap penyakit cristophobia

Depok, IDN Times - Aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 29 Maret 2021 menjadi perhatian semua pihak. Pengamat terorisme Al Chaedar mengatakan, aksi tersebut merupakan gerakan kelompok terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Al Chaedar mengatakan, kelompok tersebut juga berafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Teror kali ini merupakan aksi bom bunuh diri pasangan suami istri. Kelompok tersebut sangat membenci agama, orang, dan tempat ibadah Kristen sehingga mereka melakukan serangan ke gereja.

"Pemicu serangan tersebut merupakan gerakan teroris yang ada di Indonesia mengidap penyakit cristophobia," ujar Chaedar, Senin (29/3/2021).

Baca Juga: Serangan Teror Bom Besar yang Pernah Menggemparkan Indonesia 

1. Penyerangan ke gereja dinilai aksi balas dendam

Pengamat: Teror Bom di Gereja Katedral Makassar Aksi Balas DendamIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Chaedar mengungkapkan, kelompok JAD melakukan penyerangan ke gereja Katedral Makassar menggunakan bom. Namun, kelompok tersebut dalam melakukan penyerangan menggunakan berbagai cara, baik menggunakan bom maupun senjata tajam. Untuk pergerakan yang menggunakan senjata tajam, dilakukan kelompok kecil atau gerakan lone wolf.

"Kalau di gereja Katedral Makassar dilakukan kelompok besar, karena menggunakan bom," kata dia.

Chaedar menilai, serangan bom ke gereja Katedaral Makassar merupakan aksi balasan terhadap penangkapan kelompok JAD yang dilakukan beberapa waktu lalu. Sebanyak 22 orang telah ditangkap dan dua lainnya ditembak, sehingga memicu kelompok tersebut melakukan serangan balasan.

"Pada akhirnya ingin balas dendam dengan rencana operasi Amaliah pada hari Paskah, namun mereka mempercepat sehingga dilakukan kemarin di Gereja Katedral,” kata dia.

2. Awasi ideologi transnasional, bukan menggunakan bom panci

Pengamat: Teror Bom di Gereja Katedral Makassar Aksi Balas DendamIlustrasi Detonator Bom (IDN Times/Mardya Shakti)

Chaedar menjelaskan, aparat keamanan atau kepolisian dapat mewaspadai perpindahan orang, khususnya dari Filipina dan Turki menuju Indonesia. Pergerakan tersebut ditandai dengan gerakan ideologi transnasional. Pencegahan migrasi tersebut dilakukan untuk menghindari terjadi gerakan ledakan kembali.

"Harus diwaspadai gerakan ideologi transnasional untuk mencegah adanya gerakan kembali," kata dia.

Berbeda dengan pernyataan polisi, Chaedar menuturkan, ledakan yang terjadi di Gereja Katedral Makassar bukan menggunakan bom panci. Dia menilai ledakan tersebut menggunakan bom pipa namun eksplosive.

"Kemungkinan menggunakan pipa bukan panci, karena memiliki daya ledak rendah," kata dia.

3. Waspada serangan di kota lain

Pengamat: Teror Bom di Gereja Katedral Makassar Aksi Balas DendamIlustrasi Bom (Teroris) (IDN Times/Mardya Shakti)

Chaedar menilai, selain di Makassar, kepolisian harus mewaspadai serangan di kota besar lainnya, seperti Medan, Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Semarang, dan Jakarta. Selain melakukan serangan lain, dia meyakini akan ada serangan berulang yang dilakukan kelompok terorisme.

"Kemungkinan ada serangan berulang seperti gereja Katedral Jolo, Filipina, Surabaya dan Makassar, dan ini harus diwaspadai," ujar dia.

Chaedar mengatakan, berbagai macam cara dilakukan kelompok teroris yang menerapkan pola sel tidur. Menurutnya, pola tersebut sudah tersebar di 19 provinsi. Dia memperkirakan, situasi pandemik COVID-19 dimanfaatkan kelompok tersebut untuk melakukan pergerakan.

“Situasi pandemik COVID-19 dimanfaatkan sel tidur,” pungkas Al Chaedar.

Baca Juga: 7 Fakta Teror Bom di Gereja Katedral Makassar

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya