32 Difabel Wyata Guna Bandung yang Diusir Akhiri Aksi Tidur di Trotoar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - 32 mahasiswa penyandang disabilitas Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung mengakhiri aksi tidur di trotoar setelah mencapai kesepakatan dengan dengan (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.
Mahasiswa bersedia meninggalkan tenda di depan balai dan bersedia mencabut berbagai spanduk yang mereka bentangkan. Kesediaan mahasiswa ini sebelumnya didahului perundingan yang panjang hingga pukul 04.50, Sabtu (18/01).
1. Pertemuan untuk mendengarkan usulan mereka untuk diakomodasi Kemensos
Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial Idit Supriadi Priatna mengatakan pertemuan tersebut diharapkan bisa mendengarkan persetujuan atas usulan awal mereka yang kemudian diakomodasi Kemensos.
"Yakni menerima layanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di BRSPDSN Wyata Guna Bandung sesuai jenis dan standar pelayanan yang berlaku sampai selesai masa kuliah mereka," ujar Idit dalam siaran tertulis, Minggu (19/1).
Baca Juga: Dua Malam Sudah Puluhan Penyandang Disabilitas Netra Tidur di Trotoar
2. Tuntutan mahasiswa berubah menjadi pencabutan terhadap Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18 tahun 2018
Idit menambahkan pertemuan tersebut didahului dengan penyampaian aspirasi mahasiswa. Tampaknya, perundingan tersebut berlangsung sengit pasalnya sebagian besar mahasiswa menyuarakan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18 tahun 2018.
Dia mengaku terkejut dengan permintaan mahasiswa tersebut, sebab tuntutan mahasiswa awalnya adalah agar bisa kembali ke asrama, dan menerima semua layanan sampai selesai masa kuliah mereka, sudah diakomodasi semuanya.
Bahkan, Idit meyakinkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara untuk memenuhi tuntutan awal mahasiswa, yakni kembali menempati asrama dan menerima layanan sampai lulus kuliah.
“Dengan kebesaran hati Pak Menteri, beliau bersedia mengabulkan semua usulan anak-anakku agar bisa kembali ke asrama, dan mendapatkan semua layanan sampai lulus kuliah. Nah, tiba-tiba ada perkembangan seperti ini,” kata Idit.
3. Pencabutan regulasi itu ada prosedur dan aturannya
Idit menyatakan pernyataan mahasiswa yang tiba-tiba meminta pencabutan Permensos No. 18 tahun 2018 tidak bisa dilakukan secara mudah.
“Sebagai aspirasi boleh saja. Regulasi mulai undang-undang sampai undang-undang dasar bisa diubah. Namun pencabutan regulasi itu ada prosedur dan aturannya. Tidak bisa dicabut begitu saja, karena itu juga sudah masuk ke lembar negara,” kata dia.
Editor’s picks
4. Kementerian sosial menawarkan dua opsi untuk alumni
Idit mengungkapkan sebenarnya Kementerian sosial menawarkan dua opsi untuk PM yang telah selesai masa retensinya. Yakni, mahasiswa bisa masuk ke asrama dan menerima layanan sampai lulus kuliah seperti disebut di atas.
"Kedua, mereka juga bisa menempati asrama di Panti Sosial Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Mental Sensorik Netra, Rungu, Wicara, Tubuh, milik Pemprov Jawa Barat, di Cimahi," imbuhnya.
5. Sekitar 32 penyandang disabilitas yang selama ini menetap di Panti Wyata Guna 'diusir'
Sekitar 32 penyandang disabilitas yang selama ini menetap di Panti Wyata Guna akhirnya harus rela 'diusir' dari tempat mereka tinggal, Selasa(14/1) malam.
Sejak Selasa malam, puluhan disabilitas ini tidur di trotoar, tepatnya di depan Panti Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung.
Regulasi dari Kementerian Sosial terkait dengan penggunaan Wyata Guna membuat penyandang disabilitas yang mayoritas mahasiswa dan telah lulus perkuliahan tidak memiliki tempat tinggal, dan sekarang berdiam di trotoar.
Ketua Forum Akademisi Luar Biasa Rianto mengatakan, pengusiran yang dilakukan pihak Wyata Guna dilakukan sejak Kamis (9/1). Penyandang disabilitas diusir dengan cara yang kurang baik dan dengan pemaksaan melalui kekerasan.
"Kamar kami dibongkar. Barang dikeluarkan. Terus kamar juga disegel sehingga barang menumpuk di luar pintu," ujar Rianto, Rabu (15/1) pagi.
6. Penghentian layanan mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Rianto menuturkan, penghentian layanan yang dilakukan pihak Wyata Guna mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Meski demikian, aturan ini tidak jelas karena belum ada kepastian bagaimana para alumni atau mereka yang dikeluarkan bertahan hidup.
"Gak ada kejelasan dari pemerintah atau dari Wyata Guna kami harus bagaimana atau apa yang bisa kami lakukan nantinya," ujar Rianto.
Menurutnya, ketika aturan itu dibuat seharusnya Kementerian Sosial tahu dampak dari dikeluarkannya penyandang disabilitas dari Wyata Guna. Kementerian sebaiknya membuat solusi untuk mereka yang kemudian terpaksa meninggalkan panti ini.
Baca Juga: Diusir dari Panti, Puluhan Penyandang Disabilitas Wyata Guna Tidur di Trotoar