Berkaca dari Kasus Audrey, Penghakiman Media Sosial Lebih Berat

KPAI menyebut kasus cyber bullying meningkat tiap tahun

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kehadiran media sosial membuat anak rawan menjadi korban dan pelaku bullying atau perundungan.

"Kasus Audrey bisa dijadikan pelajaran bahwa cyber bullying lebih kejam dibanding di dunia nyata, sebab hampir tiap hari anak-anak yang terlibat dalam video mendapatkan ribuan kecaman, hinaan dari orang yang tidak dikenal," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarty, di gedung KPAI, Senin (15/4).

1. Kasus cyber bullying mulai muncul sejak 2016

Berkaca dari Kasus Audrey, Penghakiman Media Sosial Lebih BeratIDN Times/Margith Juita Damanik

Berdasarkan laporan tahunan KPAI, kasus bullying di media sosial mulai muncul sejak 2016. Hal ini dipicu kemajuan teknologi dan media sosia serta kemudahan anak untuk mengakses internet.

"Tahun 2015 ke bawah kasus cyber bullying itu nol alias tidak ada laporan, namun menginjak 2016 kasus cyber bullying mulai muncul dan semakin tinggi dari tahun ke tahun," paparnya.

2. Jumlah kasus anak sebagai pelaku cyber bullying lebih besar

Berkaca dari Kasus Audrey, Penghakiman Media Sosial Lebih BeratIDN Times/Sukma Shakti

Dia merinci jumlah anak yang menjadi korban bullying media sosial ada 34 kasus di 2016, kemudian meningkat menjadi 55 kasus di 2017, jumlah cyber bullying bertambah menjadi 109 kasus sepanjang 2018.

Sedangkan kasus anak sebagai pelaku cyber bullying lebih besar. Di 2016, ada 56 anak jadi pelaku cyber bullying, jumlah ini naik pada 2017 menjadi 73 kasus dan meningkat pada 2018 menjadi 117 kasus.

"Cyber bullying ini bagaikan fenomena gunung es, faktanya di lapangan jumlah kasus perundungan anak di media sosial yang tidak melaporkan ke KPAI lebih banyak" katanya.

Baca Juga: Miris, Ini 7 Fakta dalam Kasus Pengeroyokan Audrey

3. Penghakiman media sosial berdampak panjang pada anak

Berkaca dari Kasus Audrey, Penghakiman Media Sosial Lebih BeratInstagram/kazamahusein

Retno mengungkapkan, sebenarnya penghakiman media sosial jadi tamparan luar biasa terutama bagi anak-anak.

Apalagi, jejak rekam digital membuat anak akan menjadi bulan-bulan di dunia nyata.

"Beda dengan fisik, cyber bullying dampaknya akan berkepanjangan tidak hanya satu atau dua tahun, bahkan tidak sedikit kasus yang menyebabkan anak bunuh diri akibat di-bully di media sosial," terangnya.

4. Kasus cyber bullying muncul akibat kurangnya pengawasan orangtua

Berkaca dari Kasus Audrey, Penghakiman Media Sosial Lebih BeratInstagram/audreyjugabersalah

Retno prihatin dengan maraknya kasus bully yang juga dilakukan anak sekolah dasar. Hal ini dia dapatkan saat roadshow ke berbagai sekolah.

"Banyak anak yang curhat menjadi korban bully di Facebook, Instagram atau Twitter oleh orang yang tidak dikenal, jangankan anak-anak, saya kalau di-bully pun akan merasa sakit," katanya.

Dia juga menyesali kurangnya pengawasan orangtua sehingga anak mudah jadi korban atau pelaku cyber bullying.

"Meski akun media sosial dibatasi untuk usia pengguna, faktanya banyak anak SD yang punya akun. Seharusnya, orangtua tidak hanya memberikan gawai tetapi juga mengawasi dan mengontrol aktivitas anak di media sosial," ujarnya.

Baca Juga: Pelaku Penganiayaan Audrey Diteror Ribuan Pesan Ancaman

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya