Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton Televisi

"Meski nontonnya sambil main ponsel"

Jakarta, IDN Times - Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020 sukses digelar oleh IDN Times, pada 17-18 Januari lalu di The Tribrata, Dharmawangsa, Jakarta.

Ajang pertemuan millennial terbesar di Tanah Air ini dihadiri sukses menggaet 131 speakers kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial.

Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini berlangsung berlangsung pecah dan berhasil merebut perhatian publik. 

Salah satunya dalam sesi acara yang ditunggu dalam Stage Visionary Leaders pada Sabtu (18/1) pukul 14.00. Acara yang mengusung tema The Future of Media and Communication menghadirkan bos-bos media dan pembicara berkompeten lain antara lain 
Founder and CEO IDN Media Winston Utomo, CEO PT Visi Media Asia (Viva)
Anindya Novyan Bakrie,  Managing Director Of Nielsen Indonesia Agus Nurudin, dan SVP Head of Brand Management & Strategy Indosat Fahroni Arifin. 

Meski hujan mengguyur wilayah Ibu kota, namun tidak menyurutkan langkah peserta untuk mengikuti IMS 2020. Terbukti, peserta yang sebagian besar millennial ini memenuhi ballroom ruangan di panggung stage Stage Visionary Leaders yang berada di lantai gedung The Tribrata.

Moderator acara yang juga merupakan jurnalis, Yulia Supadmo memanggil satu persatu pembicara ke atas panggung disertai gemuruh tepuk tangan peserta. Lalu, bagaimana jalannya diskusi?

1. Begini pandangan media di Indonesia ke depan menurut Anindya Bakrie

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton TelevisiIDN Times/Reynaldy Wiranata

Pada pembicara, Yulia menanyakan tentang masa depan media Indonesia terlebih hampir semua generasi millennial dan gen Z tidak pernah menonton tv. 

"Bagaimana ini sebagai CEO melihat ini?" tanya Yulia.

Anindya Novyan Bakrie atau akrab disapa Anindya Bakrie menjelaskan sebagai pemain tradisional yang sekarang bicara virtual, ia sudah memikikirkan itu sejak 10 tahun lalu. Sebagai pemilik media, ia selalu berpikir bagaimana mendefinisikan ulang media itu sendiri. 

Di luar negeri ada dua tipe model bisnis bila bisnis media mau menuju ke depan, yakni pertama yang terkenal adalah Disney yang fokus dalam konten, kedua bisnis yang fokus pada pengiriman yakni TNT. 

"Kita lihat-lihat apa sih kelebihan kita, satu sisi kita bicara televisi selama 30 tahun di Indonesia. Mereka mengembangkan broadcaster dan konten provider jadi membuat program dan menyalurkan program. Kita memilih ke depan harus fokus di konten provider, kedua kita harus pikir, kita berdiri untuk apa, misalkan tvOne we all news for the mass, anTV entertainment untuk perempuan antara 27 sampai 37, jadi turunan nanti ya mengacu ke sana,"ungkapnya.

Baca Juga: IMS 2020: Anindya Bakrie Buka Rahasia Peluang Millennial di Digital

2. Anin yakin masyarakat tidak pernah bisa lepas dari televisi

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton TelevisiIDN Times/Reynaldy Wiranata

Anin tak sepenuhnya percaya dengan pernyataan kaum muda tak lagi menonton televisi. Menurutnya, keberadaan televisi sudah tidak bisa dilepaskan dari publik. 

"Saya baca di Indonesia Millennial Report, sekarang banyak yang nonton televisi, meski nontonnya dua screen bahkan triple screen jadi nonton televisi sambil main HP," kata dia. 

Anindya mengungkapkan memang TV bisa membuat konten tapi tidak pernah berkomunikasi langsung dengan audiens.
 
"Tapi yang paling penting untuk VIVA bagaimana pemikiran dalam 10 tahun ke depan," ujarnya. 

3. Program yang ada di tvOne merupakan redefinisi

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton TelevisiIDN Times/Kevin Handoko

Anin kemudian mencontohkan program One Pride yang tayang di tvOne. Alasannya membawa masuk program itu yakni publik Indonesia suka permainan fisik. Bahkan, bila tidak disalurkan ke arah yang positif bisa berakhir ke aktivitas tawuran. 

Ia kemudian memikirkan ulang bagaimana konsep publik bisa menjadi seorang tokoh pahlawan dan mendapat nafkah. Dari sana, ia kemudian berinvestasi besar di rumah produksi Bumi Langit. 

"Bumi langit adalah yang bikin Gundala, Godam, saya pikir anak kita kok nonton film dari Marvel padahal kita punya komik 101 karakter yang kita kumpulin, ini salah satu yang kita bilang redefinisinya," kata dia. 

4. Ini yang dilihat CEO Viva saat mencari talent.

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton TelevisiDok. IDN Times

Usai Anin memberikan penjelasan berdasarkan pertanyaan yang diajukan oleh moderator, kemudian tiba lah di sesi tanya jawab. Seorang peserta yang duduk di barisan belakang antusias mengangkat tangan. 

"Perkenalkan nama saya Afdal saya bekerja di IT Company. Mau tanya ini jadi untuk mendukung suatu perusahaan dibutuhkan talent yang bagaimana sih?"tanya Afdal. 

Dengan gamblang, Bos VIVA Group ini mengatakan, dalam mencari talent maka hal pertama yang ia lihat bagaimana orang tersebut bekerja, apakah dengan intelligence quotient (IQ) atau emotional quotient (IQ) atau apakah individu tersebut bekerja dengan keduanya. 

Menurutnya, orang yang otak kanannya kuat itu bagus dan biasanya orang-orang kreatif serta yang mampu membaca psikologis orang, sehingga baik untuk membuat suatu konten. Tetapi, orang yang memiliki kelebihan di otak kiri juga sangat penting karena membaca data, menganalisa, mengkritik data sangat penting, sehingga dua tipe ini  sangat penting dalam satu organisasi.

"Tapi, juga tadi yang bahasanya hati atau kalau saya bilang emosional juga itu sangat penting, karena di dunia ini nanti kita tidak mungkin bisa hidup sendiri, mesti kolaborasi kerjasama sehingga interpersonal skill itu sangat penting dan ini yang gak bisa di-distrupsi oleh digital. Jadi, tiga hal itu sangat penting,"
paparnya.

Anin mengatakan dalam membuat suatu usaha peluang untuk gagal selalu ada. Namun, yang menjadi istimewa, apakah orang itu bisa bangkit kembali. 

"Apakah ia akan mencoba lagi lalu gagal lagi.Bahkan enaknya sekarang kan kalau gagal itu tidak perlu terlalu lah, misalnya bisa melakukan tes-tes kecil sebelum kita membuat suatu yang besar. Jadi, menurut saya itulah yang buat teman millennial mesti kembangkan karena itu cara kita melihat," katanya lagi. 

5. Anindya Bakrie jabarkan mengapa tvOne menggunakan slogan "memang beda"

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton Televisi

Audiens kembali bertanya kepada Anin. Kali pertanyaan datang dari seorang perempuan bernama Nanny. 

"Saya Nanny dari Kalbis Institute. Mau tanya spesifik ke Anindya Bakrie, saya mau bertanya spesifik mengenai tvOnee, dari slogannya memang beda banyak sekali. tvOne berbeda dari fakta yang terjadi masyarakat yang sesungguhnya, saya ingin mendengar strategi ini dari Pak Anindya langsung. Bagaimana mengembalikan reputasi positif,  mengingat VIVA grup banyak lakukan hal baik lainnya, tapi mengapa sih televisi yang itu beda," katanya dengan ekspresi gemas terhadap keberadaan stasiun televisi tersebut. 

Pertanyaan itu rupanya memancing tawa para peserta dan Anin sendiri. 

"Ini distrupsi tema, tapi silahkan Mas Anindya," ujar Yulia sebagai moderator. 

"Kenapa kita memang beda. Jadi pertama-tama kami lagi minum kopi sama beberapa orang termasuk yang sekarang sudah jadi menteri. Nah kita berpikir bahwa sama seperti yang tadi, Indonesia ini bukan Jakarta saja. Indonesia ini adalah semuanya termasuk yang ada di daerah jadi bagaimana kita bisa menciptakan suatu pemberitaan bukan untuk kalangan Jakarta saja tapi untuk kalangan luas," katanya menjelaskan. 

Untuk itu, butuh perspektif yang berbeda dalam melihat suatu permasalahan yang sama. 

"Karena memang itu fungsi media, tetapi kami juga melihat bahwa indonesia ini sangat diverse. Nah, jadi tugas kami adalah mesti bisa mendinginkan dengan program-program yang bisa menyatukan, misalnya Damai Indonesiaku," ujarnya menambahkan. 

Anin menambahkan dalam suatu segmentasi dibutuhkan suatu perbedaan. Sebab, ia merasa dengan adanya perbedaan, maka menjadi lebih baik. Dari sana kemudian dipilih slogan televisi yang berkantor pusat di Pulo Gadung yakni "memang beda".

Menurut Anin penilaian masyarakat atau netizen itu subjektif, tetapi secara umum itulah gambaran Indonesia yang begitu beragam. 

"Ada yang suka atau tidak suka (program tvOne). Tapi tugas dari pemilik adalah meminta kepada redaksi bahwa semua itu bisa dipertanggungjawabkan," katanya tegas. 

6. Di era sekarang, millennial berpeluang lebih besar untuk menjadi content creator

Anindya Bakrie: Sampai Kapan Pun Orang Tetap akan Menonton TelevisiDok. IDN Times?Istimewa

Usai memaparkan jawaban, moderator kembali bertanya tentang transformasi digital saat ini dan pengaruhnya.Menurut Anin, transformasi digital akan membawa perubahan ke arah yang positif. Ia mengungkapkan dalam waktu 15 tahun, ekonomi Indonesia akan mengalami kenaikan dua kali lipat.  

"Saya rasa memang kita lihat ini sebagai opportunity. Intinya tahun ini akan mulai digital terrestrial, mulai tahun ini kita punya enam channel tapi kan ada tiga pabrik lain sehingga jumlah channel akan makin banyak. Ini menjadi opportunity bagi teman-teman di sini," ungkap Anin. 

Ia mencontohkan peluang untuk millennial terbuka lebar bagi yang ingin menjajal menjadi content provider. Apalagi saat ini sudah banyak millennial yang sudah menekuni itu dan membuat konten dengan berbagai platform yang ada seperti YouTube, TikTok dan Instagram. 

Menurutnya, ini merupakan kesempatan luar biasa bagi millennial. Anin menyadari tidak selamanya publik akan menonton layar gelas. Sebagian ada yang lebih memilih melihat di YouTube. Dari sana, ia kemudian menyadari betapa pentingnya untuk berkolaborasi dan membangun sistem. 

"Ke depannya orang mempunyai spesialisasi tertentu, contohnya IDN ini yang fokus millenial. Kami lebih memilih kerjasama dengan lembaga seperti ini," terangnya.

"Suatu saat saya bicara dengan teman saya di Madrid, ia mengatakan jumlah millennial di Indonesia 65 juta sedangkan di Spanyol 45 juta. Apabila millenial ini suatu negara maka lebih besar daripada Spanyol," imbuhnya.

Sebagai penutup, Anin mengingatkan agar millennial bisa memanfaatkan bonus demografi dan peluang transformasi media. Untuk itu, pola pikirnya mesti berubah dan perubahan diakui sebagai sesuatu yang tidak mudah. Namun, dengan perubahan ini justru bisa menghasilkan SDM yang hebat di masa mendatang. 

https://www.youtube.com/embed/a5PUopi6Jm0

Baca Juga: 7 Smart TV Paling Murah dan Berkualitas di Tahun 2019 

Topik:

Berita Terkini Lainnya