Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar 

Tenaga medis tidak akan menyerah memerangi virus corona

Jakarta, IDN Times - Menggunakan pakaian hazmat lapis tiga, Novrianti Gandini bersiap memasuki ruang isolasi Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, Sabtu (23/5).

Langkah kakinya terhenti saat mendengar suara takbir yang menggema menyambut Hari Raya Idulfitri. Hatinya bergetar, perawat yang akrab disapa Ige ini pun ikut mengumandangkan takbir, tidak terasa air matanya menetes di balik penutup kepalanya.

Lebaran tahun ini menjadi hari raya paling berbeda dan berat bagi Ige. Di saat umat muslim lain merayakan hari kemenangan di rumah, dia masih berjuang menghadapi pandemik COVID-19.

"Saat kumandang takbir, itu sedih banget, lebaran semestinya harus berkumpul dengan keluarga, tetapi saya harus bertugas demi pasien apalagi tidak ada salat Idulfitri,"ungkapnya kepada IDN Times, Minggu (24/5).

Baca Juga: Innalillahi! Perawat Hamil Muda yang Terjangkit Virus Corona Meninggal

1. Lebaran tahun ini jadi hari raya paling berat

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar RSPP/dok Pribadi

Ige memang tidak mengeluh dengan tugasnya sebagai perawat, namun pandemik COVID-19 yang hampir 3 bulan melanda Indonesia membuat dia terkadang lelah, apalagi Ige harus melewatkan momen hari raya di mana dia biasa berkumpul bersama keluarga.

"Baru tahun ini lebaran tidak bisa mudik berkumpul dengan keluarga, kami rindu, bahkan orang tua yang berada di Purwokerto saking kangennya ingin datang ke Jakarta. Tapi saya bilang ke orang tua tidak usah di rumah saja, nanti kita telepon saja, video call," ceritanya

2. Keluarga menjadi penyemangat Ige

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar Novrianti Gandini perawat Rumah Sakit Pusat Pertamina/ dok pribadi

Kesedihan Ige semakin bertambah saat ingat anaknya yang kuliah di Tiongkok. Sejak pandemik COVID-19 muncul, sang anak masih berada di Tiongkok dan tidak pulang sampai sekarang.

Syukurnya sang suami selalu memberikan support terhadap Ige. Tidak lupa sang suami selalu mengingatkan Ige untuk minum vitamin, jaga kondisi badan, bahkan suaminya sering membaca buku tentang COVID-19.

"Saya bekerja tiga hari, libur satu hari, saat libur itu jadi momen charge diri meski saat pulang hanya bisa melihat dan berkomunikasi dengan jarak jauh, karena saya harus isolasi di rumah. Namun itu yang membuat saya terus semangat" ujarnya.

3. Usir stres dengan main Tiktok dan bercanda bersama rekan medis

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar Aksi kocak perawat hilangkan jenuh di RS (TikTok/@aaya1214)

Ige paham banyak rekan-rekan yang juga masih bekerja memerangi COVID-19 saat malam takbiran tiba, bahkan dalam waktu yang belum bisa dipastikan. Untuk itu, dia bersama rekan sejawat harus selalu memberikan semangat satu sama lainnya.

Menurutnya, mood sangat mempengaruhi imunitas. Sebab dia sadar bahwa tenaga medis rentan terpapar, sehingga mood harus selalu terjaga. Untuk itu, dia mempunyai berbagai cara untuk mengusir kejenuhan dan stres akibat COVID-19, mulai dari bermain aplikasi TikTok ramai-ramai, saling bercerita, dan berbagi canda tawa.

"Ibaratnya bekerja sama teman-teman yang masih senasib sepenanggungan, pokoknya jangan sampai imun kita turun mood," katanya.

4. Tenaga medis tidak akan menyerah, maju terus pantang mundur

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar Perawat RSPP Novrianti Gandini habiskan lebaran di ruang isolasi/ dok pribadi

Ige menegaskan, tenaga medis tidak akan menyerah menghadapi pandemik COVID-19. Sebaliknya akan senantiasa mengobarkan semangat bagi Indonesia.

"Pokoknya tenaga medis gak ada matinya, gak ada kata menyerah, lanjut terus pantang mundur kalau kata orang hajar terus deh. Kalau kita menyerah siapa lagi, pokoknya hayo jika ada teman yang mulai menyerah akan kita rangkul, sebab semangat jangan sampai kendor, ingat keluarga dan anak, jangan," tegasnya.

5. Masyarakat harus sadar dan disiplin demi keluarga

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar IDN Times/Candra Irawan

Untuk itu ia berharap, masyarakat disiplin dan mematuhi protokol kesehatan agar pandemik COVID-19 berakhir. Ige miris melihat masyarakat abai dengan berbondong-bondong mendatangi pusat perbelanjaan demi baju lebaran tanpa ada jarak. Jalan pun juga ramai saat hari raya.

Ige tidak habis pikir mengapa masyarakat acuh dan cuek, padahal informasi bahaya COVID-19 hampir tiap hari digaungkan di berbagai media.

"Mereka gak ngerti sih kalau sekali terkena, atau membawa keluarganya ke IGD dan jadi PDP ternyata konfirmasi positif dengan kondisi melemah hingga akhirnya meninggal. Saat itulah mereka terakhir melihat, mereka gak mikir sampai ke arah situ," terangnya.

"Terlebih bagi tenaga medis yang menghadapi pasien meninggal, ya Allah rasanya saat disalatkan tentunya tidak ada keluarganya yang melihat dan mendoakan," ujarnya dengan suara tercekat menahan tangis.

6. Tenaga medis rentan tertular COVID-19

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar Tenaga medis di RSPP (Dok. Humas RSPP)

Dia khawatir, jika banyak masyarakat yang tidak disiplin maka jumlah pasien yang datang ke rumah sakit banyak. Artinya, beban dan ketakutannya terus bertambah.

Ige mengungkapkan, meski sudah berbulan-bulan bergulat dengan virus COVID-19 namun rasa takut tertular terus menggelayut.

"Perasaannya campur aduk, kita jalani profesi untuk menolong orang, namun kita was-was tertular juga karena kemungkinan virus itu nempel, jangankan orang lain bahkan kami juga was-was dengan rekan satu kerja," ungkapnya.

Selain ketakutan tertular, juga kondisinya yang harus lebih lama menggunakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Ige mengatakan, APD seringkali membuat berkeringat dan kepanasan meski dalam ruangan ber-AC.

"Kami kan juga mandiin pasien, memberi makan, kasih obat saat pakai APD jadi kurang leluasa apalagi saat memasang infus, ya karena memakai sarung tangan lapis tiga sensasinya berbeda ya saat cari pembuluh darah," ujarnya.

7. Ige berharap pemerintah tegas dan tidak ada pelonggaran sampai jumlah kasus menurun

Cerita Perawat Dengar Suara Takbir dari Ruang Isolasi, Hati Bergetar Ilustrasi kepadatan menjelang lebaran saat pandemik COVID-19. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Bagi Ige dan perawat lain, pasien memang sudah dianggap keluarga karena mereka dirawat cukup lama di rumah sakit, apalagi keluarga tidak bisa menengok. Saking dekatnya, pasien sering sekali curhat tentang masalah pribadinya, terutama kerinduan dengan keluarga.

"Tentu jika akhirnya pasien meninggal kami turut kehilangan, sebaliknya jika sembuh kami senang luar biasa," paparnya.

Untuk itu dia berharap, pemerintah lebih tegas lagi agar masyarakat lebih disiplin, jangan sampai ada pelonggaran sampai pandemik COVID-19 selesai.

"Risiko terbesar saat berkumpul orang banyak dan tidak ada physical distance maka penularan terus terjadi. Artinya, pasien COVID-19 terus berdatangan ke rumah sakit dan rasa khawatir itu terus menghantui kami, apalagi kami juga punya keluarga ingin juga berkumpul, bercengkerama kembali dengan keluarga," harapnya.

Baca Juga: Kisah Perawat Millennial Hadapi COVID-19, Jadi ODP & Ditolak Ibu Kost

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya