Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang Kota

Bahagia menurut suku pedalaman itu berbeda

Jakarta, IDN Times - Perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia, Saur Marlina Manurung mengungkap rahasia kehidupan suku adat terpencil di sejumlah wilayah Indonesia, dalam acara Gathering Komunitas Adat Terpencil di Jakarta, Kamis (13/2).

Wanita yang akrab disapa Butet Manurung itu mengungkapkan banyak bantuan berdatangan--baik dari pemerintah maupun swasta, terhadap suku pedalaman tidak sesuai kebutuhan, sebaliknya justru menuai masalah baru.

1. Konsep bahagia suku adat terpencil

Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang KotaIlustrasi (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Pendiri sekolah untuk Suku Kubu di Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi ini membuka pemikiran tamu undangan yang datang, dengan menjabarkan konsep bahagia menurut suku adat terpencil.

Butet menyebutan, menurut orang rimba, rumah adalah hutan. Jika pemerintah atau swasta memberikan bantuan rumah untuk mereka--karena merasa kasihan, bagi mereka rumah adalah kandang, jadi bukan hunian.

"Jadi point of view dari mereka penting. Misalkan saat mereka melihat air keran yang kita gunakan, mereka merasa sedih dan kasihan pada orang kota, airnya kecil kayak air seni, karena bagi orang rimba air itu harusnya sungai yang besar," ujar dia.

"Mereka juga kasihan melihat kita, makannya cuma di kulkas kecil. Berbeda dengan mereka yang mempunyai makanan di hutan," lanjut Butet.

2. Terbiasa berburu namun diberi sepatu

Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang KotaButet Manurung saat mengajar di anak suku dalam (dok. Soloka)

Butet mencontohkan masyarakat di Wamena, Papua, dulu pernah mendapatkan bantuan sepatu dari suatu program bantuan, tapi bantuan tersebut membuat masalah bagi masyarakat setempat.

"Jadi mereka biasanya pemburu dan sudah terbiasa tidak memakai alas kaki, bahkan saking terbiasa tanpa alas kaki mereka kuat sekali, kalau menginjak, duri-durinya yang patah. Nah, datang sumbangan, mereka berpikir mereka seharusnya pakai sepatu," ujar dia.

Baca Juga: Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?

3. Sepatu membuat suku Wamena tidak bisa berburu lagi

Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang KotaTradisi suku Paser Nugal Nasok (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Kebiasaan memakai sepatu tersebut, kata Butet, mengubah kebiasaan suku asli. Sebab, sepatu membuat kaki mereka lembut, sehingga sensitif saat menginjak tanah dan mudah tergores duri.

"Jadi selama empat tahun memakai sepatu, kaki mereka dilembutkan. Sehingga mereka jadi tidak bisa berburu lagi, karena injak duri saja sudah berdarah. Akhirnya mereka menuntut pemerintah, karena sudah melembutkan kaki mereka," kisah dia.

4. Program bantuan akan dirancang tepat sasaran

Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang KotaPeduli Komunitas Adat Terpencil (IDN Times/Dini suciatiningrum)

Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial Juliari P Batubara memberikan apresiasi terhadap pengabdian Butet Manurung, yang mendedikasikan hidupnya untuk komunitas adat terpencil.

Mensos mengatakan Kementerian Sosial memiliki tanggung jawab untuk mengajak semua bangsa Indonesia, tidak terkecuali individual perusahaan dan LSM, bersama-sama berpartisipasi dalam pemberdayaan komunitas adat terpencil.

"Terus terang saja ini anggaran yang terbatas. Oleh karena itu, kami sangat ingin, khususnya dunia swasta, perusahaan-perusahaan swasta, BUMN, ikut turun tangan, ikut intervensi dengan program-program yang tentunya tepat sasaran, sesuai dengan kemampuannya masing-masing," kata Juliari.

5. Peradapan harus diubah untuk kemajuan bangsa

Butet Manurung: Suku Adat Pedalaman Sedih Lihat Orang KotaMenteri Sosial Juliari P Batubara (Dok Kemensos)

Juliari mengatakan seharusnya kehidupan komunitas adat terpencil tidak dikasihani, karena memang komunitas kehidupan di sana. Meski demikian, pemerintah ingin bangsa Indonesia maju, baik secara ekonomi, pendapatan, dan peradaban.

"Bukan hanya sekadar mengejar target proyek infrastruktur, tapi saya juga membangun peradaban. Misal yang tadinya kita tidak ngantre, sekarang harus ngantre, kan begitu artinya peradabannya juga semakin depan, semakin maju. Ini yang kita ingin ubah," kata Mensos.

Baca Juga: Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov Jambi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya