Setahun Pandemik, Ini Curhat Pasien Pertama COVID-19 di Indonesia

Maria merasa kemanusiaan justru hilang di tengah pandemik

Jakarta, IDN Times - Setahun sudah COVID-19 mewabah di Indonesia. Masih lekat dalam ingatan, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo mengumumkan pasien 01 dan 02 COVID-19 bersama Menkes yang menjabat kala itu, Terawan Agus Putranto. Kedua pasien tersebut merupakan warga Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.

Pasien 01, Maria Darmaningsih, menuturkan dirinya masih ingat betul saat pertama kali terpapar COVID-19. Saat itu dia sama sekali buta tentang virus yang menyerang imunitas tubuhnya.

"Dulu kan heboh banget, kita semua nggak mengerti itu apa, dan itu luar biasa hebohnya. Kami kan awalnya karena ngotot melapor, tapi saat melapor semuanya masih bingung menghadapi. Kami sebagai pasien tidak diberi tahu tiba-tiba ada pengumuman," ujar Maria, Senin (2/3/2021).

Bahkan, warga yang satu kompleks dengan Maria disuruh pulang dan tidak boleh kerja atau sekolah lagi. Stigma yang melekat pada dia dan keluarganya saat itu luar biasa dampaknya. Maria tidak mengira situasi COVID-19 di tanah air akan seperti sekarang ini.

Di benak Maria masih teringat sekitar Mei 2020 dirinya menerima pesan melalui WhatsApp yang menyebut bahwa ada perkiraan Agustus 2020 kemungkinan baru ditemukan penangannya.

"Dulu memperkirakan COVID-19 tidak mungkin sampai Agustus, tahu-tahu Agustus lewat begitu saja. September juga kok terus aja. Tidak terbayang aku bahwa akan begini lama, sungguh. Ya, luar biasa juga, sih," kata Maria.

1. Sempat dirundung, Maria merasa rasa kemanusiaan sudah hilang karena COVID-19

Setahun Pandemik, Ini Curhat Pasien Pertama COVID-19 di IndonesiaPasien yang sembuh dari virus corona (ANTARA FOTO/Humas Kementerian Kesehatan)

Setahun berlalu, Maria masih melihat pemberitaan di media bahwa hingga kini masyarakat yang terpapar COVID-19 masih tidak terbuka karena banyak yang tidak membantu. Hal itu membuat dirinya merasa sedih.

Dia menuturkan, seharusnya orang sudah belajar bahwa penanganan dapat dilakukan secara bersama dan saling membantu. 

"Saya tidak bisa mengerti bahwa kemanusiaan kita malah hilang dengan COVID-19. Harusnya kan malah semakin tinggi tingkat kemanusiaannya. Saya pikir, apa ini pendidikan kita yang kurang atau apa? Belum lagi yang di-bully. Saya kan belajar tradisi kita, karena saya penari, saya belajar filosofinya. Itu sepertinya kan banyak hal-hal yang tinggi dalam filosofi kita, tapi kok ketika kena COVID-19, kok kita (pengidap COVID-19) jadi di-bully habis-habisan," ucap Maria.

Dia memandang, untuk memahami wabah COVID-19 harus merefleksikan kehidupan. Kemungkinan bumi sudah tercemar, manusia selalu menggerogoti dan mengeksploitasi. Untuk itu, Maria mengajak untuk berbuat baik untuk bumi.

"Saya selalu ajari asisten rumah tangga saya, jika kita ambil pisang, pisangnya dimakan, kulitnya dibuang dan kembalikan ke tanah. Kalau kita nggak punya lahan, kita pisahkan, kita bikin kompos, itu kan berbuat baik untuk bumi. Itu refleksiku, sih, ya. Bukan men-judgement (menghakimi) semua orang. Ini kan kesempatan kita merefleksikan kehidupan kita sendiri, tidak perlu repot dengan di luar sana," ucap Maria.

Baca Juga: Setahun Pandemik, Ini Deretan Strategi Pemerintah Tangani COVID-19

2. COVID-19 menunjukkan kemunduran dalam berbudaya

Setahun Pandemik, Ini Curhat Pasien Pertama COVID-19 di IndonesiaANTARA FOTO/Humas Kementerian Kesehatan

Maria menuturkan, adanya COVID-19 menunjukkan kemunduran berbudaya. Maria mencontohkan, di budaya Minang ada filosofi "alam takambang jadi guru". Maria dari dulu mendengar itu dari Gusmiati Suid yang menjadi tokoh di dunia tari, sampai dikenal internasional.

"Alam takambang jadi guru—alam ini guru kita. Alam, apa pun yang ada di dalam ini, dengan beragamnya bunga, daun, pohon, gunung, laut, semuanya adalah guru. Lihat lah. Bermacam-macam, beragam, mana ada tanaman yang sama," katanya.

Selain itu seperti di Jawa, terdapat pepatah “ngelmu iku kalakone kanthi laku”. Ngelmu itu knowledge atau pengetahuan, knowledge itu dapat diperoleh kalau manusia melakukan terus-menerus. Artinya, manusia harus belajar dari situasi yang terjadi saat ini, yakni pandemik COVID-19.

"Dalam agama apa pun. ketika kita dapat ujian kita dapat mengatasinya. Bahwa Tuhan menguji karena kita mampu mengatasi, tapi kok semua pelajaran itu seperti hilang," ujar Maria. 

Maria mengatakan, pada saat COVID-19 menimpa dirinya dan keluarganya, semua orang selalu waspada, berdiam diri dengan inisiatif pribadi. Pada saat ribuan orang telah terkonfirmasi positif, seakan masyarakat abai dengan kewaspadaan tersebut. Selain itu, faktor ekonomi dan masih ada masyarakat yang abai seakan tidak percaya, sehingga menyebabkan penyebaran COVID-19 di Indonesia dan menjadi pandemi.

"Terpentingkan kita harus melindungi diri dan keluarga. Protokol kesehatan itu harus dilaksanakan, nggak ada pilihan. Ini adalah transisi kehidupan yang luar biasa buat bumi kita," ucapnya.

3. Berharap pandemik cepat berakhir

Setahun Pandemik, Ini Curhat Pasien Pertama COVID-19 di IndonesiaPetugas medis di RSUD Kabupaten Tangerang. ANTARA FOTO/Fauzan

Maria mengatakan,  protokol kesehatan harus dipatuhi dan harus menerima perubahan kehidupan yang luar biasa sehingga harus menyesuaikan. Protokol kesehatan harus tetap dipegang, untuk dari sisi pemerintah, pergantian Menteri Kesehatan yang memang lebih menguasai secara manajemen dinilai baik.

"Itu penting karena harus ada satu pintu, jadi pengumuman harus satu pintu walau kita sering diganggu oleh hoaks dan segala macam. Saya tidak mau membicarakan itu," kata Maria.

Maria menilai, Pemerintahan sekarang dengan manajemen yang bagus dan dinilai baik dibandingkan yang dulu. Apabila ada kelemahan dan kekurangan, dapat dipahami karena Indonesia negara besar dan luar biasa untuk menangani pandemik. 

"Mungkin dengan vaksin ini, harapannya, pandemi berakhir tahun ini. Dulu kan belum tahu, belum paham bahwa vaksin ini sedemikian luar biasanya," kata Maria.

Maria berharap, COVID-19 dapat teratasi dengan baik sehingga dapat kembali dengan normal khususnya anak dapat kembali bersekolah. Menurutnya, anak harus dipikirkan secara kejiwaannya, karena selama ini melakukan pembelajaran dari rumah.

"Itu yang harus kita pikirkan juga, nanti secara kejiwaan bagaimana pengaruhnya terhadap anak yang selama 1 tahun lebih tidak bersekolah dan tidak bersosialisasi, tidak berkegiatan. Kan luar biasa. Itu yang menurut saya harus diperhatikan nantinya," ucap Maria.

Baca Juga: Setahun Pandemik, IDI: Indonesia Belum Lewati Gelombang Pertama 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya