AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis Detikcom

AJI Jakarta minta kepolisian dan Dewan Pers usut tuntas 

Jakarta, IDN Times- Kasus kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi di Indonesia. Seorang jurnalis dari Detikcom mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh setelah menulis berita terkait Presiden Joko Widodo, pada Selasa (26/5) lalu.

Kasus ini bermula ketika jurnalis Detikcom menulis berita tentang rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemik COVID-19. Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.

Namun, pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun telah dipublikasi Detikcom dalam bentuk artikel.

1. Kekerasan penulis dimulai dari media sosial

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis Detikcomidn media

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Asnil Bambani mengungkapkan, kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai di media sosial. Nama penulis yang tercantum di dalam berita pun menyebar di internet, dari Facebook hingga YouTube.

"Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris. Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meski pun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan. Selain itu, situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media," ujarnya dalam siaran tertulis, Kamis (28/5).

Baca Juga: Dewan Pers Nilai RUU KUHP Mengungkung Kebebasan Pers

2. Doxing mengancam kebebasan pers!

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis DetikcomIlustrasi kerja jurnalistik. IDN Times/Arief Rahmat

Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online.

"Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers," tegasnya.

Selain doxing, jurnalis itu juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojek online yang membawa makanan kepadanya, padahal kenyataannya tak memesan makanan melalui aplikasi tersebut.

"Bahkan jurnalis tersebut juga diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp," terangnya.

3. Peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis DetikcomIDN Times/Rosa Folia

AJI Jakarta menilai di tengah upaya Jokowi menggencarkan persiapan new normal, pemberitaan yang tak sepaham dengan narasi pemerintah tampaknya menjadi sasaran penyerangan.

"Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 4 ayat 1-3 menjelaskan, salah satu peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Yang menghambat atau menghalangi maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta," paparnya.

Baca Juga: IJTI Jabar Bantu Kebutuhan Jurnalis TV di Tengah COVID-19

4. Ada 4 jurnalis yang juga terima kekerasan doxing

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis Detikcomidn media

Kasus kekerasan dalam bentuk doxing terhadap jurnalis bukan baru kali ini terjadi di Jakarta. Sebelumnya ada 4 kasus jurnalis yang mengalami doxing terkait pemberitaan.

Tiga kasus doxing terjadi pada tahun 2018. Di antaranya, jurnalis Detikcom di-doxing karena berita tentang pernyataan juru bicara Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin dan saat meliput peristiwa yang disebut “Aksi Bela Tauhid". Lalu jurnalis kumparan dipersekusi karena tidak menyematkan kata 'habib' di depan nama Rizieq Shihab dalam beritanya. Kemudian doxing terhadap jurnalis CNN Indonesia terkait berita berjudul "Amien: Tuhan Malu Tak Kabulkan Doa Ganti Presiden Jutaan Umat".

Satu kasus terjadi pada September 2019 yang menimpa Febriana Firdaus. Febriana di-doxing dan diteror karena pemberitaan terkait kerusuhan di Papua.

"Sementara hingga saat ini belum ada satu pun kasus yang diusut tuntas oleh aparat penegak hukum hingga para pelakunya diadili sesuai aturan yang berlaku. Padahal dalam menjalankan tugasnya, seorang jurnalis mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UU Pers," lanjut AJI.

5. AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian segera mengusut kasus ini

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis Detikcomidn media

AJI Jakarta juga mengingatkan pihak yang bersengketa terkait pemberitaan agar menyerahkan kasus kepada Dewan Pers untuk menilai dan mengupayakan penyelesaiannya.

Atas kasus itu, AJI Jakarta mendesak aparat kepolisian segera mengusut dugaan pelanggaran pidana doxing, kekerasan, mau pun ancaman pembunuhan terhadap jurnalis, hingga pelakunya diadili di pengadilan.

"Meminta pemimpin redaksi Detikcom untuk menjamin keselamatan jurnalis dan keluarganya yang terancam karena pemberitaan," paparnya.

6. Dewan Pers harus terlibat aktif selesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis

AJI Jakarta: Usut Tuntas Ancaman Pembunuhan Terhadap Jurnalis DetikcomGedung Dewan Pers (IDN Times/Aldzah Aditya)

Aji juga mendesak Dewan Pers untuk terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis. Dan menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk ikut menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers.

"Jika ada sengketa pemberitaan, silakan diselesaikan dengan cara yang beradab, yaitu meminta hak jawab atau melapor ke Dewan Pers," imbaunya.

Baca Juga: Jurnalis Farid Gaban Hendak Disomasi, Muannas: Jangan Playing Victim!

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya